khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Alkisah, saat Nabi Saw sedang shalat bersama para sahabat. Para sahabat cemas melihat kondisi beliau yang begitu kurang sehat. Mereka khawatir, karena setiap melihat gerakan shalat beliau, terdengar suara tulang persendian Nabi Muhammad Saw yang bergemelutuk.
Usai uluk salam, Umar bin Khatab memberanikan diri bertanya, “Baginda, apakah engkau kurang enak badan?” Nabi Saw menjawab, “Aku sehat” “Mengapa setiap kali menggerakkan badanmu, kami mendengar bunyi tulang berkeratan?”
Nabi Saw sebenarnya tak ingin bercerita. Dengan bercerita sama halnya beliau membongkar rahasia yang sedang terjadi pada dirinya. Akan tetapi para sahabat bertanya terus dan mendesak tentang keadaan beliau. Beliau pun diam lalu akhirnya secara terpaksa melepaskan pakaiannya.
Saat itu juga para makmun yang menyaksikannya langsung tercengang, disana mereka melihat pemandangan tentang bagaimana Rasulullah Saw telah mengikat perutnya yang mengempis. Perut itu diikat dengan selembar kain yang berisikan batu-batu kerikil. Mengapa batu-batu itu diikatkan ke perut? Tampaknya batu-batu itu digunakan untuk mengganjal perut dan menahan lapar. Kerikil itulah yang berbunyi saat Rasulullah Saw shalat tadi.
“Baginda Nabi, begitu hinakah kami di matamu? Apakah kau kira kami tak sedia memberimu makanan palinh lezat? Bukankah kami hidup makmur?”, tegur Umar dengan menatap kasihan kepada junjungannya.
Rasulullah Saw membalas dengan senyuman. “Tidak, kalian sahabatku. Orang-orang yang setia padaku. Jangankan makanan, harta benda bahkan jiwa pun kalian serahkan sebagai rasa cinta. Tetapi dimana aku taruh mukaku di akhirat kelak di Hari Pembalasan? Jika diriku sebagai pemimpin menambah beban orang-orang yang ku pimpin?”, tukas Rasulullah Saw.
Umar diam dan yang lain pun diam. Mereka merenungkan ucapan Rasulullah Saw, seorang pemimpin yang senantiasa mementingkan dan mendahulukan kesejahteraan rakyatnya daripada kepentingannya sendiri.
Terkait cerita diatas, ada kisah tentang penguasa Mesir bernama Muqauqis. Ia mengirim dua orang tabib ke Madinah sebagai tanda persahabatan. Tabib itu bertugas melayani penduduk Madinah dari penyakit. Dua tabib itu mukim dan bertugas di Madinah selama dua tahun. Selama dua tahun itu pun mereka tak pernah mengobati seorang pasien pun. Kesehatan penduduk Madinah benar-benar terjaga. Dua orang tabib itu akhirnya menganggur tanpa ada proses pengobatan karena tak pernah memiliki pasien seorang pun. Oleh karena itu, dua orang tabib itu menjadi bosan dan merasa heran.
Ia pun bertanya kepada Rasulullah Saw, “Baginda Nabi, apakah penduduk Madinah takut berobat?”
“Terhadap musuh mereka tak takut, kenapa harus takut berobat?”
“Dua tahun saya di Madinah, namun tak ada satu pun yang berobat”
“Penduduk Madinah tak ada yang sakit”
“Seorang pun?”
“Silahkan kau periksa ke seluruh pelosok Madinah”
Tabib itu pun menyelusuri pelosok Madinah sesuai anjuran Rasulullah Saw. Ia ingin membuktikan perkataan Rasulullah Saw. Tabib itu pun tak mejumpai orang yang sakit dan ia merasa terkagum-kagum.
Ia pun bertanya kepada baginda Nabi, “Baginda, bagaimana cara seluruh penduduk sehat? Bagaimana agar mereka tak terserang penyakit?”
“Kami adalah kaum yang tak makan sebelum lapar, jika makan, kami melakukannya tak sampai kenyang. Itulah resep hidup sehat. Makan makanan yang halal dan baik. Makanlah untuk takwa bukan menuruti nafsu”, jawab Beliau.
Kisah diatas menggambarkan bagaimana kemakmuran dan kesejahteraan suatu bangsa tidak membuat rakyatnya terbuai dengan pola hidup hura-hura serta konsumtif-hedonis. Sebaliknya, kita diperlihatkan suatu prilaku hidup prihatin, sehat dan penuh kesederhanaan. Semua laku itu tak sekedar dijadikan wacana pembangunan suatu bangsa dan masyarakat, tetapi menjadi gerakan bersama yang dipelopori pemimpinnya sendiri. Dari cerita tersebut kita bisa mengambil pelajaran bagaimana pola hidup sehat sebenarnya yang tidak mahal harganya, tetapi justru sangat murah yang bersumber dari pola dan prilaku hidup, khususnya terkait pada pola makan.
Menurut laporan dari banyaknya hasil riset, pada umumnya banyak penyakit bersumber dari perut yang merupakan gudang beragam makanan. Karena itulah mengapa orang-orang yang ingin mendekatkan diri pada Allah, umumnya bersabar menjalani prilaku prihatin dan puasa. Mereka berpuasa bukan karena persediaan bahan makanan langka di masyarakat, tetapi karena pola hidup. Puasa dan lapar itulah yang menempa tubuh dan jiwa mereka menjadi hidup lebih sehat.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Kesederhanaa_Yang_Menyehatkan