Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
A. Ketika Allah Bersumpah
Pembahasan tentang sumpah Allah dalam Al-Quran perlu menjadi perhatian serius kita. Karena dalam sehari-hari kita membaca Al-Quran dan seringkali kita mendapatkan surat atau ayat yang diawali dengan “sumpah” dari Allah . Dengan memberikan perhatian yang serius, maka kita akan dapat memetik intisari pesan Al-Quran. Sehingga Al-Quran yang kita baca dan kita dengar memberikan kesan mendalam dan mendorong kita untuk mengamalkannya.
Karena begitu pentingnya, maka ulama kita banyak memberikan perhatian terhadap masalah ini. Ibnu Qayyim al-Jauziyah menulis sebuah buku khusus berjudul aqsâmul Qurân (sumpah-sumpah di dalam Al-Quran). Menurut beliau maksud dari sumpah Allah adalah tahqîqul khabar wa tauqîduhu (menjelaskan kebenaran berita tersebut dan untuk penegasan atau penekanan sesuatu). Dengan demikian jika kita mendapati redaksi Al-Quran yang di dalamnya ada sumpah, itu berarti berita itu benar dan merupakan sesuatu yang sangat ditekankan.
Mungkin akan timbul pertanyaan lagi, “Jika sumpah itu ditujukan kepada seorang mukmin, bukankah seorang mukmin sudah otomatis percaya dengan berita yang ada di hadapannya, tanpa harus dinyatakan dengan sumpah? Adapun jika sumpah itu ditujukan untuk orang kafir, bukankah sumpah apapun sebenarnya tidak akan memberikan pengaruh pada mereka?”
Pertanyaan saya dan Anda dijawab oleh Ibnu Qayyim. Kata beliau, Al-Quran itu diturunkan dalam bahasa Arab dan menjadi kebiasaan orang Arab jika hendak menegaskan sesuatu maka mereka bersumpah. Abul Qasim al-Qusyairi juga menambahkan bahwa Allah menyebutkan sesuatu dengan sumpah dengan tujuan untuk menyempurnakan hujjah dan menegaskannya. Sebagaimana diketahui bahwa untuk menetapkan suatu hukum maka dibutuhkan dua hal; persaksian atau sumpah. Atas dasar itu, maka Allah menyebutkan sekaligus dua unsur tersebut di dalam AlQuran, sehingga tidak ada lagi tersisa celah bagi mereka untuk beralasan.
Sebagai contoh firman Allah:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. Ali Imran [3]: 18)
Kemudian, sumpah juga tidak akan disebutkan kecuali untuk sesuatu yang “diagungkan”. Allah sendiri telah bersumpah atas Zat-Nya sebanyak tujuh kali di beberapa tempat Al-Quran
“Dan mereka menanyakan kepadamu, “Benarkah (azab yang dijanjikan) itu? Katakanlah: “Ya, demi Tuhanku, Sesungguhnya azab itu adalah benar dan kamu sekali-kali tidak bisa luput (daripadanya)”. (QS. Yunus [10]: 53)
“Katakanlah, “Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripadaNya sebesar zarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Saba [34]: 3)
“Katakanlah: “Memang, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan, kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun [64]: 7)
“Demi Tuhanmu, sesungguhnya akan Kami bangkitkan mereka bersama setan, kemudian akan Kami datangkan mereka ke sekeliling Jahannam dengan berlutut.” (Q.s.Maryam [19]: 68)
“Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua.” (QS. Al-Hijr [15]: 92)
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa [4]: 65)
“Maka Aku bersumpah dengan Tuhan yang memiliki timur dan barat, sesungguhnya kami benar-benar Maha Kuasa.” (QS. Al-Ma‟arij [70]: 40)
Itulah sumpah Allah atas Zat-Nya sendiri dalam beberapa tempat di Al-Quran. Selain sumpah atas Zat-Nya sendiri, Allah juga bersumpah atas ciptaan-Nya. Seperti sumpah Allah:
- Sesungguhnya dalam redaksi Al-Quran tersebut ada kata yang sengaja dibuang (disembunyikan). Kata yang sesungguhnya ada adalah Rabbut Tin (Rabb pencipta buah Tin), Rabbus Syams (Rabb pencipta matahari), atau Rabbud-Duha (Rabb penguasa waktu duha), dan lain-lain. Dan inilah gaya bahasa Al-Quran.
- Orang Arab memang telah terbiasa bersumpah atas nama-nama ini untuk mereka agungkan. Maka dari itu, Al-Quran turun dengan gaya bahasa yang sebenarnya telah mereka kenal.
- Sumpah-sumpah yang biasanya ada, disampaikan dengan tujuan untuk “mengagungkan” sesuatu yang dianggap agung oleh orang yang bersumpah atau karena dianggap mulia. Padahal tidak ada sesuatu pun yang melebihi keagungan Allah dalam penciptaan-Nya. Maka dari itu, terkadang Allah bersumpah atas nama Zat-Nya, dan terkadang pula atas nama ciptaan-Nya, untuk menunjukkan betapa hebat dan istimewa ciptaan Allah.
Dan memang jika kita dapatkan sumpah atas sesuatu ciptaan secara otomatis sumpah atas pihak yang menciptakan, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abil Ishbi‟. Bahkan ada yang mengatakan bahwa sumpah atas segala sesuatu itu hak prerogatif Allah, adapun sumpah bagi selain Allah tidak diperkenankan.
Yang jelas, terpenting bagi kita adalah bagaimana kita serius merespons seruan Allah. Dan yang lebih khusus seruan Allah tentang optimalisasi waktu duha, baik dengan shalat atau dengan zikir dan doa. Allah telah memberikan keistimewaan tersendiri tentang waktu duha sebagaimana yang akan kami singgung pada pembahasan berikutnya.
B. Demi Waktu Duha!
“Demi waktu Duha!” Demikian Allah bersumpah dalam surat Ad-Duha ayat 1.
Kata ad-duha secara umum digunakan dalam arti sesuatu yang tampak dengan jelas. Langit karena terbuka dan tampak jelas dinamai dhâhiyah. Tanah atau wilayah yang selalu terkena sinar matahari dinamai dhahiyyah. Segala sesuatu yang tampak dari anggota badan manusia manusia seperti bahunya dhawâhi. Seseorang yang berjemur di panas matahari atau terkena sengatannya digambarkan dengan kata dhahâ fulânun. Al-Quran menghadapkan kata ini dengan „asyiyyah (sore).
Dapat diamati bahwa bila Al-Quran menggambarkan suatu waktu tertentu maka Dia memberikan sifat tertentu kepada waktu tersebut, misalnya Lailatul Qadr (Malam Mulia) atau Yaumal taqal jam‟ân (hari bertemunya dua pasukan), Yaumud Dîn (hari pembalasan), dan sebagainya. Ini berarti bahwa jika Al-Quran tidak menyifati satu waktu atau hari, maka yang dimaksudnya adalah waktu atau harihari umum dan yang silih berganti terulang, seperti al-Fajr (Fajar), al-Lail (malam), dan ad-Duha ini.
Matahari, ketika naik sepenggalah, cahayanya memancar menerangi seluruh penjuru, pada saat yang sama ia tidak terlalu terik, sehingga tidak mengakibatkan gangguan sedikit pun, bahkan panasnya memberikan kesegaran, kenyamanan, dan kesehatan. Kalaupun ada sesuatu yang tidak disentuh oleh cahayanya, maka hal itu bukan disebabkan oleh matahari itu tetapi karena posisi lokasi itu sendiri yang dihalangi oleh sesuatu.
Itulah gambaran tentang ad-Duha, yaitu matahari ketika naik sepenggalah. Allah menggambarkan kehadiran wahyu yang selama ini diterima oleh Rasulullah sebagai kehadiran cahaya matahari yang sinarnya demikian jelas, menyenangkan dan menyehatkan. Memang, petunjukpetunjuk Ilahi dinyata-kan sebagai pembawa cahaya yang terang benderang. Kitab suci Al-Quran memperkenalkan dirinya di antara lain sebagai :
“(Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS. Ibrahim [14]: 1)
Hubungan antara kata ad-Duha dengan al-lail yang dinyatakan dalam bentuk sumpah (qasam) menunjukkan bahwa waktu duha adalah waktu di saat cahaya matahari mulai merekah. Jika kita tadabburi hal ini mengisyaratkan mulai turunnya wahyu dan datangnya hidayah Allah. Dan „malam‟, memang waktu di mana Rasulullah biasa melakukan shalat malam, sehingga bacaan Al-Quran di rumah beliau atau di masjidil Haram terdengar oleh tetangga di dekatnya.
Dalam ayat lain, Allah juga menyandingkan kata adDuha dengan asy-Syamsu. Seperti dalam firman Allah:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari.” (Q.s. Asy-Syams [91]: 1)
Seperti yang diketahui, tidak ada satu pun sumpah yang Allah sampaikan di dalam Al-Quran kecuali ia membawa pesan yang sangat penting. Baik sumpah tersebut dengan waktu, dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain atau dengan apapun. Dan secara otomatis sumpah Allah‟ tersebut menuntun perhatian kita.
Kesinambungan waktu yang disebutkan di dalam AlQuran, mulai dari kegelapan menuju cahaya, matahari kemudian bulan, yang terjadi di alam semesta ini, secara teratur dan sangat teliti, dan bagaimana semua melayani keperluan manusia, merupakan bukti yang tidak terbantahkan bahwa Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, dan Mahakuasa atas segala sesuatu, dan Dialah satu-satunya Zat yang pantas disembah, dan selain Dia adalah batil.
- Ayat-ayat yang Menyinggung Waktu Duha
Ada beberapa yang bisa kita temukan dalam Al-Quran yang menyebutkan kata Duha– sebagaimana sudah saya sebutkan di depan:
- Surat Ad-Duha ayat 1
“Demi waktu Duha.” (Q.s. Ad-Duha [93]: 1)
2. Surat Asy-Syams ayat 1
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari.” (Q.s. Asy-Syams [91]: 1)
3. Surat An-Naziat ayat
“Dan dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan siangnya terang benderang.” (QS. An-Naziat [79]: 29)
4. Surat An-Naziat ayat 46
“Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (QS. An-Naziat [79]: 46)
5. Surat Thaha ayat 119
“Dan sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya.” (Q.s. Thaha [20]: 119)
6. Surat Al-A’raf ayat 98
“Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalahan naik ketika mereka sedang bermain?” (Q.s. Al-A‟raf [7]: 98)
7. Surat Thaha ayat 59
“Berkata Musa, “Waktu untuk pertemuan (Kami dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia pada waktu matahari sepenggalahan naik.” (Q.s. Thaha [20]: 59)
Beberapa ayat yang saya kumpulkan dari berbagai surat dalam Al-Quran mengisahkan aktivitas dari peristiwa yang berbeda-beda. Ada yang hanya sekadar menegaskan pentingnya waktu duha, ada yang mengisyaratkan bahwa waktu duha senantiasa diiringi dengan mulai munculnya cahaya matahari hingga naik sepenggalah, ada yang menceritakan keadaan bagaimana ketika Adam di surga atau peringatan dari Allah akan kemungkinan datangnya azab secara tiba-tiba di waktu Duha, atau kisah perseteruan antara Musa dan Fir‟aun yang akan menantang Musa dengan kekuatan para tukang sihirnya.
Semua itu mestinya dapat diambil intisari pelajaran yang sangat berharga. Dan yang terpenting kita mampu memberikan perhatian yang besar tentang waktu Duha ini. Tidakkah hati kita tergetar ketika Allah bersumpah dengan waktu Duha?
“Demi waktu Duha!” Anda akan mendapat berkah.
“Demi waktu Duha!” barangkali kita akan ditimpa azab jika duha kita isi dengan kemaksiatan. Naudzu billahi min dzalik!
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Ada_Apa_Dengan_Dhuha
#Demi_Waktu_Dhuha