DigIndonews.com, Jakarta – Arus informasi di ruang digital yang semakin deras membawa tantangan besar bagi masyarakat Indonesia. Di tengah kemudahan mengakses dan membagikan informasi, hoaks dan ujaran kebencian masih kerap beredar dan berpotensi memecah belah kehidupan sosial. Kondisi tersebut menjadi perhatian dalam kegiatan Ngobrol Bareng Legislator bertema “Dari Hoax ke Hate Speech: Menata Etika Komunikasi di Ruang Digital” yang digelar pada Senin, 15 Desember 2025.
Dalam forum tersebut, Anggota Komisi I DPR RI R.H. Imron Amin, S.H., M.H. menegaskan bahwa tingginya jumlah pengguna internet di Indonesia merupakan peluang sekaligus tantangan. Menurutnya, ruang digital seharusnya dimanfaatkan untuk memperkuat edukasi, demokrasi, dan persatuan, bukan justru menjadi sarana penyebaran informasi palsu dan ujaran kebencian. Ia menjelaskan bahwa hoaks sering muncul dari informasi yang tampak sepele, namun dapat berkembang menjadi narasi yang menyerang kelompok tertentu dan memicu konflik sosial.
Imron Amin menilai, rendahnya kesadaran etika komunikasi menjadi salah satu penyebab utama maraknya hoaks dan hate speech. Banyak pengguna media sosial menyebarkan informasi tanpa memeriksa kebenaran dan dampaknya. Karena itu, ia mengajak masyarakat membiasakan diri untuk berpikir kritis sebelum membagikan konten, dengan mempertimbangkan kebenaran informasi, urgensi penyebaran, serta potensi dampak terhadap pihak lain.
Sementara itu, pegiat literasi digital Didi, S.E., Ak., M.Ak., CA., AWM., Cert.IFR., CRMO., AWP. menekankan bahwa persoalan hoaks dan ujaran kebencian tidak bisa dipandang semata sebagai masalah teknologi. Menurutnya, etika komunikasi di ruang digital adalah persoalan budaya yang harus dibangun bersama. Ia menilai reaksi emosional dan kebiasaan berbagi informasi secara impulsif justru mempercepat penyebaran konten bermasalah.
Didi juga menyoroti pentingnya peran keluarga, sekolah, dan komunitas dalam menanamkan literasi digital sejak dini. Pendidikan yang hanya berfokus pada kemampuan teknis tanpa disertai nilai etika dinilai belum cukup untuk membentengi masyarakat dari hoaks dan ujaran kebencian. Selain itu, sinergi antara pemerintah, platform digital, dan masyarakat sipil dinilai penting untuk menciptakan ekosistem digital yang sehat dan bertanggung jawab.
Diskusi ini menegaskan bahwa kebebasan berekspresi di ruang digital harus berjalan seiring dengan tanggung jawab sosial. Etika komunikasi bukan untuk membatasi kritik, melainkan menjaga agar perbedaan pendapat tidak berubah menjadi ujaran kebencian yang merusak persatuan. Melalui kegiatan ini, para narasumber mengajak masyarakat menjadikan ruang digital sebagai ruang publik yang beradab, aman, dan mencerminkan kedewasaan dalam berkomunikasi.


