Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Tersebutlah seorang pengusaha muda dan kaya raya. Ia baru saja membeli mobil mewah, sebuah jaguar yang mengkilap.
Suatu saat, sang pengusaha, sedang menikmati perjalanannya dengan mobil baru itu. Dengan kecepatan penuh, dipacunya kendaraan itu mengelilingi jalanan tetangga sekitar dengan penuh rasa bangga dan prestise. Di pinggir jalan, tampak beberapa anak sedang bermain melempar sesuatu. Namun, karena berjalan terlalu kencang, ia tak terlalu memerhatikan anak-anak itu.
Tiba-tiba, dia melihat seorang anak kecil melintas. Ia muncul tiba-tiba dari sela mobil-mobil yang diparkir di pinggir jalan. Tapi, ternyata bukan anak-anak yang tampak melintas sebelumnya.
“Buk….!”
Aah…, ternyata, sebuah batu seukuran kepalan tangan menimpa jaguar itu. Sisi pintu mobil itu pun koyak, tergores batu yang dilontarkan seseorang.
“Ciiit….”. Rem mobil ditekannya kuat-kuat. Ia geram, dimundurkannya mobil itu menuju arah batu itu dilemparkan. Jaguar yang tergores bukanlah perkara sepele. Apalagi, kecelakaan itu dilakukan oleh orang lain. Begitu pikir sang pengusaha dalam hati. Amarahnya memuncak. Dia pun keluar mobil dengan tergesa-gesa.
Ditariknya anak yang dia tahu telah melempar batu ke mobilnya. Dipojokkannya anak itu pada sebuah mobil yang sedang diparkir.
“Apa yang kau lakukan!? Lihat perbuatanmu pada mobil kesayanganku!” Lihat goresan itu,” teriaknya sambil menunjuk goresan di sisi pintu.
“Kamu paham „kan, mobil jaguarku ini akan butuh banyak ongkos untuk memperbaiki,” tambahnya dengan kesal dan geram. Ia pun tampak ingin memukul anak itu.
Si anak itu tampak menggigil ketakutan. Pucat pasi. Ia berusaha meminta maaf. “Maaf, Pak. Maaf. Saya benar-benar meminta maaf. Saya tidak tahu lagi apa yang harus melakukan apa,” ungkapnya. Air matanya tampak ngeri dan tangannya dijulurkan untuk meminta maaf.
“Maaf, Pak. Saya melemparkan batu itu, karena tak ada seorang pun yang mau berhenti….”
Air mata anak itu mulai berjatuhan di pipi dan leher. Ia menunjuk ke suatu arah, di dekat mobil-mobil parkir lain.
“Itu di sana. Ada kakakku yang lumpuh. Dia tergelincir. Ia terjatuh dari kursi roda. Saya tak kuat mengangkatnya. Dia terlalu berat. Tapi, tak seorang pun mau menolongku. Badannya tak mampu kupapah. Dia sedang kesakitan,” ujarnya terisak. Matanya memandang tajam pengusaha itu. Ia berharap besar pada wajah sang pengusaha yang mulai tercenung itu.
“Maukah Bapak membantuku mengangkatnya ke kursi roda? Tolonglah Pak. Kakakku terluka. Tapi saya tak sanggup mengangkatnya.”
Pengusaha muda itu terdiam. Ia tak mampu berkata-kata lagi. Amarahnya mereda kala melihat seorang lelaki tergeletak dan mengerang kesakitan.
Kerongkongannya tercekat. Ia hanya mampu menahan ludah. Segera dia berjalan menuju lelaki tersebut. Diangkatnya si cacat itu ke kursi roda.
Kemudian diambilnya sapu tangan mahal miliknya. Ia usap luka di lutut yang memar dan tergores, seperti sisi pintu Jaguar kesayangannya.
Sesaat kemudian, kedua anak itu pun berterimakasih, dan mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja.
“Terimakasih, dan semoga Tuhan akan membalas perbuatan Bapak.”
Keduanya berjalan beriringan. Keduanya meninggalkan pengusaha yang masih nanar menatap kepergian mereka. Matanya terus mengikuti langkah sang anak yang mendorong kursi roda, melintasi sisi jalan menuju rumah mereka.
Berbalik arah, penguasah tadi berjalan dengan sangat perlahan menuju Jaguar miliknya. Ditelusurinya pintu Jaguar barunya yang tergores akibat lemparan batu tersebut. Ia tercenung sambil merenungkan kejadian yang baru saja dilewatinya. Kerusakan yang dialami bisa jadi bukanlah sepele. Tetapi, pengalaman tadi menghentakkan perasaannya.
Akhirnya, ia memilih untuk tak menghapus goresan itu. Ia memilih untuk membiarkannya, agar tetap mengingatkan pada hikmah ini. Ia menginginkan agar pesan itu tetap nyata terlihat:
“Janganlah melaju dalam hidupmu terlalu cepat. Karena seseorang akan melempar batu untuk menarik perhatianmu.”
Seperti kendaraan, hidup akan terus melaju dari waktu ke waktu. Detik-detik berlalu menyeret kita ke akhir hidup ini. Dan, kita adalah pengusaha muda tadi. Kita fokus dengan target yang kita kejar. Kita nikmati hasil usaha kita sendiri. Kita bahagia sendirian. Kita pacu kendaraan kita dengan cepat. Kita injak pedal hidup kita dengan mantap untuk meraih tujuan di depan kita. Secepatnya. Hingga terkadang kita lupa sekeliling kita.
Saat kita melaju, ada banyak hal terjadi di kanan kiri kita. Banyak hal yang bisa kita jadikan pelajaran. Banyak hal yang sebenarnya merupakan peringatan buat kita. Namun, kita melaju terlalu cepat. Kita terlalu fokus terhadap keinginan kita. Hingga kita lupa segalanya Saudaraku, Allah tak pernah berhenti berbicara kepada kita. Dia berbicara lewat lidah orang-orang sekeliling kita. Ia berbicara lewat kejadian-kejadian di alam semesta. Bahkan, Ia berbicara langsung kepada nurani kita. Namun, seringkali kita terlalu sibuk dengan diri kita. Kita tak punya waktu untuk sejenak mendengarkan ujaran -Nya.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Biarkan_Goresan_Itu_Menjadi_Hikmah