DIGINDONEWS-Pagi masih berkabut ketika palu dan gergaji mulai bersahutan di Kampung Cacang, Nagari Peninggahan, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok. Di antara sisa-sisa reruntuhan dan tanah yang belum sepenuhnya kering, sekelompok pemuda berseragam loreng dan jaket Ansor bekerja tanpa banyak bicara. Keringat mereka jatuh di tanah yang sama—tanah yang kini menjadi saksi bangkitnya harapan baru bagi warga terdampak bencana.
Bagi warga Peninggahan, bencana bukan sekadar kehilangan rumah, tetapi juga rasa aman. Malam-malam di pengungsian terasa panjang, terutama bagi anak-anak, balita, dan para lansia yang harus beradaptasi dengan keterbatasan. Di tengah kondisi itu, kehadiran Banser Tanggap Bencana (BAGANA) bersama Banser, Bansar Tanggap Bencana, dan kader Gerakan Pemuda Ansor menjadi penanda bahwa mereka tidak sendiri.
Hunian sementara—huntara—yang sedang dibangun bukan sekadar struktur kayu dan atap seng. Ia adalah simbol awal pemulihan. Setiap papan yang dipaku, setiap tiang yang ditegakkan, mengandung harapan agar warga segera kembali memiliki ruang yang layak untuk beristirahat, berkumpul, dan menata ulang kehidupan.
Solidaritas kemanusiaan itu terasa kian kuat ketika relawan dari Lampung datang menembus jarak. PW GP Ansor Lampung dan Satkorwil Banser Lampung menurunkan tim relawan yang langsung menyatu dalam kerja gotong royong. Tidak ada sekat daerah, tidak ada perbedaan logat. Yang ada hanyalah tujuan yang sama: mempercepat warga keluar dari pengungsian dan kembali ke kehidupan yang lebih bermartabat.

Di sela aktivitas pembangunan, Ketua PC GP Ansor Kabupaten Solok, Riki Rizo Namzah, kerap mengingatkan bahwa pemulihan pascabencana tidak boleh berhenti pada bangunan fisik semata. Anak-anak yang masih menyimpan trauma, balita yang membutuhkan gizi cukup, serta lansia yang rentan terhadap penyakit menjadi perhatian utama.
“Bencana sering meninggalkan dampak lanjutan. Kalau kesehatan dan gizi tidak dijaga sejak awal, luka itu bisa lebih panjang dari yang kita bayangkan,” ujarnya lirih, sembari memantau relawan bekerja.
Karena itu, selain membangun huntara, BAGANA Kabupaten Solok juga mengoperasikan posko tanggap bencana. Posko ini menjadi pusat koordinasi, pendataan warga terdampak, hingga distribusi bantuan logistik yang disesuaikan dengan kebutuhan riil di lapangan. Di tempat inilah, cerita-cerita kehilangan bertemu dengan uluran tangan kepedulian.
Menjelang sore, cahaya matahari perlahan menembus awan. Beberapa rangka huntara mulai berdiri kokoh. Anak-anak yang sejak pagi memperhatikan dari kejauhan mulai mendekat, matanya berbinar melihat bangunan yang kelak bisa mereka sebut “rumah” kembali.
Di Peninggahan, bencana memang merenggut banyak hal. Namun di antara debu dan reruntuhan, huntara-huntara yang dibangun Ansor dan Banser menjadi bukti bahwa harapan bisa tumbuh kembali—pelan, sederhana, tetapi pasti.


