Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Abu Muslim Al-Khaulani adalah salah seorang ahli ibadah yang terkenal zuhud dan mustajab doanya. Ia dan keluarganya hidup dalam keadaan pas-pasan. Namun ia mampu membuat istri dan anak-anaknya ikhlas dan bersyukur atas segala yang ditetapkan oleh Allah untuk mereka. Ia hidup bahagia apa adanya bersama dengan keluarganya.
Di antara kebiasaan Abu Muslim Al-Khaulani adalah, jika ia hendak memasuki rumahnya terlebih dulu ia mengucapkan salam. Isterinya akan menjawab salamnya. Ia lalu bertakbir dan isterinya akan menyambut takbirnya. Setelah masuk, di dalam rumah ia kembali bertakbir, dan isterinya akan membalas takbirnya dengan bahagia. Barulah setelah itu ia melepas sorban dan burdahnya. Lalu ke meja makan untuk menyantap hidangan yang telah disediakan isterinya.
Kehidupan mesra dan bahagia itu telah berlangsung bertahun-tahun. Isterinya tidak mengeluh meskipun hidup seadanya.
Suatu malam Abu Muslim Al-Khaulani datang dari mesjid. Sampai di depan pintu rumahnya ia mengucapkan salam. Namun aneh, tidak seperti biasanya, isterinya tidak menjawab salamnya. Ia lalu bertakbir dengan suara keras, namun tidak juga terdengar suara takbir isterinya. Ia lalu perlahan-lahan membuka pintu, kemudian masuk ke dalam rumah. Aneh, tidak seperti biasanya, rumahnya begitu gelap, tak ada nyala lentera seperti biasanya. Sampai di dalam ia mengucapkan takbir, suara isterinya tidak juga ia dengar. Lalu ia mencari-cari lentera dan menyalakannya. Kemudian masuk ke kamarnya, di sana ia mendapati isterinya duduk dengan bertopang dagu pada sebilah tongkat. Wajah isterinya itu tampak suram, tak ada senyum tersungging di sana seperti biasanya.
“Ada apa isteriku? Kenapa tidak kau balas salamku? Kenapa tidak kau sahut takbirku? Kenapa wajahmu muram tidak cerah seperti biasanya?” tanya Abu Muslim.
“Buat apa membalas salam dan takbirmu, toh tidak akan mengubah keadaan hidup kita. Abu Muslim, cobalah kau lihat para tetangga di sekeliling kita. Mereka hidup berkecukupan lebih baik dari kita. Apakah kita akan hidup pas-pasan terus begini. Mau beli bahan makanan saja susah. Pakaian ini sudah bertahun-tahun tidak diganti. Padahal kalau kau mau, kita bisa hidup lebih baik. Kau sangat dekat dengan Khalifah Mu‟awiyah. Cobalah kau ke sana. Mu‟awiyah pasti akan memberi kita sesuatu.”
Mendengar perkataan isterinya, Abu Muslim bagai disambar petir. Ia sangat terkejut, isterinya yang selama ini ikhlas dan qana‟ah, tiba-tiba bisa berbicara seperti itu. Firasatnya mengatakan hal itu timbul bukan semata-mata dari diri isterinya. Sebab sebelum pergi ke mesjid isteriya masih tersenyum padanya, pasti ada orang yang membisikkan hal tidak baik ke telinga isterinya. Seketika itu juga Abu Muslim Al-Khaulani mengangkat kedua tangannya dan berdoa,
“Ya Allah, butakanlah mata orang yang merusak isteri dan keluargaku.”
* * *
Memang betul, ketika Abu Muslim masih di mesjid ada seorang wanita yang datang mengunjungi rumahnya. Wanita itu diterima dengan baik oleh isteri Abu Muslim. Sebab wanita itu adalah salah seorang tetangganya. Wanita itu adalah orang yang suka dunia. Ia datang dengan dengan memakai pakaian yang bagus dan mengenakan perhiasannya. Maka ketika melihat keadaan rumah tangga Abu Muslim, ia berkata pada isteri Abu Muslim,
“Bagaimana mungkin kau bisa hidup menderita seperti ini padahal suamimu itu dekat dengan Khalifah Mu‟awiyah. Kau jangan berdiam diri saja. Suruhlah suamimu itu minta sesuatu pada Mu‟awiyah, pasti Mu‟awiyah akan memberi kalian sesuatu yang bisa membuat keadaan kalian lebih baik.”
Perkataan wanita itu rupanya membekas dalam diri isteri Abu Muslim. Dan berubahlah keikhlasan hatinya.
Kebeningan untuk hidup ikhlas seadanya, bahagia dengan apa yang dikaruniakan Allah menjadi keruh oleh nafsu duniawi. Kezuhudan yang telah dibina selama bertahun- tahun dengan suaminya goyah. Dan terjadilah apa yang ia perbuat pada suaminya malam itu. Tidak menjawab salam dan takbir. Tidak menyalakan lentera. Dan meminta suaminya meminta sesuatu pada Khalifah. Padahal Abu Muslim adalah orang yang sangat pemalu. Ia tidak pernah meminta bantuan dan apa pun selain kepada Allah SWT. Abu Muslim tidak serta merta memarahi isterinya, sebab ia tahu ada yang mempengaruhi isterinya. Maka berdoalah ia agar Tuhan memberi pelajaran pada orang yang merusak kepribadian isterinya.
***
Pada saat Abu Muslim mengucapkan doanya, wanita yang mempengaruhi isterinya sedang duduk makan di depan lentera, tiba-tiba matanya keruh. Makin lama makin keruh. Lalu ia merasa gelap tidak melihat cahaya lentera sama sekali. Ia berkata pada suami dan anaknya,
“Hai, apa kalian mematikan lentera?” Suami dan anaknya menjawab keheranan, “Tidak!”
“Innalillah, celaka! Penglihatanku hilang! Mataku buta!” wanita itu bingung.
“Ya Rabbi, apa dosaku? Kenapa tiba-tiba aku buta?”
Ia meratap sambil terus mengusap-usap kedua matanya. Suami dan anaknya juga bingung. Mendadak suaminya ingat sesuatu.
“Isteriku, apa yang tadi kau perbuat di rumah Abu Muslim?”
Wanita itu diam. Lalu berkata,
“Astaghfirullah! Aku tadi membujuk isteri Abu Muslim yang bukan-bukan? Mungkin inilah sebabnya.”
“Ayo cepat kau ke sana minta maaf sama Abu Muslim. Dan mintalah padanya agar mau mendoakan penglihatanmu kembali lagi seperti sedia kala. Dia orang yang sangat mustajab doanya!” Perintah suaminya.
Dengan dituntun anaknya, wanita itu pergi ke rumah Abu Muslim Al-Khaulani. Sampai di sana wanita itu menangis dan berkata,
“Abu Muslim, aku telah membujuk isterimu untuk mengatakan begini dan begini. Tolong maafkanlah aku. Aku sungguh menyesal. Aku bertobat. Tolong doakanlah agar penglihatanku kembali seperti sedia kala.”
Abu Muslim hanya diam saja.
“Abu Muslim, aku sungguh menyesal. Aku minta maaf.
Tolong doakanlah aku.”
Abu Muslim lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa,
“Ya Allah, jika benar-benar telah bertobat maka kembalikanlah penglihatannya.”
Seketika itu juga wanita itu bisa melihat sekelilingnya. Ia menangis sambil mengucapkan hamdalah berulang- ulang.
Kejadian itu sangat menyentuh hati isteri Abu Muslim. Ia mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Serta merta ia beristighfar. Ia sadar akan kekeliruannya. Ia langsung bersimpuh di hadapan suaminya, mencium
tangan kanannya dan memohon maaf atas apa yang tadi dilakukannya. Kebeningan hati dan keikhlasan kembali menyelimuti keluarga Abu Muslim Al-Khaulani.