khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Kalung mutiara itu sangat indah sekali. Cahayanya kemilau dan sangat indah dipandang mata. Menunjukkan bahwa kalung mutiara itu sangat mahal. Hal ini tidak mengherankan, karena kota Basrah terletak di tepi teluk Persi, di mana di tengah teluk itu terdapat sebuah pulau, yaitu Bahrain. Di pulau itu banyak sekali orang yang menangkap logam mutiara. Namun, selain sang penangkap mutiara ada juga orang yang memiliki semangat bersedekah, di antaranya salah seorang dermawan yang menyerahkan kalung mutiara untuk Baitul Mal.
“Oh, begitu indahnya kalung mutiara ini. Andai-kata saya bisa memilikinya. Tapi, ah, dengan apa saya akan beli. Sebab, saya hanyalah seorang sekretaris di Baitul Mal ini. Dan kalau saya berani meminjami kalung seindah ini kepada istriku, tentu akan terjadi fitnah.” Gumam Ali bin Abi Rafi‟.
Ketika sedang asyik dalam khalayalannya, tiba-tiba ada seseorang mengetuk pintu dan uluk salam.
“Assalamu‟alaikum.”
“Wa‟alaikumussalam.” Ali bin Abi Rafi‟ menjawab salam sambil membuka pintu.
Tampak salah seorang wanita cantik berdiri di hadapannya, yang tak lain adalah putri Khalifah. Ali bin Abi Rafi‟ mempersilahkannya masuk dengan rasa hormat.
Puteri Khalifah menatap kalung mutiara yang terletak di atas meja Ali, sekretaris Baitul Mal. Kalung mutiara ini baru ia terima dari Khalifah untuk didaftarkan dan disimpan di Baitul Mal.
“Tuan Rafi, Itukah kalung yang dikirim dari Bahrain?” tanya Puteri Khalifah.
“Iya, tuan puteri.” Jawab Ali.
“Bolehkah saya melihatnya?”
“Boleh…boleh….silahkan.”
Puteri Khalifah itu meraba-raba dan melihatnya dengan seksama. Tampak di wajahnya bahwa ia ingin sekali memakai kalung itu. Ternyata anggapan Ali tidak meleset, Puteri Khalifah meminta izin kepadanya untuk mencoba kalung mutiara itu dipasangkan di lehernya. Lalu sang Puteri memakai kalung mutiara di lehernya. Ternyata, kalung itu sangat serasi. Tampak wajah sang Puteri semakin cantik dan mempesona.
“Bagaimana tuan Ali, cocokkah dengan saya kalung mutiara ini?” tanya Puteri Khalifah.
“Oh, subhanallah, sangat serasi sekali.” Sahut Ali memuji.
“Bolehkah saya meminjam kalung ini untuk dipakai di Hari Raya Idul Fitri, tuan?”
Ali bin Abi Rafi‟ ragu. Kalau ia pinjamkan kepada Puteri Khalifah, takut menjadi fitnah, karena kalung ini adalah milik Baitul Mal. Kalau tidak ia pinjamkan, takut sang Puteri marah padanya. Batinnya berkecamuk, akhirnya ia ambil keputusan.
“Tentu boleh, tuan Puteri. Tapi…” Ali bin Rafi‟ bimbang.
“Tapi bagaimana, Pak Rafi‟?” desak Puteri Khalifah penasaran.
“Tapi, Baitul Mal ini kan di bawah kekuasaan tuan putri. Kalung ini milik Baitul Mal dan tuan Puteri adalah kepunyaan Khalifah. Apa kata Ayah tuan nanti, kalau kalung ini saya pinjamkan?”
“Oh, itu masalahnya. Jangan takut, Pak Rafi‟. Saya bertanggung jawab atas hal ini.”
“Dan bagaimana dengan masyarakat umum?”
“Masyarakat umum belum mengetahui kalung ini. Sedangkan Ummi dan para pembesar saja tidak ada yang tahu. Sayang kan bila kiriman berharga ini tidak dimanfaatkan pada Hari Raya Idul Fitri yang berbahagia ini?”
Rayuan manis Puteri Khalifah membuat hati Ali bin Abi Rafi‟ luluh. Lagian Ali adalah sosok yang pe-murah dan berperasaan tinggi. Akhirnya ia pinjam-kan kalung mutiara itu kepada Puteri Khalifah dengan selembar surat pinjaman. Di dalam surat tersebut dicantumkan, bahwa kalung mutiara itu hanya tiga hari dipinjamkan kepada Puteri Khalifah dan sang Puteri harus mengembalikannya ke Baitul Mal.
Tibalah saatnya Hari Raya Idul Fitri. Hari yang sangat dinantinantikan oleh milyaran umat Islam dan juga oleh seorang wanita cantik, yaitu Puteri Khalifah. Dengan wajah yang ceria ia memasuki kamar khususnya, lalu ia bersolek dan tak lupa mengenakan kalung mutiara yang ia pinjam dari Baitul Mal.
Sesudah selesai bersolek ia keluar dari kamarnya dan tak dapat mengelak lagi ia berhadapan dengan sosok lagi-lagi berwibawa, yang tak lain adalah ayahnya sendiri, seorang Khalifah yang berkuasa pada masa itu. Mata Khalifah menatap tajam kalung mutiara yang dipakai puterinya. Lalu ia bertanya,
“Hai, Nak, kalung siapa yang kau pakai itu?”
“Oh, ini Ayah. Ini kalung yang tempo hari Ayah titipkan ke Baitul Mal.”
“Nak, tidakkah kau tahu, bahwa kalung itu milik Baitul Mal, berarti milik negara?”
“Iya, Abi. Saya tahu bahwa kalung ini milik Baitul Mal, namun saya sudah meminjamnya kepada Pak Ali bin Abi Rafi‟ dan besok akan saya kembalikan.”
Mendengar pengakuan puterinya, sang Khalifah marah bukan kepalang.
“Panggil Ali…!” bentak Khalifah kepada puterinya.
Dengan wajah pias, Puteri Khalifah segera memanggil Ali bin Abi Rafi‟, sekretaris Baitul Mal. Tak lama kemudian, tibalah Ali di hadapan Khalifah.
“Hai Ali, kau sudah khianat?”
“Khianat bagaimana, ya Amirul Mukminin?”
“Kau sudah berani meminjamkan kalung kepunyaan Baitul Mal kepada puteriku. Ketahuilah, wahai Rafi‟, semua harta di dalam Baitul Mal itu adalah milik negara dan bukan milik kita. Kita tidak boleh mempergunakannya untuk siapa saja, termasuk untuk puteriku. Untung saja kau meminjamkan dengan disertai bukti dan tanda tangan puteriku. Kalau seandainya kalung mutiara ini diambil begitu saja, maka tanpa ampun aku perintahkan seseorang untuk memotong tanganmu dan juga kau, wahai putriku. Jadinya, kau wahai puteriku, tercatat sebagai satu-satunya puteri Bani Hasyim yang memperoleh anugerah potong-tangan pada Hari Raya ini.”
Mendengar perkataan Khalifah, Ali dan sang Puteri gemetar ketakutan.
Setelah agak redam amarahnya, Khalifah berkata kepada puterinya,
“Hati-hatilah Nak, kau jangan berlagak di hadapan kaum wanita dan rakyat pada Hari Raya yang mulia ini. Sederhanalah dalam penampilan. Tidakkah kau renungkan, andaikata ada di antara rakyat kita yang susah hidupnya, menderita keadaannya, akan sedih dan sakit hati melihat penampilanmu. Ia ingin bermewah-mewah, tapi tidak bisa? Nak, kalau kau melakukan kesalahan ini sekali lagi, Abi tak segan-segan memberi hukuman yang seberat-beratnya.”
Demikianlah potret indah kejujuran dan uswah dari seorang pemimpin Islam. Pemimpin dan juga seorang ayah yang adil dalam hukum. Ia tak segan-segan untuk menghukum anaknya sendiri jika memang anaknya berbuat salah. Seorang pemimpin yang tidak berani mencampur adukkan antara milik negara dengan milik pribadi.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Kalung_Siapa