Jakarta, 6 Januari 2025 – Kuslan, orang tua korban kejahatan seksual terhadap anak, menyampaikan kekecewaannya atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara kepada terdakwa YS dalam perkara perlindungan anak dengan nomor perkara 643/Pid.Sus/2024/PN Jkt. Pst, Kuslan merasa putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan, mengingat dampak psikologis dan fisik yang dialami anaknya, seorang gadis berinisial R yang masih berusia 13 tahun.
Sidang putusan yang digelar hari ini berlangsung dengan pemberitahuan mendadak kepada keluarga korban. Kuslan menyatakan, pihak jaksa baru menginformasikan jadwal sidang pada hari yang sama, sehingga menyulitkan keluarga untuk bersiap. Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pihak jaksa yang selama proses hukum dinilai kurang transparan dan seolah-olah menutupi informasi dari keluarga korban.
“Saya sangat kecewa. Sudah sulit mencari informasi, keputusan hakim malah melukai kami. Anak saya yang hanya satu-satunya menjadi korban, tapi pelaku hanya dihukum 7 tahun. Ini tidak adil,” ujar Kuslan dengan suara penuh emosi.
Kasus ini bermula ketika terdakwa YS membawa anak Kuslan dari rumah ke salah satu hotel di Jakarta Pusat. Di lokasi tersebut, korban mengalami ancaman, pelecehan, hingga tindak kekerasan seksual. Meski demikian, putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman 7 tahun dianggap terlalu ringan oleh keluarga korban.
Ironisnya, kekecewaan Kuslan semakin memuncak setelah mengetahui beberapa hari lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 6,5 tahun kepada seorang terdakwa kasus korupsi senilai Rp300 triliun. “Apa ini artinya? Anak kami yang tidak berdosa dihancurkan masa depannya, tapi hukum seolah berpihak kepada pelaku. Saya hanya pedagang kaki lima, apa keadilan memang hanya untuk mereka yang punya uang?” tanya Kuslan dengan lirih.
Kuslan berharap Presiden Prabowo Subianto dapat memberikan perhatian khusus pada kasus ini dan menegakkan keadilan bagi rakyat kecil. Ia juga meminta agar para penegak hukum yang terlibat, termasuk jaksa dan hakim, dievaluasi serta ditindak tegas jika terbukti bermain-main dengan hukum.
“Kami hanya ingin keadilan. Jangan ada lagi korban anak-anak yang diperlakukan seperti ini. Saya mohon kepada Presiden untuk bertindak. Jangan biarkan kami kaum kecil terus diperlakukan tidak adil,” tutup Kuslan penuh harap.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menggugah empati masyarakat terhadap perlindungan anak, sekaligus membuka kembali perdebatan mengenai integritas penegakan hukum di Indonesia.