Digindonews.com-Perkembangan teknologi digital membuka banyak peluang, tetapi juga menghadirkan ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah praktik judi online yang kian marak dan menyebar lintas usia, profesi, hingga wilayah.
Kamis, 28 Agustus 2025, dalam forum diskusi publik “Waspada Judi Online”, para pegiat literasi digital seperti Gun Gun Siswadi dan Didi menekankan pentingnya penguatan literasi digital untuk melindungi masyarakat dari bahaya judi online.
Data yang dipaparkan menunjukkan betapa seriusnya masalah ini. PPATK mencatat hingga kuartal pertama 2025 ada lebih dari 11 juta pemain judi online di Indonesia, dengan 71,6% di antaranya berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan. Ironisnya, 571 ribu penerima bantuan sosial tercatat menggunakan uang bansos untuk berjudi sepanjang 2024 dengan total deposit mencapai Rp1 triliun.
Gun Gun mengingatkan bahwa judi online tidak mengenal batas usia. Dari anak-anak, mahasiswa, pekerja, hingga aparat negara ikut terjerat. Bahkan, ada data yang menunjukkan lebih dari 80 ribu anak di bawah 10 tahun telah menjadi pemain. “Ini menunjukkan betapa mudahnya akses dan gencarnya promosi yang dilakukan bandar judi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Didi menambahkan bahwa operator judi online memanfaatkan strategi psikologis untuk membuat pemain terus ketagihan. Sensasi menang yang singkat menciptakan harapan palsu, membuat korban semakin sulit keluar dari lingkaran kecanduan. Akibatnya, muncul kerugian finansial, depresi, keretakan rumah tangga, hingga tindak kriminal.
Untuk menghadapi persoalan ini, literasi digital disebut sebagai benteng utama. Empat pilar literasi digital — digital skill, digital culture, digital ethics, dan digital safety — harus diperkuat agar masyarakat mampu berpikir kritis, menggunakan teknologi dengan aman, serta tidak mudah terjebak dalam rayuan keuntungan instan.
Masyarakat juga diminta berperan aktif dengan melaporkan situs atau aplikasi judi online ke kanal resmi seperti aduankonten.id atau WhatsApp Kominfo. Di sisi lain, orang tua diimbau lebih ketat mengawasi anak-anak saat menggunakan gawai dan memanfaatkan aplikasi parental control.
“Judi online bukan sekadar hiburan, melainkan ancaman nyata bagi generasi dan bangsa. Dengan kesadaran kolektif, pengawasan keluarga, dan kecakapan digital, kita bisa memastikan ruang digital kita tetap aman dan bermanfaat,” pungkas Didi.***


