khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Ketika diterpa kesulitan, setiap orang pasti ingat Allah. Namun, ada saja sebagian orang yang hanya ingat ketika kesulitan itu menimpanya, jika kesulitan itu hilang ia pun membangkang dan melupakan Allah.
Syahdan, Yunus a.s. mengajak kaumnya untuk beriman, namun mereka menolak dan menyombongkan diri. Maka marahlah ia dan pergi mengarungi laut dengan mengendarai kapal. Ketika kapal menjadi berat karena sarat penumpang, mereka takut seluruhnya akan tenggelam. Mereka tahu bahwa satu-satunya cara untuk mengurangi beban kapal, yakni dengan membuang salah seorang penumpangnya ke laut. Mereka terus menerus melakukan pengundian sampai pilihan jatuh kepada Yunus. Mereka pun melemparnya ke laut. Lalu ikan paus menelannya, dan membawanya ke dasar laut.
Semua kejadian itu begitu cepat, Yunus berada dalam kegelapan. Dia mendengar suara-suara di sekitarnya. Ternyata itu adalah suara batu-batu kecil di dasar laut yang bertasbih memuji Allah. Maka ia pun meronta, lalu memohon dalam kegelapan, ”Tiada Tuhan selain Engkau, segala puji bagi Engkau, aku termasuk orangorang yang zalim.” Doanya itu mengetuk pintu langit, maka datanglah pertolongan Allah.
Demikianlah kisah Yunus, salah seorang nabi utusan Allah. Sementara di lain waktu, Yunus yang hidup sekarang ini menuturkan:
Aku masih muda. Dalam pandanganku, hidup adalah harta yang melimpah, kasur yang empuk dan kendaraan yang mewah. Dan suatu ketika, tepatnya pada hari Jum‟at, aku duduk berbincangbincang bersama beberapa orang teman di tepi pantai. Biasa, mereka adalah sekumpulan orang yang lupa akhirat. Aku dengar seruan azan ”Mari mendirikan salat…Mari meraih kemenangan…” Demi Tuhan, bertahun-tahun aku mendengar azan, tapi aku tidak pernah mengerti apa arti kata ”kemenangan”. Setan telah menutup hatiku, hingga seruan azan seakan menjadi bahasa asing yang tidak aku pahami. Orang-orang di sekitar kami menghamparkan sajadah mereka dan berkumpul untuk salat. Sedangkan kami tengah mempersiapkan perlengkapan menyelam dan tabung untuk oksigen. Bersiap-siap melakukan perjalanan bawah air. Kami mengenakan pakaian selam dan masuk ke dalam laut, berenang menjauhi pantai hingga sampai ke bawah laut.
Pada awalnya, semua berjalan sesuai harapan: menyenangkan. Ketika sedang asyik-asyiknya menyelam, tiba-tiba karet yang biasa digunakan menyelam, di antara gigi dan mulutku–untuk mencegah masuknya air ke mulut dan untuk mengalirkan udara dari tabung– sobek. Karet itu sobek tepat ketika aku menghirup udara ke dalam paru-paru, sehingga masuklah air laut yang asin itu ke dalam paruparuku. Rasanya aku mulai sekarat.
Paru-paruku mulai megap-megap mencari udara segar. Aku meronta. Di kedalaman laut itu suasana begitu gelap, sementara teman-temanku jauh dariku. Aku mulai sadar bahwa aku berada dalam bahaya. Aku akan mati! Aku mulai berteriak, aku tersedak air asin. Semua kenangan masa lalu mulai terlintas di pelupuk mata. Sejak awal teriakan, aku tahu betapa lemahnya aku. Tetesan air asin itu sengaja Allah masukkan ke dalam rongga paru-paruku untuk menunjukkan bahwa Dialah yang Maha Kuat dan Maha Perkasa. Aku percaya bahwa tidak ada tempat berlindung dari kuasa Allah kecuali pada Allah sendiri.
Aku berusaha bergerak dengan cepat agar keluar dari air, tapi aku sudah berada di tempat yang sangat dalam. Bukan masalah sich kalau aku mati, tapi persoalannya bagaimana nanti ketika aku bertemu Allah? Jika dia bertanya tentang amalku, apa yang harus aku jawab? Yang pertama dihisab adalah salat, dan aku sudah meninggalkannya. Seketika aku teringat dua kalimah syahadat. Aku ingin melafalkannya. Mulutku berucap, ”Asyha…Tapi tenggorokanku tercekat seakan-akan sebuah tangan mencekik leherku agar aku tidak mengucapkannya. Aku berusaha sekuat tenaga mengucapkan, ”Asyha… asyha…” Hatiku mulai menjerit, ”Tuhan, beri aku kesempatan walau sesaat, sedetik, sebentar!” Tapi tidak mungkin!
Aku mulai kehilangan kesadaran, aku dikepung kegelapan yang sangat asing. Inilah keadaan terakhir yang dapat kuingat.
Namun rahmat Allah sangatlah luas. Tiba-tiba udara segar masuk ke rongga dadaku. Kegelapan pun menghilang. Aku membuka kedua kelopak mataku. Ternyata, salah seorang temanku memberiku nafas buatan melalui mulut dan sedang berusaha membuatku sadar. Saat itu kami masih berada di tengah laut. Aku melihat senyum di wajahnya. Aku mengerti arti senyuman itu. Kondisiku pulih.
Hati dan mulutku berteriak, begitu pula setiap sel tubuhku, ”Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Alhamdulillah!” Aku keluar dari dalam air, menjadi pribadi yang baru. Pandanganku terhadap kehidupan telah berubah. Harihariku menjadi lebih dekat dengan Allah. Perlahan aku mengerti rahasia keberadaanku dalam hidup. Aku ingat firman Allah ”…untuk menyembah-Ku”
Benar, kita tidak diciptakan sia-sia. Hari demi hari berlalu, peristiwa itu selalu kuingat. Bila ada waktu, aku pergi ke laut, aku kenakan pakaian selam kemudian menyelam seorang diri.
Aku menuju tempat kejadian itu, di tengah laut, dan aku bersujud kepada Allah, dengan sujud yang tidak pernah kulakukan sepanjang hidupku, di tempat yang aku rasa tidak seorang pun sebelumku bersujud kepada Allah di sana. Semoga tempat ini menjadi saksi untukku di hari kiamat nanti, lalu Allah memberiku rahmat dengan sujudku di tengah lautan itu dan memasukkanku ke dalam surgaNya.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Menjadi_Manusia_Baru