Digindonews.com — Sosialisasi Pendidikan Pemilih Pasca Pemungutan Suara Untuk Pemilih Strategis Dan Rentan Di Daerah 3T, PEMILU SERENTAK 2024 digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Rote Ndao, NTT, 15 Oktober 2024.
Baharudin Hamzah anggota KPU Provinsi NTT) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menyampaikan bahwa kita dihadapkan pada tugas besar untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memilih.
Menurutnya, Sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 1945, pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Ini adalah asas-asas penting yang harus dijaga oleh kita semua, baik penyelenggara, peserta, maupun pemilih. KPU, sebagai lembaga penyelenggara pemilu, memastikan bahwa setiap tahapan pemilu, dari pendaftaran pemilih hingga pemungutan dan penghitungan suara, dilakukan dengan transparansi dan integritas yang tinggi.
Ia menambahkan penting bagi kita untuk memahami bahwa setiap warga negara Indonesia yang berusia 17 tahun atau lebih, yang sudah menikah atau pernah menikah, memiliki hak untuk memilih. Bagi masyarakat di NTT, aksesibilitas menjadi isu utama, tetapi kami di KPU telah berkomitmen untuk memperluas akses ini dengan mengoptimalkan sumber daya dan memastikan informasi terkait pemilu tersampaikan secara luas, termasuk kepada mereka yang tinggal di daerah terpencil. Berdasarkan pemetaan TPS untuk Pilkada 2024, Provinsi NTT akan memiliki lebih dari 9.700 TPS, dengan dukungan lebih dari 15.000 petugas yang siap melayani pemilih.
Selain itu, dalam Pilkada ini, ada tiga kategori pemilih yang perlu dipahami: Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Pindahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Tambahan (DPK). Setiap kategori ini memungkinkan pemilih untuk tetap menggunakan hak pilihnya, meski mereka mungkin sedang berada di luar domisili atau belum terdaftar di DPT. Kami mendorong masyarakat yang memenuhi syarat untuk aktif memeriksa status pemilihnya dan segera melaporkan jika ada kendala atau perubahan tempat tinggal, agar dapat diakomodasi dengan baik.
Selanjutnya, Dr. Rudi Rohi, S.H. M.Si. (Akademisi Universitas Nusa Cendana) menyampaikan bahwa sebagaimana yang akan kita hadapi pada tahun 2024 ini, adalah momen penting bagi bangsa kita. Proses memilih pemimpin tidak hanya sekadar tentang mencoblos, tetapi juga tentang menentukan arah kebijakan publik yang akan berdampak pada kehidupan kita. Pemilih seringkali memiliki berbagai alasan dalam memilih, entah itu berdasarkan pertimbangan politik, ekonomi, budaya, atau karena janji-janji politik yang ditawarkan oleh calon pemimpin. Ini adalah hal yang wajar dalam dinamika politik demokrasi.
Namun, satu hal yang harus kita pahami adalah bahwa memilih bukanlah akhir dari partisipasi kita sebagai warga negara. Justru setelah pemilihan, tugas kita sebagai masyarakat tidak selesai. Kita harus mengawal proses politik yang berlangsung setelahnya, khususnya dalam mengawasi realisasi janji-janji politik yang telah disampaikan oleh calon terpilih. Dalam perspektif akademis, ini dikenal sebagai mekanisme akuntabilitas politik. Pemilih memiliki hak dan kewajiban untuk menuntut pertanggungjawaban dari pemimpin yang telah mereka pilih, terutama jika janji-janji politik yang disampaikan tidak dipenuhi.
Jika kita melihat dinamika politik pasca-pemilu, ada dua hal yang bisa dilakukan ketika politisi atau pemimpin yang terpilih ingkar janji. Pertama, dalam jangka pendek, kita bisa memberikan kritik dan masukan kepada mereka. Ini adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan tanggung jawab masyarakat dalam demokrasi. Kritik yang konstruktif diperlukan untuk mengingatkan para pemimpin akan tanggung jawab mereka kepada rakyat. Kedua, dalam jangka panjang, jika pemimpin tersebut terus-menerus gagal memenuhi janji, masyarakat harus mempertimbangkan untuk tidak memilihnya lagi di pemilu berikutnya. Ini adalah mekanisme sanksi demokratis yang kita miliki melalui kotak suara.***