Digindonews.com, Jakarta, Senin (15/12/2025) — Pegiat Literasi Digital Didi, S.E., Ak., M.Ak., CA., AWM., Cert.IFR., CRMO., AWP.mengingatkan generasi milenial agar mampu mengelola pemanfaatan teknologi digital secara seimbang, beretika, dan berorientasi pada produktivitas. Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Ngobrol Bareng Legislator bertema “Pentingnya Pemanfaatan Digital Bagi Milenial Menghadapi Tantangan Masa Depan”.
Didi menjelaskan bahwa Indonesia saat ini berada dalam fase penting transformasi digital. Pemerintah terus memperluas jangkauan internet, termasuk ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), guna membuka kesempatan yang setara bagi seluruh masyarakat dalam mengakses ruang digital.
Berdasarkan data, generasi milenial mengambil porsi sekitar seperempat dari total pengguna internet di Indonesia. Kondisi ini menempatkan milenial sebagai aktor utama dalam ekosistem digital nasional, baik sebagai tenaga kerja, pelaku usaha, maupun kreator konten.
Ia menyebutkan bahwa karakteristik milenial yang dekat dengan teknologi juga membawa tantangan tersendiri, termasuk meningkatnya risiko technostress, kecemasan, dan tekanan sosial akibat penggunaan perangkat digital yang berlebihan. Indonesia bahkan pernah tercatat sebagai salah satu negara dengan durasi penggunaan ponsel terlama, mencapai lebih dari enam jam per hari.
Menurut Didi, perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan, otomatisasi, dan digitalisasi kerja menuntut generasi milenial untuk adaptif dan terus meningkatkan kapasitas diri. Disrupsi dunia kerja serta persaingan global juga menjadi tantangan nyata yang membutuhkan kemampuan komunikasi digital dan personal branding yang kuat.
Ia juga menyoroti persoalan literasi dan etika digital yang masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Maraknya hoaks, penipuan daring, pelanggaran privasi, hingga penyalahgunaan teknologi dinilai membutuhkan peran aktif milenial sebagai agen literasi digital di lingkungan masing-masing.
Selain peluang besar di sektor ekonomi digital, Didi mengingatkan bahwa pemanfaatan teknologi yang tidak terkendali dapat berdampak pada kesehatan mental dan produktivitas. Oleh karena itu, ia mendorong penerapan digital well-beingmelalui pengaturan waktu layar, pembatasan notifikasi, hingga praktik digital detox.
Menurutnya, teknologi seharusnya menjadi alat bantu untuk tumbuh dan berkarya, bukan sumber tekanan. Dengan literasi digital yang sehat, kreativitas, dan konsistensi, generasi milenial dinilai memiliki peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.
Menutup pemaparannya, Didi menegaskan bahwa masa depan ada di tangan generasi milenial sendiri. “Digital adalah sarana, bukan tujuan akhir. Dengan komitmen dan arah yang jelas, teknologi dapat menjadi alat untuk berkembang, bukan penghambat,” ujarnya.***


