Digindonews.com- Medan, Hal ini dimulai dengan Standing Point saya bahwa mengutip dari apa yang dikatakan pakar Pendidikan Freire (2005) dalam salah satu bukunya Pendidikan Kaum Tertindas bahwa Kondisi Pendidikan selalu ditandai dengan tingkat kesadaran masyarakatnya, Freire menjelaskan Pendidikan bertujuan untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan kesadaran. Hal ini tentunya menjadi persoalan jika kita melihat bagaimana kondisi dari masyarakat di provinsi Sumatera Utara.
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dengan rendahnya tingkat pembangunan literasi masyarakatnya. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (2025) bahwa Sumatera Utara saat ini berada di posisi 15 dari 34 provinsi. Hal ini ditinjau dari TGM (Tingkat Kegemaran Membaca) maupun indeks pembangunan literasi masyarakatnya di Sumatera Utara yang hanya meningkat 2% dari 2 tahun sebelumya yakni sebesar 62,39 point, pemerataan layanan perpustakaan 0,36 point, ketercukupan koleksi perpustakaan 0,35 point, rasio ketercukupan tenaga perpustakaan 0,43 point, tingkat kunjungan masyarakat per hari 0,22 point, perpustakaan yang dibina sesuai SNP 1,0, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi perpustakaan 1,0 point serta jumlah anggota perpustakaan 1,0 point. Menurut data BBPSU (2024) yaitu Badan pengembangan dan pembinaan Bahasa Kemendikbudristek yang dikeluarkan infosumut.com bahwa terdapat 43 komunitas yang terdaftar di balai Bahasa Sumut yang tergabung dalam platform Kedan literasi atau literasi yang di naungi oleh pemerintah sumatera utara. Tetapi persoalan lainnya hadir yang ditandai bahwa Pemprov Sumut sejak tahun lalu hanya baru menyediakan 1617 exampler di 5 kabupaten 3T (Tertinggal, Terdepan, Terdalam) antara lain; Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Serdangbedagai. Minimnya literasi menjadi dasar kausalitas dari berbagai jenis problem bangsa lainnya seperti meningkatnya angka kriminalitas seperti pembunuhan, pencurian, perjudian, narkoba, maraknya pembegalan (pencurian motor dengan kekerasan), perkelahian dan tawuran, kenakalan remaja, seks bebas, penipuan dan berbagai tindakan yang melawan hukum lainnya. Sehingga dapat disimpulkan permasalahan ini didasari oleh problem literasi seperti ketimpangan akses, Minat baca yang rendah, Kualitas di Lembaga Pendidikan yang rendah serta literasi digital yang masih belum maksimal.
Menurut Jogiyanto dalam bukunya Suliyanto (2018:40) bahwa fenomena atau suatu permasalahan ilmiah terjadi akibat karena adanya suatu peristiwa, kejadian, situasi maupun kebijakan (policy) yang telah terjadi atau terlihat secara empiris yang kemudian dari hal tersebut terjadinya pengumpulan tanda-tanda atau gejala (symtom) sehingga dapat menjadi dasar untuk menyatakan adanya suatu fenomena atau masalah yang perlu diselesaikan.
MENINGKATKAN BUDAYA LITERASI MASYARAKAT DI SUMATERA UTARA MELALUI PERAN KADER HMI
Menurut Dewantara (1962) bahwa terdapat dua hal yang harus diperhatikan sebagai kesatuan yang tidak terpisahkan yaitu Pendidikan dan pengajaran. Pengajaran ini bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (kemiskinan dan kebodohan) sedangkan pengajaran mengarahkan pada upaya memerdekakan manusia dari aspek hidup batiniah (otonomi berfikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas yang demokratis). Sehingga jelaslah bahwa manusia yang merdeka merupakan manusia yang hidupnya secara lahir dan batin tidak terganggu dari pengaruh orang lain (aspek eksternal), tetapi bersandar pada dirinya sendiri (pengendalian diri yang baik dan bijaksana). Kemudian Sistem Pendidikan harus mampu menjadikan individu dapat hidup secara mandiri (bebas dan independen) baik dalam berfikir dan bertindak. Selanjutnya dalam buku sekolah itu candu, Topatimasang (2013:5) menjelaskan bahwa sekolah bukanlah hanya sekedar proses belajar antara guru dan siswa di institusi Pendidikan formil semata. Menurutnya sekolah sendiri memiliki banyak istilah filosofis seperti Skhole, Scola, Scolae, Schola (latin) yang artinya “waktu luang” atau waktu senggang. Sekolah merupakan waktu luang yang digunakan khusus untuk belajar (leisure devoted to learning. Maka dari itu, berdasarkan dari hasil kajian saya terdapat beberapa Langkah terukur yang dapat dilakukan kader Himpunan Mahasiswa Islam di Sumatera Utara dalam pengabdiannya atas misi keummatan dalam meningkatkan kesadaran literasi, mencerdaskan kehidupan bangsa, menjaga ketertiban dunia dan upaya memerdekakan manusia yang antara lain:
pertama, Membangun Gerakan literasi berbasis keummatan di lingkungan Masjid dan Kampung (HMI Goes to Masjid dan Desa). Membuka Lapak Baca HMI tiap desa sebagai pengabdian kepada ummat dengan mengajak dan membetuk kelompok yang terdiri dari pengajar yaitu kader HmI dan yang diajar anak-anak dan warga sekitar. Penyediaan buku bacaan, pengajaran membaca, menulis, berhitung, mengaji dan berdiskusi setiap pekan yang terjadwal dengan bekerjasama pada pihak pengelola desa dan stakeholder yang ada. Kedua, Kelas Literasi Kritis berbasis komunitas. Ketiga, Kolaborasi dengan perpustakaan dan penerbit lokal. Keempat, Pemetaan dan advokasi literasi. Kelima, Pemanfaatan Teknologi secara inovatif seperti HMI Digital Library. Keenam, Gerakan menulis dan menerbitkan buku Kader HMI serta mewadahi masyarakat yang ingin berkarya melalui buku yang ingin diterbitkan sebagai bentuk kontribusi nyata dan upaya meningkatkan pembangunan indeks literasi di Sumatera Utara.
Sebagai organisasi yang memiliki dan mengemban tugas tugas suci dengan kualitas Insan Cita maka kader HMI di Sumatera Utara yang terdiri dari beragam budaya sosialnya (majemuk) harus dapat menyatukan barisan sebagai kekuatan seperti yang tertera pada Q.S Ash-Shaff:4 untuk dapat bersama-sama meningkatkan diri dan membantu bangsa ini agar terbebas dari pembodohan dan penjajahan era disrupsi yang mengkerdilkan nalar bangsa kita dengan selalu menjaga prinsip moderat, partisipatif, berkelanjutan, kontekstual dan inklusif.
Referensi :
Freire, P. (2005) Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES
Suliyanto (2018). Metode Penelitian Bisnis untuk Skripsi, Tesis & Disertasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Badan Pusat Statistik (2025). Indeks pembangunan literasi dan unsur penyusunannya menurut provinsi 2024. www.bps.go.id
Dewantara, K, H.(1962). Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Tapitumasang, Roem (2013), Sekolah Itu Candu. Yogyakarta:INSISTpress.
Penulis : Eji Aminullah, Ketua Badko Hmi Sumut Bidang Demokrasi dan Politik