Digindinews.com- Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Benny Ario mengapresiasi langkah Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol. Suyudi Ario Seto, yang mengajak masyarakat untuk memanfaatkan program rehabilitasi bagi para penyalahguna narkoba. Ia menilai kebijakan tersebut merupakan pendekatan yang lebih humanis, progresif, dan berorientasi pada pemulihan bangsa, bukan sekadar penegakan hukum yang represif.
Benny mengatakan, selama ini banyak korban penyalahgunaan narkotika yang enggan melapor karena khawatir akan dipenjara. Padahal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, penyalahguna narkoba berhak mendapatkan layanan rehabilitasi medis dan sosial. Menurutnya, paradigma ini perlu terus disosialisasikan agar publik memahami bahwa rehabilitasi bukan bentuk hukuman, melainkan langkah penyelamatan manusia.
Kita harus ubah pola pikir masyarakat. Pecandu bukan musuh, tapi korban yang perlu ditolong. Negara dan masyarakat harus hadir untuk menyembuhkan, bukan menghakimi,” ujar Benny di Jakarta, Selasa (15/10).
Ia menegaskan, langkah BNN di bawah kepemimpinan Komjen Suyudi sejalan dengan prinsip pendekatan kemanusiaan yang memulihkan, bukan menghukum, sebagaimana semangat Islam dalam menyeru pada perbaikan diri (islah). Pendekatan ini, kata Benny, juga mencerminkan nilai dasar HMI yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang bisa berubah dan diperbaiki.
Dalam Islam, setiap manusia punya peluang untuk bertobat dan memperbaiki diri. Maka negara harus menjadi ruang bagi pemulihan, bukan hanya penghukuman,” tegasnya.
Perubahan Paradigma Nasional
Data dari BNN menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2024, lebih dari 4 juta orang di Indonesia terindikasi sebagai penyalahguna narkotika, dan sekitar 60 persen di antaranya adalah usia produktif. Namun, dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil yang berani mengakses layanan rehabilitasi. Faktor ketakutan hukum dan stigma sosial menjadi penghambat utama.
Melihat kondisi tersebut, Benny menilai ajakan Kepala BNN menjadi momentum penting untuk menggeser paradigma nasional dalam pemberantasan narkoba — dari penindakan ke arah pemulihan. Ia menyebut bahwa keberhasilan sebuah negara dalam menghadapi narkotika tidak hanya diukur dari jumlah tangkapan, tetapi juga dari seberapa banyak korban yang bisa dipulihkan dan dikembalikan ke masyarakat.
Ukuran keberhasilan bukan berapa banyak yang ditangkap, tapi berapa banyak yang diselamatkan. Karena korban yang sembuh hari ini bisa menjadi agen perubahan esok hari,” kata Benny.
Peran Mahasiswa dan Pemuda
Sebagai aktivis HMI, Benny juga menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam membantu pemerintah dan BNN melakukan edukasi pencegahan serta pendampingan rehabilitasi. Ia mengajak kader HMI di seluruh Indonesia untuk aktif dalam gerakan sosial dan kampanye sadar narkoba di lingkungan kampus dan masyarakat.
HMI punya tanggung jawab moral untuk ikut menjaga generasi muda dari bahaya narkoba. Kita harus bergerak bukan hanya di ruang diskusi, tapi juga di lapangan — membantu, mendampingi, dan memberi harapan,” ungkapnya.
Ia menyarankan agar BNN bekerja sama dengan organisasi kemahasiswaan dan lembaga pendidikan dalam memperluas jaringan informasi tentang rehabilitasi gratis, termasuk mekanisme pelaporan diri tanpa proses hukum. Menurutnya, pendekatan kolaboratif antara negara dan masyarakat sipil akan mempercepat terwujudnya Indonesia yang bersih dari narkoba.
Bangsa yang Memulihkan, Bukan Menghukum
Benny menutup dengan pesan moral yang kuat: perang terhadap narkoba bukan hanya urusan aparat, tetapi tanggung jawab moral seluruh bangsa. Ia menekankan bahwa rehabilitasi adalah bentuk nyata dari keadilan sosial dan kemanusiaan, karena memberi ruang bagi manusia untuk memperbaiki diri dan kembali berkontribusi bagi negara.
Bangsa yang besar bukan bangsa tanpa masalah, tapi bangsa yang mau memulihkan warganya. Kita tidak boleh menyerah pada generasi yang tersesat — justru di situlah tugas moral kita sebagai bangsa yang beriman,” pungkas Benny.***