Aceh, 30 Desember 2025 – Banjir dan longsor hidrometeorologi yang melanda hampir seluruh wilayah Aceh sejak beberapa hari lalu menuai kritik dari Badan Koordinasi (BADKO) HMI Aceh. Organisasi ini menilai penanganan pemerintah terkesan lamban dan tidak maksimal, sehingga ribuan warga terpaksa bertahan dalam kondisi tidak manusiawi.
“Negara tahu rakyat menderita, tetapi memilih tidak bergerak dengan kecepatan yang seharusnya,” kata Nirwanda Hendriansyah, Wakil Sekretaris Umum BADKO HMI Aceh, dalam pernyataan yang diterima media, Rabu (25/12).
Nirwanda yang juga Ketua Satgas Insan Cita Rescue HMI Aceh menyebutkan, penanganan bencana di Aceh terkesan setengah hati dan hanya untuk pencitraan. “Negara hadir, tetapi lebih sering hadir sebagai tamu singkat. Datang, memberi pernyataan, berfoto, lalu pergi. Setelah kamera dilipat dan rombongan meninggalkan lokasi, penderitaan tetap tinggal,” kritiknya.
BADKO HMI Aceh mendesak pemerintah pusat untuk menambah dan memperbaiki posko pengungsian, memastikan distribusi logistik berjalan cepat dan merata, menghadirkan layanan kesehatan darurat, mempercepat pemulihan listrik dan infrastruktur dasar, serta menetapkan status Bencana Nasional.
“Kami menolak narasi bahwa ini semata ‘bencana alam’. Ini adalah kegagalan struktural yang harus dipertanggungjawabkan, bukan dinormalisasi,” tegas Nirwanda.
HMI Aceh juga mengecam pemerintah yang terkesan lebih memprioritaskan pencitraan daripada penanganan bencana. “Jika negara terus memilih hadir di atas kertas dan kamera, tetapi absen di tengah penderitaan rakyat, maka kritik ini tidak akan berhenti sebagai pernyataan. Ia akan menjelma menjadi tekanan moral, politik, dan gerakan,” ancamnya.
Aceh, 21 tahun pasca-tsunami, seharusnya menjadi contoh penanganan bencana yang cepat, adil, dan manusiawi. Namun, penanganan bencana kali ini justru menuai kritik dan kekecewaan dari berbagai pihak. “Aceh hari ini tidak meminta dikasihani. Aceh menuntut tanggung jawab,” tutup Nirwanda.


