Jakarta, 3/12,- Digindonews.com – Founder Millenial Activist Institue, Hengky Primana, dengan tegas menolak wacana penempatan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hengky menilai, langkah tersebut tidak hanya mengancam independensi Polri sebagai penegak hukum, tetapi juga berpotensi merusak sistem demokrasi yang telah diperjuangkan melalui reformasi 1998.
Dalam keterangannya, Hengky yang juga merupakan mantan ketua BEM NUSANTARA itu menyebut bahwa Polri dirancang sebagai institusi independen berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jika wacana ini direalisasikan, Polri dikhawatirkan akan kehilangan netralitasnya dan menjadi rentan terhadap intervensi politik. Hal ini akan membuka ruang bagi konflik kepentingan, terutama mengingat Kemendagri adalah lembaga yang memiliki peran penting dalam mengawasi pemerintah daerah, termasuk kepala daerah yang berasal dari ranah politik.
Hengky juga menyoroti pengalaman dari negara-negara demokrasi seperti Jepang, Jerman, dan Amerika Serikat, di mana kepolisian diposisikan terpisah dari kementerian dalam negeri. Menurutnya, pendekatan tersebut bertujuan menjaga netralitas aparat keamanan dari pengaruh kekuasaan politik. Indonesia, kata Hengky, seharusnya belajar dari model ini untuk memperkuat demokrasi yang sehat.
Lebih jauh, Hengky menyoroti data kepercayaan publik terhadap Polri yang mulai membaik. Berdasarkan survei Litbang Kompas tahun 2024, sekitar 72% masyarakat mengaku percaya pada kinerja Polri dalam menjaga hukum dan ketertiban. Namun, ia khawatir kebijakan ini justru akan merusak tren positif tersebut dan mengembalikan Polri ke masa di mana institusi ini kerap dianggap sebagai alat kekuasaan.
Hengky menilai wacana ini sebagai langkah mundur dalam reformasi. Ia mengingatkan bahwa salah satu keberhasilan reformasi adalah memisahkan Polri dari ABRI dan memastikan lembaga tersebut tidak berada di bawah kendali kementerian mana pun. “Wacana ini adalah pengkhianatan terhadap cita-cita reformasi. Demokrasi kita tidak boleh digadaikan karena keputusan yang salah,” tegasnya.
Dalam seruannya, Hengky meminta pemerintah dan DPR untuk meninjau ulang wacana ini serta mengajak masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi pemuda untuk bersuara. Ia menegaskan bahwa menjaga independensi Polri berarti menjaga kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan demokrasi di Indonesia.
“Indonesia membutuhkan Polri yang profesional dan netral, bukan yang berada di bawah bayang-bayang politik. Kita harus bersama-sama menolak langkah ini demi masa depan bangsa,” tutup Hengky.