Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Ketika Abdurrahman An-Nashir membangun Madinatu Zahra‟ di Andalusia, bahan-bahan yang digunakan serba mewah dan antik. Dana yang digunakannya pun tidak terhitung jumlahnya. Ia juga membangun istana yang megah, berarsitektur seni yang paling mutakhir pada saat itu. Kubahnya terdiri dari keramik yang bertahtakan emas dan perak.
Adalah Mundzir bin Said seorang qadhi ‟hakim‟ dan ahli fiqh di negeri itu. Ketika mendengar bahwa Abdurrahman An-Nashir telah menghambur-hamburkan harta kekayaan rakyatnya untuk pembangunan yang bermegah-megahan, ia pun marah dan berkeinginan untuk mengingatkannya. Pada suatu kesempatan, ketika ia sedang berkhutbah di masjid yang dihadiri Khalifah Abdurrahman beliau berkata, ”Benar-benar di luar dugaanku, bahwa setan sempat mengantarkanmu pada kondisi yang sedemikian rupa. Dan engkau tidak berkuasa menahannya dengan kepemimpinanmu, padahal Allah telah mengangkat dan mengutamakan ke-dudukan engkau di atas semua rakyat, akibatnya Allah akan menempatkan engkau setingkat dengan kedudukan orang-orang kafir.” Begitu peringatan yang ditujukan kepada Khalifah Abdurrahman.
Menyadari bahwa peringatan Mundzir itu untuk dirinya, maka sang Khalifah pun bangkit dan memotong khutbah Mundzir seraya berkata, ”Perhatikan ucapanmu! Bagaimana bisa Allah menempatkan diriku sekedudukan dengan orang-orang kafir?”
“Ya memang begitu.” jawab Mundzir dengan cepat dan tangkas. Mundzir melanjutkan, ”Bukan-kah Allah SWT berfirman, ” Dan sekiranya bukan Karena hendak menghindari manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), tentulah kami buatkan bagi orangorang yang kafir kepada Tuhan yang Maha Pemurah loteng-loteng perak bagi rumah mereka dan (juga) tangga-tangga (perak) yang mereka menaikinya. Dan (Kami buatkan pula) pintu-pintu (perak) bagi rumah-rumah mereka dan (begitu pula) dipan-dipan yang mereka bertelekan atasnya.” (QS. Az-Zukhruf: 33-34).
Mendengar jawaban Mundzir yang disertai firman Allah tersebut, maka khalifah terdiam dan menundukkan kepalanya. Tak terasa air matanya mengalir membasahi jenggotnya, badannya gemetar, menggigil tanda ketakutan mencekam dirinya. Sambil menatap Mundzir, Khalifah berkata, ”Terimakasih hai Qadhi. Semoga Allah membalas kebaikanmu, juga terhadap segenap kaum Muslimin. Sungguh betapa baiknya, bila di tengah masyarakat banyak orang sepertimu. Dan demi Allah, apa yang Anda katakan adalah benar.”
Kemudian Khalifah bangkit dari duduknya sambil memohon ampun kepada Allah dan menginstruksikan kepada para menterinya untuk merombak kubah yang bertahtakan emas dan perak dan menggantinya dengan batu bata biasa.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Nasihat_Seorang_Qadhi_Untuk_Khalifah