Oleh: Hanang Dwi Atmojo
(01/09/2025), Jakarta — Suara rakyat kembali menyeruak dari berbagai penjuru negeri. Di warung kopi, di sudut-sudut pasar, hingga dalam perbincangan keluarga di rumah-rumah sederhana, keluh kesah tentang beratnya beban hidup kian nyaring terdengar. Tagar Indonesia Gelap dan Kabur Saja Dulu sempat ramai di media sosial, menggambarkan kegelisahan masyarakat terhadap biaya hidup yang semakin melambung.
Namun di balik segala kegundahan itu, rakyat masih menaruh harapan kepada Presiden. “Rakyatmu masih mencintaimu, rakyatmu masih berkumpul dalam barisan dukungan, dan rakyatmu masih berharap padamu,” begitu bunyi aspirasi yang disampaikan dengan penuh rasa getir namun tetap menjunjung kepercayaan.
Dalam desakan itu, terdapat tiga usulan besar yang dinilai dapat menjadi jalan keluar:
Pertama, penataan ulang keuangan negara. Pemerintah diminta menghentikan sementara program-program yang tidak menyentuh langsung kebutuhan rakyat, dan mengalihkan anggaran untuk kebijakan nyata yang meringankan beban masyarakat. Beberapa di antaranya adalah subsidi listrik hingga 50%, penetapan harga beras premium maksimal Rp13 ribu per kilogram, harga BBM yang lebih terjangkau (Pertalite Rp9.000, Pertamax Rp11.000, dan Biosolar Rp5.000), pembatasan uang kuliah, hingga pembangunan 1.000 pabrik padat karya untuk menekan angka pengangguran.Kedua, evaluasi kabinet dan kepemimpinan menteri. Presiden diharapkan melakukan peninjauan ulang atas jumlah maupun kinerja para pembantunya. Jika jumlahnya terlalu gemuk, perlu dilakukan penyederhanaan. Jika ada menteri yang tidak mampu bekerja dengan baik, masyarakat mendesak agar digantikan segera dengan sosok yang berintegritas dan dipercaya rakyat.
Ketiga, reformasi politik yang berani. Aspirasi keras juga mengemuka terkait keberadaan partai politik dan DPR. Jika kedua lembaga itu dinilai gagal menjalankan fungsi kerakyatannya, rakyat menghendaki Presiden berani mengambil langkah konstitusional. Bahkan bila perlu, menerbitkan dekrit untuk membubarkannya, lalu menggantinya dengan forum kebangsaan yang lebih bersih, profesional, dan berpihak kepada rakyat.
“Lebih baik negara ini sederhana, bahkan miskin, asalkan rakyat tidak dipaksa saling menyakiti dan berhadapan satu sama lain hanya untuk bertahan hidup,” demikian seruan itu ditutup dengan nada penuh harap.
Seruan keras namun sarat kepercayaan ini mencerminkan bahwa di balik keresahan mendalam, rakyat masih menggantungkan harapan besar kepada kepemimpinan Presiden. Kini publik menanti, apakah suara dari akar rumput ini akan dijawab dengan langkah nyata di momentum sejarah yang sedang bergulir.