Digindonews.com — Kementerian Kominfo RI gelar seminar bareng legislator, dengan tema “Suara Demokrasi di Ranah Digital”, hadirkan Narasumber hebat yaitu; Farah Puteri Nahlia (Anggota Komisi 1 DPR RI), Didi, S.E.AK., M.AK., CA., AWM., CertIFR., CRMO., AWP. (Pegiat Literasi Digital), Bimo Nugroho (Deputi I Asian African Youth Government), melalui daring Zoom meeting, Minggu, 30 Maret 2024.
Farah menyampaikan bahwa Peran media sosial dalam sistem demokrasi saat ini. Yaitu diantaranya itu memperluas akses informasi politik dan berita terkini, kemudian juga memfasilitasi diskusi dan dialog publik tentang isu -isu politik, kemudian juga memberikan platform bagi individu untuk menyuarakan pendapat, dan juga mengorganisir aksi politik, dan yang terakhir membantu memobilisasi massa dan mempengaruhi agenda politik. Terlepas dari peran -peran tersebut tentunya juga ada tantangan dalam demokrasi digital.
Di balik manfaat ada beberapa hal negatif atau hal yang kurang baik yang tentunya ini harus kita hindari ketika kita berpartisipasi politik di internet. Misalnya kita harus betul -betul bisa mencari keakuratan berita yang kita dapat, dan juga tentunya perlindungan arah sumber. Nah, ini masalah timbul dari ekspektasi bahwa media atau pers dapat mengimbangi atau memperbaiki kekurangan -keturangan dari model konvensional. Namun ternyata muncul yang namanya banjir informasi yang berujung pada disinformasi, pada hoax yang dimanfaatkan oleh segelintir kelompok demi keuntungan pribadinya. Dan tidak jarang karena banyaknya banjir informasi ini, kemudian hoax tersebar itu memecah belah antar kelompok, sehingga bikin ricuh sosial media sampai ke bawah -bawah di dunia nyata.
Kemudian media juga sebagai propaganda opini publik. Media ini membentuk sebuah sarana ampuh untuk propaganda karena kemampuannya adalah mengatung opini publik. meskipun fungsi media ini tidak hanya demi memproduksi propaganda, fungsi ini adalah aspek yang sangat penting dari seluruh layan media. kemudian juga tantangannya itu media itu berada dalam resiko yang mana dapat dimanipulasi oleh orang -orang tertentu, orang -orang istimewa yang lebih berkuasa dibandingkan kelompok lain dalam masyarakat. tentunya manipulasi macam ini jelas membahayakan keseimbangan ranah publik, sementara pihak yang lebih kuat mendapat banyak keuntungan. Dan yang lebih lemah kehilangan hak istimewanya sebagai kumpulan aktor aktif di ranah politik.
Selanjutnya, Didi menyampaikan bahwa beberapa pasal yang perlu dikonsenkan perlu kita menjadi perhatian. Ada tiga pasal ya, pertama penyebaran nama baik ya, pasal 27A3. Ketika kita menyebarkan informasi, hati -hati apakah akan mempengaruhi nama baik seseorang atau nama baik suatu lembaga ya. Misalnya kita mereview satu produk ya, ya bisa saja produk itu kita review ternyata produsennya tidak senang ya. Bisa jadi itu menjadi pencemaran nama baik. Itu ada hukumannya paling lama 4 tahun dan denda Rp750 juta. Dan kedua berita bohong ya, jadi kalau seandainya kita ingin menyebarkan informasi, pastikan itu tidak hoaks atau berita bohong.
Yang ketiga, pastikan apa yang kita informasikan itu tidak mengandung ujaran kebencian. Karena ini juga berkaitan dengan undang -undang ITE. Jadi 3 pasal ini menurut saya perlu kita cermati, perlu kita dalami. Tapi bukan berarti hadirnya undang -undang ITE ini mengukung kita, menutup kita untuk bersuara di alam demokrasi ini. Tapi justru akan menjadi kita lebih huas pada ketika alam bebas demokrasi kita berpendapat, karena tentu pendapatnya tidak bisa senak kita saja, tapi harus didasarkan kepada regulasi yang diatur misalnya undang -undang ITE ini.
Tips bersuara dan berekspresi di ruang digital. Oke alamnya alam demokrasi, kita boleh bersuara apa saja, tapi tetap harus ada tips yang perlu kita jalankan. Pertama, pastikan yang disampaikan itu adalah fakta. Jadi kembali lagi, pastikan yang disampaikan itu adalah fakta. Jadi jangan sampai kita menyebarkan atau menyuarakan sesuatu yang bukan fakta. Yang kedua, kalau itu memang fakta, pastikan yang disampaikan itu bermanfaat. Oke fakta, tapi bermanfaat atau tidak? Kalau tidak bermanfaat, tidak usah disebarkan, tidak usah disampaikan. Tapi harus yang bermanfaat.
Bimo Nugroho juha menambahkan bahwa Ternyata pengguna media sosial ini sudah menyentuh angka 50 % dari jumlah total penduduk Indonesia ya, gitu selanjut nah ini juga, sebelumnya, iya terima kasih ini juga berapa sih waktu yang dibutuhkan, apa yang digunakan oleh masyarakat Indonesia rata -rata untuk mengakses internet itu, ternyata ya memang seperti 3 hari kita, dalam hidup kita itu, kita habiskan untuk menggunakan internet gitu ini terbukti dengan hasil yang dikeluarkan oleh Hotsuite itu 7 jam 38 menit kita gunakan untuk mengakses internet lalu untuk televisi 2 jam 41 menit dan media sosial itu 3 jam 11 menit artinya dari 7 jam 38 menit kita menggunakan internet hampir setengahnya itu kita gunakan untuk mengakses media social.
Sebenarnya dari yang terjadi saat ini adanya transformasi digital ini kita juga memiliki potensi yang positif. Yang pertama yang jelas adanya akses. Dengan adanya akses dari transformasi digital ini, pengetahuan, keterampilan digital kepada individu untuk berpartisipasi dalam proses politik. Jadi adanya akses ini mempermudah untuk masyarakat mendapatkan pengetahuan, keterampilan, atau juga berpartisipasi terhadap proses politik.
Transformasi penyampaian aspirasi di era demokrasi digital ini memang memberikan peluang besar bagi partisipasi politik yang lebih luas. Nah tapi, di balik itu semua kita menghadapi tantangan yang ada seperti informasi yang belimpah, kurangnya kepercayaan dan penyalahgunaan teknologi dan juga etika berpendapat. Kadang penyampaian pendapat yang kurang baik malah mengaburkan atau menghilangkan substansi dari pendapat tersebut. Makanya literasi digital dan kesadaran akan tentang demokrasi digital adalah kunci dalam menghadapi era ini. ***