Digindonews.Com – SAMARINDA, Insiden kapal tongkang yang kembali menabrak pilar Jembatan Mahakam pekan lalu menambah catatan panjang kecelakaan di kawasan tersebut. Menurut catatan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), kejadian ini tercatat sebagai tabrakan ke-22. Kejadian berulang ini memunculkan kekhawatiran serius terkait keamanan jembatan yang menjadi infrastruktur vital bagi masyarakat dan perekonomian kota Samarinda.
Putra, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badko Kaltim-Tara, mengungkapkan rasa frustasi atas kurangnya evaluasi terhadap pihak yang bertanggung jawab. “Ini sudah keterlaluan. Kejadian serupa terjadi berulang kali tanpa ada solusi konkret. Pengawasan di jalur sungai harus segera diperketat, dan pihak yang bertanggung jawab harus dievaluasi dengan serius,” ujar Putra dalam keterangannya kepada media.
Jembatan Mahakam merupakan salah satu struktur paling penting di Samarinda, menghubungkan dua sisi kota dan menjadi jalur vital untuk pergerakan warga serta distribusi barang. Setiap tabrakan yang terjadi pada pilar jembatan meningkatkan risiko kerusakan struktural yang dapat mengganggu arus lalu lintas dan kegiatan ekonomi. Jika tidak segera ditangani, kerusakan serius pada jembatan ini dapat berimbas pada mobilitas ribuan orang setiap harinya.
Namun, meskipun telah terjadi 22 kali insiden tabrakan kapal tongkang, pengawasan di jalur sungai yang melintasi Jembatan Mahakam masih dinilai sangat lemah. Banyak pihak, termasuk aktivis dan tokoh masyarakat, menilai bahwa langkah preventif yang diambil selama ini belum cukup untuk mencegah insiden berulang yang mengancam keselamatan banyak orang.
Putra juga mengingatkan akan tragedi yang terjadi pada tahun 2011 di Jembatan Kutai Kartanegara, yang runtuh setelah tabrakan dengan kapal tongkang. Kejadian tersebut merenggut puluhan nyawa dan menjadi luka yang mendalam bagi masyarakat Kalimantan Timur. “Kami tidak ingin sejarah kelam itu terulang di Jembatan Mahakam. Keamanan dan keselamatan warga Kalimantan Timur harus menjadi prioritas utama,” tambah Putra dengan nada keras.
Dalam pandangannya, Pelindo sebagai subholding untuk kapal tunda dan jasa maritim harus bertanggung jawab penuh terhadap insiden-insiden ini. “Pelindo memiliki fasilitas dan kewenangan untuk mencegah terjadinya kecelakaan semacam ini. Kenapa bisa sampai 22 kali kejadian seperti ini terjadi? Ini bukan kelalaian biasa, ini adalah masalah serius yang harus ditangani dengan tegas,” tegas Putra.
Sebagai langkah tindak lanjut, Badko HMI Kaltim-Tara berencana mengadakan rapat tindak lanjut (RTL) dengan DPRD Provinsi Kalimantan Timur. Tujuannya adalah untuk mendorong pihak berwenang segera mengambil langkah-langkah yang lebih konkret dalam menangani masalah ini. “Kami akan mendesak pencopotan Kepala KSOP dan GM Pelindo Kota Samarinda jika hal ini tidak segera ditindaklanjuti dengan tegas,” tambah Putra.
Putra juga mengancam akan mengorganisir aksi besar jika pihak berwenang gagal merespons situasi ini. “Jika tidak ada tindakan yang konkret, kami dari Badko HMI Kaltim-Tara akan mengepung kantor Pemprov dan DPRD Provinsi Kalimantan Timur,” ujarnya, menegaskan bahwa mereka tidak akan diam jika keselamatan warga Kaltim terus terabaikan.
Pemerintah Kota Samarinda dan pihak terkait kini berada di bawah sorotan. Warga dan aktivis berharap agar langkah nyata segera diambil untuk mencegah tragedi besar yang dapat merugikan banyak orang. Selama pengawasan dan evaluasi terhadap pengelolaan jalur sungai di sekitar Jembatan Mahakam tidak diperketat, ancaman terhadap jembatan ini dan keselamatan warga Kaltim akan terus meningkat.
Jembatan Mahakam harus segera dilindungi dan diperkuat, karena ia bukan hanya sekadar infrastruktur, tetapi juga menjadi simbol dari mobilitas dan kehidupan sosial-ekonomi masyarakat Kalimantan Timur. Keamanan jembatan ini kini lebih dari sekadar kebutuhan, melainkan menjadi tuntutan mendesak bagi keselamatan semua pihak***