Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Cinta adalah karunia. Ya, cinta adalah anugerah-Nya yang termahal. Sebagaimana keluasan dimensinya, cinta juga dimiliki oleh siapa saja. Anak kecil, anak muda dan remaja, orang-orang tua, laki-laki atau perempuan dari bangsa manapun, dari berbagai warna kulit dan bahasa. Bahkan Allah menjadikan naluri kasih sayang yang ada pada hewan pun sebagai pantulan cinta-Nya.
Bagi seseorang yang mengharapkan cinta-Nya, cinta merupakan sarana menggapai hakikat. Bagi dua orang yang saling mencintai karena-Nya, cinta merupakan perekat utama dalam dinamika ukhuwah, perlu untuk terus disegarkan dengan lapang dada, saling memahami, saling membantu, dan saling berkorban, serta saling menasehati. Bagi mereka yang mencari cinta-Nya dari dimensi ketiga, cinta merupakan kekuatan yang selalu mendukung tekad baja dan sekaligus perisai dari segala sesuatu yang menghalangi obesinya.
Sungguh, Allah tidak kikir mengaruniakan cinta-Nya kepada siapa saja. Bahkan kepada orang-orang yang terang-terangan memusuhi-Nya. ”Dan Aku telah melimpahkan kepadamu (Musa a.s.) cinta yang datang dari-Ku…” (Thaha: 39). Sehingga, simbol kezaliman seperti Fir‟aun pun ‟sanggup‟ untuk mencintai Musa. Ia juga tidak membunuh Musa seperti yang telah dilakukannya terhadap ribuan bayi laki-laki sebelum Musa.
Contoh lain, spontanitas sosial Nabi Musa a.s. yang berinisiatif untuk menolong dua putri Nabi Syu‟aib a.s. Ketika itu, mereka sedang kesulitan mencari air minum untuk ternaknya. Meski Nabi Musa a.s. lelah karena usai melaksanakan perjalanan jauh dari Mesir ke Madyan dengan jalan kaki, tetapi karena kecintaan beliau untuk melakukan segala sesuatu yang dapat mendekatkan ia kepada cinta Allah maka beliau merasa ringan saja melakukannya. Akhirnya, beliau meraih penghargaan sosial yang mahamahal dan kepercayaan. Salah seorang putri Nabi Syu‟aib mengungkapkan kepada bapaknya, ”Sesungguhnya sebaik-baik orang yang engkau ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (Al-Qashash: 26).
Kecintaan kepada ilmulah yang akhirnya menyebabkan Imam As-Suyuthi mengarang berjilid-jilid buku yang hingga saat ini menjadi referensi utama para ilmuwan dan ulama di berbagai bidang. Meski mungkin dari fisiknya terlihat kurus dan kecil, tetapi karya monumental seorang Imam Al-Bukhari Al-Jami Ash-Shahih (kumpulan hadis-hadis shahih) adalah bentuk kecintaannya terhadap Rasul dan hadits-haditsnya. Karya ini menjadi referensi utama hukum-hukum Islam.
Para ulama salaf–demi kecintaan terhadap ilmu–melakukan perjalanan jauh dengan kendaraan yang jauh lebih sederhana dari kendaraan yang ada di era global seperti sekarang. Ada bus AC full entertainment, ‟burung besi‟ yang mampu menembus jarak ribuan kilometer dalam waktu singkat, ada sarana komunikasi yang supercanggih berupa telepon dan internet. Sementara para ulama tersebut melakukan perjalanan konvensional dengan kendaraan khas padang pasir yaitu unta dan tentunya fasilitas antiterik matahari, serta antisengatan panas siang hari yang tidak mereka miliki. Maka ilmu-ilmu mereka pun bermanfaat dan–bahkan–menjadi rujukan utama bagi generasi berikutnya.
Pun seorang ulama kontemporer, Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Demi kecintaannya terhadap ilmu dan idealisme dalam mempertahankan kebenaranlah maka ia terpaksa terusir dari negeri kelahirannya dan rela hilang kewarganegaraannya. Namun, sungguh beruntung, beliau menjadi milik dunia Islam dan rakyat Mesir pun sangat bangga serta mencintai beliau. Terbukti, ketika beliau berkunjung ke tanah kelahirannya, selalu disambut dengan padatnya audiens yang hendak mendengarkan ceramahnya.
Demikian halnya Ibnu Hajar, seorang alim yang memulai karier ilmiahnya di usia tua. Ia tidak pernah menyerah dengan bilangan umur, bahkan semangatnya selalu menyala-nyala. Sejarah pun mencatat kegigihannya.
Anak-anak kecil di Palestina, menggenggam batu-batu untuk mempertahankan idealisme yang ditanamkan ibunya. Idealisme obsesif memperjuangkan hak dan kebenaran sekaligus mencintainya. Karena mencintai kebenaran adalah jalan mendekatkan diri kepada cinta Allah.
Ya, demikianlah spontanitas cinta. Ia menjadi milik semua manusia. Yang merubah sesuatu yang berat menjadi benar-benar ringan. Semoga kita menjadi pecinta sejati dan bisa mempertahankannya.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Energi_Cinta
#Spontanitas_Cinta