Digindonews.com — Webinar tentang “Urgensi Literasi Digital dalam Melawan Hoax” yang digelar Kominfo RI hadirkan Farah Puteri Nahlia (Anggota Komisi 1 DPR RI) sebagai Narasumber, Minggu, 31 Maret 2024.
Dalam webinar online tersebut Farah menyampaikan bahwa banyak sekali fenomena masyarakat yang terpapar hoax hari ini, khususnya di era digital ini. Dan tentunya ini juga terkait dengan pembentukan RUU atau kebijakan publik yang sedang dibuat oleh pemerintah. Dan tentunya ini memerlukan kesadaran dari masyarakat sendiri. Selain itu juga perlu adanya dukungan untuk bisa mengatasi fenomena hoax ini sebab dengan adanya hoax ini, masyarakat gampang percaya berita -berita palsu, berita -berita bohong, ini tentunya dapat merugikan dan juga membuat kegelisahan masyarakat.
Tidak jarang juga ini membuat perpecahan antara kelompok. Nah, oleh karena itu, dukungan untuk mengatasi permasalahan ini dapat dilakukan salah satunya adalah dengan melaksanakan literasi digital kepada masyarakat, baik oleh pihak yang terkait, misalnya dari institusi, pemerintah, akademisi, ataupun komunitas. Walaupun masyarakat juga telah cakap dalam menggunakan peralatan digital, namun juga perlu diberikan edukasi terkait dengan penggunaan informasi yang tersebar di era yang di mana -mana ini bisa kita bilang sudah banjir informasi. Kita bisa mendapatkan informasi di media sosial, tidak harus dari berita, tidak harus dari TV, tapi sekedar dari WhatsApp, dari broadcast message, dari Instagram, dari Facebook, itu sudah banyak sekali berita -berita yang bermunculan.
Terkadang kita pun bingung harus percaya yang mana. Nah, oleh karena itu, kita pun juga harus menanggapinya dengan kritis dan juga bijak. Kalau kita berbicara, berbasiskan data, dari data Kementerian Komunikasi dan Informasi sendiri per periode tanggal 1 Agustus tahun 2018 sampai dengan 22 Juni tahun 2021 menunjukkan ini bahwa terdapat 8 .499 isu hoax yang menerpa publik.
Verdy Firmantoro enayampaikan bahwa ketika HOAX ini menjadi fenomena yang semakin marah, karena ruang digital yang semakin bebas, maka ini juga membutuhkan komitmen, bagaimana ruang yang bebas tadi itu harus digunakan untuk bertanggung jawab, dengan cara yang bertanggung jawab. Sementara praktek -praktek HOAX sendiri justru kontra dengan itu. Jadi justru HOAX tadi menjungkir balikan kebenaran, memutar balikan fakta bahkan, kemudian yang tidak menjadi krusial juga adalah menciptakan kekacauan di ruang digital. Jadi semakin kewas, semakin terpecah belah, itu juga bagian dari HOAX itu sendiri.
Hoax diartikan sebagai informasi palsu yang dibuat dan disebarkan dengan sengaja untuk menipu atau bahkan menyesatkan orang lain. Jadi artinya memang hoax ini informasi atau bahkan dianggap bahwa tidak benar karena bisa menyesatkan, bisa membuat orang tertipu, terperdaya. Jadi itu kurang lebih berkaitan dengan hoax. Dan hoax identik minimal dicirikan dengan buah beberapa hal di antaranya. Yang pertama, seringkali hoax itu muncul dengan cara yang sensasional. Informasi atau beritanya itu sensasional, judulnya bombastis, provokatif, atau bahkan tidak masuk agal kadang -kadang. Jadi di luar naras.
Yang kedua, emosional. Emosional ini dalam artian hoax itu memanfaatkan emosi seperti misalnya ketakutan, membuat orang jadi lebih takut, kemudian memicu kemarahan, memanti kemarahan, bahkan kemudian menyulut kebencian. Waktu COVID yang dahulu, kita tentu merasakan bagaimana emosi kita dibuat ketakutan dengan situasi COVID karena berbagai ragam munculnya hoax yang bertebaran yang tentunya kita seringkali sulit untuk membedakan apakah ini kemudian informasi yang benar untuk kemudian kita ikuti saran -sarannya, panduan -panduannya, atau justru ini yang sebaliknya menyesatkan atau bahkan tidak benar. ***