Digindonews.com — Para akademisi dan pegiat komunitas mendorong transformasi Sekolah Rakyat menjadi pusat literasi digital masyarakat, untuk menjawab persoalan kemiskinan dan ketimpangan teknologi di Indonesia. Dorongan tersebut disampaikan dalam Forum Diskusi Publik “Literasi Digital Sekolah Rakyat Sebagai Motor Pengentasan Kemiskinan” yang digelar Jumat, 7 November 2025.
Dosen Ilmu Komunikasi UAI, Wildan Hakim, menyebut literasi digital hari ini sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Menurutnya, rendahnya kemampuan masyarakat dalam memanfaatkan teknologi secara produktif menjadi hambatan besar dalam mengurangi ketimpangan sosial. “Skor literasi digital kita baru 3,65. Banyak warga bisa memakai ponsel, tapi belum tahu bagaimana menjadikannya sebagai alat peningkatan ekonomi,” jelas Wildan.
Ia menjelaskan bahwa Sekolah Rakyat dapat menjadi pusat pelatihan digital masyarakat prasejahtera. Melalui pendekatan berbasis kebutuhan lokal, warga bisa belajar membuat akun digital, memasarkan produk desa secara online, hingga memanfaatkan aplikasi pertanian atau keuangan digital.
Pegiat literasi digital, Sarjon Adarani, turut menyoroti tingginya angka masyarakat yang belum tersentuh internet stabil. Berdasarkan data APJII 2023, 20 persen penduduk Indonesia — mayoritas berada di wilayah 3T — belum memiliki akses yang memadai. “Kesenjangan digital ini bukan cuma soal sinyal. Ini soal kesempatan hidup. Mereka yang tidak melek digital akan tertinggal makin jauh,” ujar Sarjon.
Ia menilai Sekolah Rakyat dapat berperan sebagai pusat pemberdayaan digital berbasis gotong royong. Melalui pelatihan yang relevan dengan kehidupan sehari-hari, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi secara produktif dan aman. “Banyak warga masih mudah tertipu hoaks dan penipuan daring. Jadi literasi digital juga harus menyentuh aspek etika, keamanan, dan kesadaran kritis,” tambahnya.
Sarjon mendorong agar gerakan literasi digital di Sekolah Rakyat menjadi gerakan sosial yang melibatkan pemerintah, relawan, kampus, dan sektor swasta. “Kalau setiap desa punya pusat belajar digital, yang lahir bukan hanya warga melek teknologi, tapi masyarakat yang berdaya dan mandiri,” katanya.
Ia menutup dengan pesan bahwa pemberantasan kemiskinan tidak cukup hanya dengan bantuan sosial. “Kemiskinan adalah soal akses pengetahuan. Literasi digital adalah pintu perubahan itu — dan Sekolah Rakyat bisa menjadi pendorong utamanya.”***


