Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional (FISIP UNAS) dalam waktu dekat akan menggelar pemilihan calon Ketua Umum Himpunan Mahasiswa. Namun, momentum penting ini justru diwarnai kekhawatiran terkait kemunduran nilai-nilai demokrasi dalam proses pemilihan, yang disebabkan oleh tata tertib yang dianggap penuh pasal-pasal karet dan kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam penyusunannya.
Komisi Pemilihan Himpunan FISIP UNAS dituding telah membuat tata tertib secara sepihak tanpa melakukan musyawarah atau melibatkan seluruh mahasiswa maupun perwakilan mereka. Padahal, semangat demokrasi dalam organisasi mahasiswa menuntut adanya partisipasi kolektif dan transparansi dalam setiap pengambilan keputusan, khususnya dalam menetapkan aturan yang menjadi landasan pemilihan.
Penerapan aturan yang kaku dan tidak demokratis ini dinilai telah mematikan proses demokrasi yang sebenarnya harus hidup dan berkembang di lingkungan himpunan. Tidak adanya ruang dialog dan musyawarah menjadikan tata tertib tersebut tidak mencerminkan aspirasi mahasiswa secara luas, yang berpotensi merusak kepercayaan dan motivasi mereka untuk aktif berpartisipasi.
Kondisi ini menimbulkan keprihatinan besar di kalangan mahasiswa, karena seharusnya pemilihan Ketua Umum Himpunan menjadi momen pembelajaran demokrasi yang demokratis dan inklusif. Namun, dengan tata tertib yang membatasi kebebasan dan keterlibatan mahasiswa, proses demokrasi justru mengalami kemunduran.
Untuk itu, diperlukan evaluasi serta perbaikan tata kelola penyusunan aturan yang lebih terbuka dan partisipatif agar nilai-nilai demokrasi dapat kembali dihidupkan dan dijunjung tinggi dalam setiap rangkaian pemilihan di FISIP UNAS. Hanya dengan semangat demokrasi yang aktif dan jujur, organisasi mahasiswa dapat benar-benar menjadi wadah aspirasi dan pengembangan kepemimpinan yang sehat.