Digindonews.com — Anggota Komisi I DPR RI Ir. H. Irwan Ardi Hasman hadiri webinar yang digelar Kementerian Kominfo RI dengan tema “Etika Berpendapat dan Berdemokrasi di Ruang Digital”, di Johns Cianjur Aquatic Resort pada Rabu, 07 Februari 2024.
Dalam materinya Irwan menyampaikan bahwa di era sekarang ini, segala aktivitas kita sangat bergantung pada kemudahan teknologi saat ini. Etika berpendapat di ruang digital menuntut adanya sikap saling menghormati antarindividu, meskipun pendapatnya berbeda. Sikap terbuka terhadap perbedaan pendapat menjadi dasar bagi diskusi yang sehat dan membangun.
Di sisi lain, etika berpendapat di ruang digital juga mencakup kemampuan untuk menyaring informasi. Dalam era informasi yang begitu cepat dan melimpah, penting bagi setiap individu untuk memiliki kemampuan kritis dalam memilah informasi yang benar dan akurat. Mampu memahami sumber informasi, memeriksa keabsahan, dan menghindari penyebaran informasi palsu adalah langkah-langkah penting dalam menjaga integritas diskusi dan memastikan kontribusi positif di ruang digital.
Ketika berbicara tentang demokrasi di ruang digital, perlu dipahami bahwa media sosial dan platform daring menjadi wadah bagi ekspresi demokratis. Namun, demokrasi digital juga menghadapi tantangan, terutama terkait dengan polarisasi dan filter bubble. Filter bubble terjadi ketika individu hanya terpapar pada opini dan informasi yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri. Oleh karena itu, penting untuk membangun kesadaran akan keberagaman pandangan dan mencari informasi dari berbagai sumber agar tidak terjebak dalam gelembung informasi yang mempersempit perspektif.
Senada dengannya, Dr. H. Nanang Rustandi, S.Ag., MH. (Dosen Tetap FEBI UNSUR) menyampaikan bahwa etika berpendapat di ruang digital juga mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi dan mengatasi berita palsu atau informasi yang menyesatkan. Pegiat literasi digital menyadari bahwa penyebaran informasi yang salah dapat merusak diskusi publik dan mempengaruhi pengambilan keputusan.
Oleh karena itu, mereka mendorong pentingnya literasi informasi dan kemampuan kritis untuk memfilter serta memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya. Etika berpendapat dalam konteks ini melibatkan tanggung jawab individu untuk menjadi penjaga kebenaran informasi di ruang digital. Sementara itu, keberlanjutan demokrasi di ruang digital juga terkait erat dengan perlunya menghindari praktek-praktek siberbullying dan tindakan-tindakan intimidasi online.
Etika berpendapat menekankan pentingnya menjaga lingkungan digital yang aman dan inklusif, di mana setiap individu merasa nyaman untuk menyampaikan pendapatnya tanpa takut menjadi korban tindakan negatif. Menciptakan budaya online yang menghargai keberagaman dan menghormati hak setiap individu untuk berbicara adalah langkah nyata dalam membangun demokrasi yang kuat di ruang digital.
Etika berpendapat dan berdemokrasi di ruang digital tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau platform digital semata. Pegiat literasi digital memandangnya sebagai kewajiban bersama untuk menciptakan lingkungan digital yang sehat, inklusif, dan beretika. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip etika berpendapat, masyarakat digital dapat secara aktif berkontribusi pada pembentukan demokrasi yang berkelanjutan dan kuat di era digital ini.
Selanjutnya, Dr. Ismail Cawidu, M.Si. (Pegiat Literasi Digital) juga memaparkan dalam konteks etika berpendapat di dunia digital, penting untuk memahami bahwa setiap tindakan memiliki dampak yang dapat dirasakan oleh banyak orang.
Oleh karena itu, sebagai anggota masyarakat digital, kita perlu mengembangkan kesadaran akan konsekuensi dari setiap kata dan tindakan yang kita lakukan online. Etika digital bukan hanya tentang menjaga diri sendiri, tetapi juga tentang berkontribusi positif terhadap lingkungan digital yang kita tempati. Etika berpendapat dan berdemokrasi di ruang digital juga mencakup kemampuan untuk mendengarkan dengan bijaksana. ***