Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Kali ini, kita akan membaca dan menyimak sebuah kisah indah tentang persahabatan. Persahabatan antara seorang ulama yang bernama Ibrahim Al Khawas dengan seorang pendeta.
Suatu hari Ibrahim keluar menziarahi Makkah dengan berjalan kaki. Tiba-tiba ia tersesat. Dalam kondisi seperti itu ia bertemu dengan seorang Pendeta Nashrani. Ketika sang pendeta melihatnya dia pun berkata,
“Wahai orang alim, bolehkah aku bersahabat denganmu?”.
“Haruskah aku menghalangi untuk bersahabat denganmu? Tidak ada alasan sedikitpun bagiku untuk menolakmu.”
Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari tanpa meminta makanan sehingga pendeta itu menyatakan rasa laparnya kepadanya,
“Sebenarnya aku tidak ingin menyampaikan kepadamu perihalku. Namun, aku sudah tak kuasa menahan ini semua. Aku sungguh-sungguh lapar. Adakah makanan yang engkau miliki yang bisa sedikit menghilangkan rasa laparku?”
“Wahai tuan, aku tidak mempunyai makanan. Namun, aku akan mencoba berdoa kepada Sang Pemilik makanan.”
“Siapa itu?”
“Allah.”
“Kalau begitu, aku serahkan urusan ini padamu.”
Ibrahim pun memohon kepada Allah dengan penuh khusyu‟ dan khudu‟.
“Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku, janganlah engkau mempermalukan aku di hadapan seteru engkau ini”.
Belum selesai Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah hidangan dari langit berisi dua keping roti, air minum, daging masak dan kurma. Maka mereka pun makan dan minum bersama-sama. Sesudah itu mereka pun meneruskan perjalanannya.
Setelah tiga hari tanpa makanan dan minuman, dikala pagi, Ibrahim pun berkata kepada rahib itu,
“Wahai pendeta, berikanlah kepadaku sesuatu makanan yang ada padamu!”
Pendeta itu pun menghadap kepada Allah, tiba-tiba turun hidangan dari langit seperti yang pernah diberikan kepada mereka pertama kali.
Melihat yang demikian itu, maka Ibrahim pun berkata kepada sang pendeta, “Demi kemuliaan dan ketinggian Allah, aku tidak akan makan sehingga engkau memberitahukan hal ini kepadaku”.
“Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka aku mengenal kemuliaanmu, lalu akupun memeluk agamamu. Sesungguhnya aku telah membuang-buang masa di dalam kesesatan dan sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepada-Nya. Dengan kemuliaanmu, tiadalah Allah mempermalukan aku. Maka terjadilah kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti ucapanmu (kalimah Syahadat)”.
Mendengar penuturan sang pendeta Ibrahim langsung sujud syukur, sebuah ungkapan atas ke-gembiraan dan rasa syukurnya kepada Allah.
Mereka pun meneruskan perjalanan sehingga sampai di Makkah Al Mukarramah. Setelah Mereka mengerjakan haji, maka mereka tinggal dua tiga hari lagi di tanah suci itu. Suatu ketika, sang pendeta yang telah masuk Islam itu menghilang dari pandangan Ibrahim. Ia lalu mencarinya di Masjidil Haram, tiba-tiba ia mendapatinya sedang melaksanakan shalat di samping Ka‟bah. Setelah sang pendeta itu selesai shalat maka dia pun berkata,
“Hai Ibrahim, sesungguhnya sudah dekat perjumpaanku dengan Allah, maka jagalah olehmu persahabatan dan persaudaraanku denganmu”. Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafas terakhirnya. Ibrahim menetetaskan air mata. Ia amat berduka atas kepergiannya. Ia segera mengurus jenazahnya dan pemakamannya.
Malam harinya Ibrahim bermimpi melihat sang pendeta itu dalam keadaan yang begitu elok sekali tubuhnya, dihiasi dengan pakaian sutera yang indah. Melihat hal itu, Ibrahim pun terus bertanya,
“Apa yang telah Allah perbuat kepadamu, wahai sahabatku!?”
Dia menjawab, “Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak, tetapi dimaafkan dan diampuni-Nya semua, karena aku berprasangka baik kepada-Nya dan Dia menjadikan aku seolaholah bersahabat denganmu di dunia dan bertetangga denganmu di akhirat”.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Persahabatan_Seorang_Ulama_dan_Pendeta