PADANG-Langit Padang pada 9 September 2025 sore itu berwarna kelabu. Awan tipis menggantung, seolah menyelimuti kota yang sedang bersiap menyambut malam. Namun di sebuah sudut, tepatnya di Sekretariat PCNU Kota Padang yang juga menjadi Posko Banser Jaga Aspirasi Jaga Indonesia, suasana berbeda. Bendera merah putih berkibar di halaman, berdampingan dengan lambang Ansor dan Banser. Di balik pintu posko sederhana itu, sebuah pertemuan bersejarah tengah berlangsung—dialog kebangsaan antara organisasi mahasiswa dengan Gerakan Pemuda Ansor dan Banser.
Suasana yang Hangat
Sejak sore, mahasiswa mulai berdatangan. Ada yang mengenakan jaket almamater biru, merah, hijau, hingga hitam—simbol dari beragam organisasi: PMII, GMNI, SEMMI.
Mereka disambut hangat oleh sahabat-sahabat Ansor dan Banser yang berjaga di depan posko. Salam dan senyum bertebaran, mencairkan sekat yang biasanya kaku dalam forum formal.
Di dalam ruangan, kursi plastik tersusun melingkar. Tak ada podium, tak ada jarak antara tuan rumah dan tamu. Meja sederhana di tengah ruangan menampung cangkir-cangkir kopi hitam, teh manis hangat, dan penganan ringan. Bau kopi yang pekat berpadu dengan suara obrolan ringan—sebuah pertanda bahwa forum malam itu akan berlangsung lebih akrab daripada sekadar rapat organisasi.
Suara Mahasiswa: Kegelisahan dan Harapan
Dialog dimulai dengan sapaan ringan. Afdhal, Bendahara PC PMII Kota Padang, membuka dengan refleksi sederhana. Suaranya tenang, namun tegas.
“Alhamdulillah, pertemuan semacam ini merupakan salah satu bentuk diskusi yang menarik, di mana kita membicarakan berbagai hal terkait isu-isu yang berkembang saat ini,” ucapnya sambil sesekali menatap teman-teman mahasiswa lain yang mengangguk setuju.
Giliran Angga dari DPC GMNI Kota Padang bicara. Dengan suara lantang khas aktivis, ia membawa keresahan yang lebih luas.
“Dalam pertemuan dialog kebangsaan ini, kami menyampaikan aspirasi dan kegelisahan terkait permasalahan yang ada di Sumatera Barat. Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan bisa diteruskan sampai ke tingkat pusat,” ujarnya penuh harap.
Lalu datang suara lembut namun dalam dari Ara, pengurus SEMMI Kota Padang. Dengan nada bersahaja, ia menyampaikan betapa pentingnya kesempatan malam itu.
“Terima kasih karena sudah diundang dalam kegiatan ini. Tentu ini menjadi silaturahmi yang baik, di mana kami didengarkan aspirasi dan keluhan terkait isu-isu yang kurang terpublikasi. Dalam kesempatan ini kami berharap bisa menemukan solusi bersama,” tuturnya, menebarkan suasana reflektif di ruangan.
Ansor dan Banser: Membuka Pintu Lebar-lebar
Sebagai tuan rumah, Ketua PC GP Ansor Kota Padang, Albert Reza Asril, berdiri dengan penuh keyakinan. Tangannya sesekali mengepal, menandai keseriusan pesan yang ia bawa.
“Kami, GP Ansor bersama Banser, membuka ruang sebesar-besarnya untuk teman-teman mahasiswa agar bisa berdiskusi lebih hangat lagi terkait isu-isu yang mungkin belum tersampaikan. Karena itu kami menggelar dialog kebangsaan dengan tema Jaga Aspirasi Jaga Indonesia,” tegas Albert.
Kasatkorcab Banser Kota Padang, Ricky Alviano, melengkapi dengan penekanan yang penuh makna. Dengan suara teduh, ia menegaskan tujuan keberadaan posko
“Saya mewakili Banser mengucapkan terima kasih atas kehadiran teman-teman mahasiswa dari berbagai organisasi yang mau membuka diri untuk menyampaikan aspirasi, keluh kesah, dan isu-isu di Sumatera Barat. Ini sesuai dengan tujuan didirikannya Posko Banser Jaga Aspirasi Jaga Indonesia, yakni membangun silaturahim dan menerima aspirasi masyarakat dari berbagai elemen dengan aman dan damai. Banser Kota Padang bersama sahabat-sahabat GP Ansor siap mewadahi aspirasi mahasiswa ini,” katanya dengan senyum hangat.
Lebih dari Sekadar Dialog
Seiring waktu, diskusi kian larut. Lampu neon posko menerangi wajah-wajah penuh semangat yang duduk melingkar. Tidak ada sekat senioritas, tidak ada jarak antarorganisasi. Semua menyuarakan pandangan dengan tulus, saling mendengarkan, saling menguatkan.
Di luar, malam Padang semakin pekat. Namun di dalam ruangan sederhana itu, api kecil semangat kebangsaan terus menyala. Mahasiswa, Ansor, dan Banser sama-sama menyadari: menjaga aspirasi bukanlah tugas satu pihak, melainkan tanggung jawab bersama sebagai anak bangsa.
Dialog kebangsaan itu akhirnya lebih dari sekadar forum. Ia menjadi perjumpaan lintas organisasi, lintas iman, dan lintas generasi yang menegaskan bahwa Indonesia dibangun bukan oleh satu warna, tetapi oleh keberanian untuk merajut perbedaan menjadi kekuatan.
Di penghujung malam, sebelum para peserta beranjak pulang, senyum dan jabat tangan mengunci komitmen. Bahwa aspirasi yang lahir malam itu akan dijaga, disuarakan, dan diperjuangkan. Dari sebuah posko sederhana di Kota Padang, gema persatuan itu mengalir, menyapa Indonesia.