Ekonomi
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
“Tantangan mampu menggali mutiara-mutiara talenta, yang terpendam diam dalam lahan kenyamanan.” (Horace)
Perjalanan manusia dalam mengarungi kehidupan dan karier diibaratkan seperti mendaki gunung yang mendaki gunung yang menjulang tinggi. Itulah kira-kira konsep Paul Stolz tentang adversity question (AQ) yang kurang lebih mengelompokkan manusia ke dalam tiga golongan dilihat dari cara mereka mendaki, yakni quitters (yang telah menyerah), campers (si pembuat kemah), dan climbers (si pendaki).
Quitters ialah orang yang mudah menyerah kalau ditantang kesulitan, menghindari tanggung jawab, gampang mundur dan berhenti. Baginya bekerja hanya untuk hidup mencukupi kebutuhan fisiologisnya. Campers, orang yang mudah puas dengan pencapaiannya. Ia berada dalam area nyaman (comport zone) memutuskan berhenti lalu membuat kemah sebelum mencapai puncak. Climbers, orang yang menyerah serta selalu punya dorongan dan motivasi yang tak ada habis-habisnya sampai ke puncak.
Bagi wirausahawan konsep ini sangat relevan, bukankah banyak kegagalan yang diderita oleh para wirausahawan. Seperti bunyi pepatah, “Keberhasilan adalah kegagalan yang menampakkan wajah aslinya”. Begitu juga kata Sir Wiston Curchil, “Kalau ini merupakan berkah, pastilah ia menyembunyikan secara sempurna.” Angka-angka tentang kegagalan menunjukkan hal-hal yang mencengangkan. Satu dari lima bisnis mengalami kegagalan. Namun banyak para wirausahawan yang gagal ternyata tak kapok, mereka bangun lagi dan mencoba dengan bisnis yang sama.
Ibarat sebuah gunung, maka sukses seorang wirausahawan yang mengundang decak kagum dari masyarakat, diraih dengan susah payah setelah melewati berbagai kegagalan. Soeharti yang memulai jaringan resto ayam goreng kremesnya dari penjual ayam kaki lima, atau Pak Sholeh juragan soto Bangkong yang memulai usahanya dari gerobak keliling, mengalami digusur, diusir dari tempak kontrak sebelum akhirnya mengokohkan jangkar bisnisnya.
Konsep CORE
AQ menunjukkan kemampuan respons seseorang terhadap tantangan yang dihadapi, semakin tinggi AQ semakin tangguh untuk mencapai ke puncak. Seorang climber ialah seorang dengan AQ yang tinggi. Tinggi rendahnya AQ dipengaruhi oleh beberapa faktor yang disingkat CORE yakni Control (pengawasan), Ownership (kepemilikan), Reach (jangkauan), dan Endurance (ketahanan).
Control menunjukkan kemampuan kita untuk memengaruhi situasi secara positif, juga kemampuan kita untuk mengontrol respons kita terhadap dampak sebuah situasi. Bob Sadino yang memulai kariernya dengan menjajakan telur ke rumah-rumah ekspat mengalami berbagai penolakan. Meskipun begitu ia tetap mengupayakan berbagai cara untuk dapat diterima. Ia juga tangguh untuk mengontrol respons dengan menganggap penolakan atau bahkan pengusiran dari pelanggan sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan senyuman, bukan sebagai hinaan atau penistaan.
“Gelas dianggap setengah kosong atau setengah isi, benarbenar tergantung dari cara kita melihatnya,” demikian ujar seorang pelatih motivasi. Memang, bagaimana kita mengontrol pakaian dan respons kita, amat menentukan ketangguhan. Sebuah bencana seperti flu burung yang sempat menyeruak ke permukaan membuat seorang pemilik warung ayam goreng patah arang, malah membuat seorang pengusaha resto ayam pasundan memperbanyak menu-menu ikan dan daging sapi. Yang lain jadi sepi, ia malah menikmati pertumbuhan penjualan yang mengesankan.
Ownership atau kepemilikan menunjukkan sejauh mana kita merasa memiliki dan mau bertanggung jawab terhadap kinerja baik dan buruk. Tak peduli siapa pun yang bertanggung jawab bila ada hasil kerja yang tidak memuaskan.
Kecenderungan yang sering terjadi, kalau hasil kerjanya bagus dan membanggakan, orang akan mengklaim hasil jerih payahnya. Tetapi giliran hasil kerjanya buruk, dicarilah kambing hitam. Tak heran bila usaha-usaha layanan seperti restoran banyak yang mati muda atau mati suri karena mengandalkan karyawan-karyawan yang sering menyalahkan satu sama lain, padahal pelanggan tahunya layanan yang terbaik dari seorang karyawan yang terlatih baik atau pemilik yang masih mau terjun di lapangan dalam mengatasi atau memperbaiki apabila terjadi kegagalan service dengan ucapan,
“Maaf memang ini kesalahan kami, mohon Bapak bersabar kami akan menggantinya dalam 5 menit.” Tangggung jawab yang ditunjukkan dalam merespons masalah dengan cepat, akan menghasilkan penghargaan yang besar dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Reach, atau jangkauan ialah kemampuan kita untuk melokalisir suatu tantangan pada tempatnya, tidak meluas, dan menjalar ke mana-mana. “Pikiran punya cara kerja sendiri. Ia dapat mengubah surga menjadi neraka, atau sebaliknya membuat neraka menjadi surga,” ucap John Milton. Pikiran cenderung memperbesar hal-hal yang negatif. Masalah sampah yang tak terangkut pagi ini dapat menjadi seolah-olah sampah dan kotoran tersebar di seluruh sudut rumah.
Karyawan yang baru sekali terlambat membuat kita teringat akan semua kesalahannya, hujan omelan pun tercurah sehingga besoknya langsung ia mengundurkan diri. Sebaliknya hal-hal positif malah kita persempit, perkecil bahkan diabaikan. Karyawan yang dengan ikhlas mengantarkan tamu sampai keluar, atau karyawan yang tanpa diperintah berinsiatif sendiri mempromosikan produk kita ke relasinya, Anda anggap sebagai hal-hal biasa. Pikiran-pikiran yang tidak proporsional ini dapat melemahkan ketangguhan kita dan tim dalam pendakian menuju tujuan.
Endurance atau ketahanan merupakan cara kita untuk menganggap seberapa lama sebuah tantangan akan berlangsung. “Sabar dan ikhlas dalam cobaan,” demikian sering disampaikan oleh para pendakwah. Djati Sutomo bersama rekan-rekannya yang sejak tahun 2002 mengelola perkebunan tanaman industri, selalu dirundung kesulitan arus kas (cash flow) pada fase-fase awal. Tentu saja ia dan rekanrekannya dapat menganggap bahwa kesulitan arus ka situ akan terus berlangsung sehingga merasa bersedih dan putus asa. Tetapi, dengan keyakinan bahwa kesulitan arus kas itu pasti berakhir dan kemudian membayangkan nyamannya kebun itu bila sudah menghasilkan secara berkelanjutan, timbul gairah yang menyala-nyala untuk mencari terobosan. Cara berpikir dengan melihat ujung waktu tantangan itu berakhir serta bayangan atas imbalan bila berhasil mengatasi tantangan benar-benar berpengaruh terhadap ketahanan kita.
Dengan prinsip CORE di atas, sebagai entrepreneur kita akan lebih terampil mengelola mental untuk mencapai puncak. Tinggal terpulang kepada Anda puncak gunung seperti apa yang menjadi tujuan prioritas Anda. Tentu saja, pendakian itulah yang menjadi kenikmatan. Setelah menaklukkan suatu puncak, Anda dapat mencari puncak yang lain.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Enterpreneur_Mentality
#Kecerdasan_Advertisi_Bagi_Enterpreneur