Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Suatu saat, saya memberi ceramah di hadapan ibu-ibu di Mushalla Nurul Yaqin Luak Sarunai Malana Ponco, Batusangkar, Sumatera Barat. Saya membahas tentang bagaimana seharusnya menyikapi hidup ini. Selesai ceramah, ada salah seorang ibu bertanya dengan segala kepolosannya,
“Ustadz, kenapa saya yang rasanya rajin beribadah kepada Allah, berdoa kepada-Nya agar kehidupan saya dirubah, namun seolah tidak ada titik terang. Saya tetap miskin.”
Saya jawab, “Bu, yakinlah bahwa doa ibu tidak ditolak Allah, selama ibu taat. Namun, doa itu ditransfer ke hal lain. Misalnya: dosa ibu diampuni atau doa itu ditangguhkan, karena Allah tahu kapan waktu yang tepat permintaan itu dikabulkan. Apa bedanya dengan kita. Ketika anak SD meminta mobil Xenia dan ingin berlaga seperti orang dewasa, maka kita menahan untuk mengabulkan permintaannya, karena kita tahu bahwa seumur dia belum tepat diberikan fasilitas mobil. Kalaupun dipaksakan diberi tentunya akan terjadilah hal-hal negatif yang tidak diinginkan. Jadi berbaik sangkalah kepada Allah, Tuhan kita. Dan teruslah berdoa. Sebenarnya Tuhan menginginkan ibu sering-sering memohon kepada-Nya agar ibu semakin mendekatkan diri.”
Si Ibu pun manggut-manggut, sambil tak lupa mengucapkan terimakasih atas jawaban saya. Saya tidak tahu apakah ibu tersebut manggut-manggut karena paham, atau justru bingung atas jawaban saya.
Memang, seharusnyalah kita mengubah pandangan terhadap posisi Allah di hati kita semua. Cobalah menyadari, kita ini memiliki Tuhan yang kekuasaan-Nya tidak terbatas, tidak bertepi. Meyakini Tuhan dari sisi positif, akan membuat Tuhan tidak akan pernah „berlsaya negatif‟ (yang lebih tepatnya, kita tidak akan merasa bahwa Tuhan sudah berlsaya negatif). Bukankah Dia sendiri yang membisikkan kalimat indah kepada Muhammad, Rasul akhir zaman, “Aku tergantung bagaimana cara hamba-Ku memandang.” (h.r. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menganjurkan kita agar selalu berbaik sangka kepada Allah (positive thinking). Dan sebaliknya, bila kita salah memandang Allah, maka sisi itulah yang akan mewarnai kehidupan kita.
Setiap kejadian, betapapun pahitnya, pasti selalu menyisakan hikmah yang begitu besar.
Itulah yang diajarkan oleh-Nya melalui kalam-Nya Yang Mulia agar kita tidak putus asa atas sesuatu yang „hilang‟ dan tidak berbangga diri ketika „ada‟.Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Qs. Al-Hadid: 23). Ayat tersebut adalah kelanjutan dari ayat sebelumnya, ayat 22 dari surah yang sama. Dalam firman Allah, tidak ada satu musibah pun yang menimpa bumi dan diri kita semua tanpa lepas dari penglihatan Allah. Dan menjadi sangat mudah bagi Allah untuk mengubahnya. Tergantung kitalah kemudian, bagaimana kita menyikapi segala sesuatu yang terjadi di kehidupan kita. “Tiada musibah yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hadid: 22).
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Belajar_Memuji_dari_Sang_Nabi