Digindonews.com — Rektor Universitas Sains Indonesia, Dr. Ir. Endah Murtiana Sari, ST., MM., menilai bahwa Sekolah Rakyat memiliki peran strategis dalam membangun kesadaran keselamatan digital bagi masyarakat kecil. Hal tersebut ia sampaikan dalam Forum Diskusi Publik bertema “Digital Safety Campaign: Sekolah Rakyat Sebagai Pemutus Rantai Kemiskinan”.
Endah menjelaskan bahwa di balik manfaat perkembangan teknologi digital, terdapat risiko yang dapat memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat jika tidak disertai literasi digital yang memadai.
“Banyak masyarakat belum memahami risiko digital seperti penipuan online, pencurian data pribadi, dan penyebaran hoaks. Ini menjadi ancaman serius, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah,” ungkapnya.
Ia mengutip data Kominfo 2024 yang menunjukkan indeks literasi digital Indonesia baru 3,65 dari skala 5 — kategori “sedang”. Sementara itu, BPS 2023 mencatat 27% masyarakat miskin tidak memiliki akses internet memadai dan lebih dari 30% tidak memiliki perangkat digital layak.
Endah menegaskan bahwa kesenjangan akses dan pemahaman digital dapat menciptakan bentuk baru kemiskinan, yaitu kemiskinan digital. Bahkan, berdasarkan laporan OJK 2024, lebih dari 5.000 korban pinjaman online ilegal berasal dari kelompok masyarakat berpendidikan rendah.
Dalam paparannya, Endah mendorong agar Sekolah Rakyat tidak hanya fokus pada baca-tulis, tetapi juga pada pembelajaran digital yang aman dan produktif. Sekolah Rakyat dapat memberikan edukasi tentang kata sandi aman, cara mengenali tautan berbahaya, hingga etika berinternet berbasis nilai gotong royong.
Selain sebagai pusat edukasi, Sekolah Rakyat juga dapat menjadi ruang kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, dan komunitas digital. Program pelatihan seperti pengelolaan toko online, pemasaran digital, hingga keamanan siber dasar telah terbukti mampu meningkatkan penghasilan masyarakat.
Sejalan dengan pandangan tersebut, pegiat literasi digital N. Syamsul Panna, S. Kom. menambahkan bahwa anak-anak dan remaja adalah kelompok paling rentan terhadap risiko digital seperti cyberbullying, konten negatif, dan eksploitasi online.
“UNICEF mencatat 1 dari 3 anak Indonesia pernah mengalami perundungan digital. Maka penting bagi orang tua dan guru untuk terlibat aktif dalam pendampingan digital,” jelas Syamsul.
Ia juga menyoroti potensi besar digitalisasi dalam membuka peluang ekonomi. Dengan literasi digital yang aman, masyarakat dapat mengikuti pelatihan daring, membuka toko online, hingga terlibat dalam ekonomi kreatif. Laporan McKinsey 2024 memprediksi digitalisasi dapat menciptakan 27 juta pekerjaan baru pada 2030.
Endah dan Syamsul sepakat bahwa digital safety harus menjadi gerakan kolektif. “Sekolah Rakyat bisa menjadi benteng literasi digital yang melindungi masyarakat dari bahaya digital sekaligus membuka peluang ekonomi,” tutup Endah.***


