Oleh : Pernando Jefri Okta ( Aktifis HmI Dharmasraya)
Dharmasraya – Pendidikan adalah wajah masa depan bangsa. Namun, kondisi pendidikan Indonesia masih menghadapi krisis serius: kesenjangan akses antara kota dan desa, rendahnya kualitas pembelajaran, hingga biaya pendidikan yang kian mahal. Menyikapi hal ini, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) menegaskan komitmennya untuk hadir sebagai bagian dari solusi.
Pernando sebagai kader HMI menyampaikan bahwa krisis pendidikan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan mengancam keberlanjutan bangsa.
“Pendidikan hari ini adalah wajah Indonesia esok. Jika kita gagal menjawab persoalan pendidikan, maka kita sedang mempertaruhkan masa depan bangsa,” ujarnya.
Menurutnya, ada tiga langkah penting yang harus diambil HMI dalam menjawab krisis pendidikan:
1. Memperkuat tradisi intelektual kader melalui budaya baca, diskusi, dan riset agar lahir generasi pemimpin yang kritis.
2. Hadir di akar rumput dengan program nyata seperti bimbingan belajar gratis, literasi digital, dan rumah baca di daerah tertinggal.
3. Menjadi mitra kritis pemerintah dengan mengawal kebijakan pendidikan agar berpihak pada rakyat kecil dan tidak sekadar menjadi proyek birokrasi.
Selain itu, HMI juga mendorong pemanfaatan teknologi digital sebagai solusi inovatif dalam dunia pendidikan. Dengan digitalisasi, proses pembelajaran bisa lebih inklusif dan menjangkau masyarakat luas, termasuk di daerah terpencil.
“HMI bukan hanya pengkritik, tetapi juga pencipta solusi. Kami ingin memastikan bahwa krisis pendidikan ini menjadi momentum untuk melahirkan perubahan,” tambahnya.
Sejak berdiri pada 1947, HMI telah menjadi wadah lahirnya banyak tokoh bangsa. Kini, organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia itu bertekad melanjutkan peran sejarahnya: memastikan generasi muda tidak terjebak dalam krisis pendidikan yang berkepanjangan.
Krisis pendidikan adalah krisis masa depan. Dan bagi HMI, menjawab krisis ini bukan pilihan, melainkan panggilan sejarah untuk terus berkontribusi bagi bangsa dan umat.