Digindonews.com, Bekasi — Upaya mewujudkan ruang digital yang aman dan sehat bagi anak kini menjadi perhatian serius pemerintah bersama DPR RI dan para praktisi komunikasi. Dalam kegiatan sosialisasi yang dihadiri oleh Anggota Komisi I DPR RI, R.H. Imron Gun Gun, S.H., M.H., serta praktisi komunikasi Drs. Gun Gun Siswadi, M.Si., dibahas secara mendalam tantangan dan arah kebijakan perlindungan anak di dunia maya.
R.H. Imron Gun Gun menegaskan bahwa ketika berbicara tentang ruang digital yang aman, sesungguhnya bangsa ini sedang membicarakan masa depannya sendiri. “Anak-anak kita bukan hanya pengguna teknologi, tetapi warga dunia digital. Maka, melindungi mereka berarti melindungi masa depan Indonesia,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa ancaman terhadap anak di ruang digital kian nyata. Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat lebih dari 35 ribu laporan konten bermuatan pornografi dan kekerasan terhadap anaksepanjang tahun 2023. Survei UNICEF–ECPAT Indonesia juga menunjukkan satu dari tiga anak pernah menerima pesan online yang tidak pantas.
Menurut Imron, membangun ruang digital yang aman tidak cukup dengan regulasi, tetapi juga dengan kesadaran kolektif antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan platform digital. Pendampingan aktif orang tua menjadi kunci, bukan larangan semata. “Kita perlu budaya baru: literasi digital dalam keluarga,” tegasnya.
Sementara itu, praktisi komunikasi Gun Gun Siswadi menambahkan bahwa Indonesia kini menghadapi tiga tantangan utama di dunia maya, yakni banjir informasi, konten negatif, dan perilaku digital yang tidak produktif. Berdasarkan data APJII 2025, pengguna internet anak di bawah 12 tahun terus meningkat, menunjukkan bahwa dunia digital kini menjadi ruang hidup anak-anak.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS). Aturan ini mengatur penyaringan konten, pelaporan publik, verifikasi usia pengguna, serta perlindungan data pribadi anak.
“Namun regulasi saja tidak cukup. Kita perlu ruang digital keluarga yang sehat dan budaya komunikasi yang berempati,” jelas Gun Gun. Ia juga mengingatkan pentingnya empat pilar literasi digital — keterampilan, budaya, etika, dan keamanan digital — sebagai fondasi pembentukan karakter anak di dunia maya.
Melengkapi pandangan itu, psikolog klinis Rahma Dwi Putri, M.Psi., menegaskan bahwa dunia digital kini menjadi ruang tumbuh baru bagi anak. Paparan konten negatif dan cyberbullying dapat berdampak serius terhadap perkembangan psikologis mereka. “Data KPAI menunjukkan lebih dari 40% kasus kekerasan siber melibatkan anak sebagai korban. Ini menandakan bahwa ruang digital belum sepenuhnya ramah bagi anak-anak kita,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan publik perlu berpihak pada keseimbangan antara perkembangan teknologi dan kesehatan mental anak. Pendekatan keluarga, sekolah, serta kebijakan pemerintah harus berjalan beriringan. “Jika ruang digital kita aman, sehat, dan edukatif, maka kita bukan hanya melindungi anak, tetapi menyiapkan generasi masa depan yang berdaya dan berkarakter,” tutup Rahma.***


