khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Tampak seorang wanita muda berjalan terhuyung-huyung. Kakinya menahan letih, tetapi terus melangkah. Sudah panjang jalan yang dilalui hanya untuk mencari sesuap nasi. Demi perut, ia rela menjual kehormatannya. Menawarkan dirinya sebagai pemuas nafsu lelaki. Ia menjadi pelacur dengan tarif yang sangat murah.
Sebenarnya, wanita muda itu menyimpan kecantikan, tetapi wajahnya lebih tua dari umurnya. Maklum, dirinya diterpa panas matahari dan diguyur hujan. Sepanjang waktu, angin yang membawa debu pun menerpanya. Wanita itu mengalami penderitaan hidup yang sangat pahit. Ia sudah tidak mempunyai keluarga, kerabat dan sanak saudara lagi. Ia juga tidak punya rumah untuk berlindung dan berteduh. Hidupnya ada di kolong langit
Banyak orang yang sinis dan menjauhinya. Mereka enggan dan jijik bergaul dengan pelacur. Meskipun mendapat perlakuan yang kurang menyenangkan, sang pelacur itu tak perduli. Agaknya, penderitaan dan pengalaman telah mengajarinya untuk tidak meng-hiraukan sikap sinis orang lain.
Pelacur itu berkelana dari satu tempat ke tempat lain. Setiap lelaki yang dianggap mempunyai uang dihampiri dan dirayunya. Semua itu dilakukan hanya untuk menyambung hidup. Sebenarnya wanita itu menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan dosa besar. Tetapi, keadaanlah yang menjerumuskannya ke lembah hitam.
Wanita itu terus berjalan dengan harapan ada lelaki yang mau diajak kencan dan memberi imbalan sekedarnya. Kakinya telah letih dan lemas. Perutnya melilit karena lapar. Tenggorokannya kering ke-hausan. Sudah beberapa hari ini perutnya tak terisi apa-apa. Jalanan yang ditapaki cukup sunyi. Tak seorang pun dijumpainya. Hanya angin gurun yang tak henti menerpa kulitnya. Entah telah berapa mil ia berjalan. Akhirnya sampai juga ia di sebuah desa terpencil. Keadaannya sunyi dan gersang. Tak sebatang pohon kurma pun tumbuh di sana.
Ia melempar pandangannya jauh ke depan. Tampak debu beterbangan ditiup angin. Kepalanya mulai terasa berat dan tenggorokannya semakin kering. Ia merasakan haus yang sangat. Tiba-tiba batinnya bersorak gembira karena pandangannya menemukan sebuah bibir sumur. Di sana, agak jauh dari tempatnya berdiri. Pelacur itu melangkah kembali menuju sumur tua. Ia berhgarap di dalam sumur itu ada air yang dapat menyejukkan tenggorokannya. Sumur tua itu ditumbuhi rerumputan liar di sekitarnya.
Sebagian bibir sumur sudah rusak, lapuk ditelan usia.
Ia menghampirinya dan berhenti di situ. Ditengoknya bibir sumur. Yang tampak hanya kegelapan. Namun, hatinya menjadi girang karena di dalamnya ada tanda-tanda sumber air. Matanya sempat melihat kilauan permukaan air.
Pelacur itu tidak kuat berdiri lama. Tubuhnya gemetar karena menahan lapar dan dahaga. Hari itu, ia benar-benar merasakan penderitaan kelaparan. Ia duduk bersandar pada bibir sumur. Ia mencari akal untuk bisa mengambil air di bawah sumur. Tiba-tiba ia tersenyum. Dilepaskan kain ikat pinggangnya (stagen). Dilepas pula sebelah sepatunya. Ujung stagen itu kemudian dikaitkan pada sepatu untuk menciduk air di dalam sana.
Meski tubuhnya gemetar, ia berusaha untuk berdiri. Air pun terambil ke dalam sepatunya. Dengan sisa tenaga, ia menarik tali stagennya ke atas. Dilakukannya secara perlahan-lahan agar air di dalam sepatu itu tidak tumpah. Ia berhasil. Sepatu yang berisi seteguk air itu dipungutnya dengan tangan kiri. Ketika hendak minum, tiba-tiba datanglah seekor anjing. Binatang itu menarik-narik tali stagen. Sang pelacur paham maksud anjing itu. Pasti dia juga menderita haus dan lapar seperti dirinya.
Anjing itu terus menggonggong. Sorot matanya minta dikasihani. Akhirnya, si pelacur mengurungkan niat untuk mereguk air tersebut. Ia menundukkan tubuhnya dan menyodorkan sepatu yang berisi air kepada binatang itu. Dalam waktu sekejap, air itu habis sama sekali diminum anjing. Sementara itu, si pelacur menahan haus dan lapar. Tubuhnya gemetar dan napasnya tinggal satu-satu. Tak lama kemudian ia pingsan dan meninggal.
Sesaat setelah itu, para malaikat dari langit turun ke bumi, menyaksikan jasad pelacur yang sudah terbujur kaku. Malaikat
Rakib dan Atid sibuk mencatat amal-amal. Sedangkan Malaikat Malik dan Ridwan saling berebut. Namun malaikat Ridwan, si penjaga surga, mempertahankannya. Masing-masing mempunyai pendirian. Akhirnya, para malaikat itu mengadukan persoalan tersebut kepada Allah.
“Ya Allah, menurutku sudah sepantasnya wanita itu mendapat siksa di neraka jahannam karena sepanjang hidupnya bergelimang dosa. Ia seorang pelacur yang berkutat dengan perzinaan. Ia telah berani melanggar larangan-Mu.” Kata Malaikat Malik.
“Tidak! Tiba-tiba malaikat Ridwan menyanggah. Ia mengajukan alasan-alasan kepada Allah. “Ya Allah, hamba-Mu si pelacur ini memang orang yang berbuat zina. Namun perbuatannya dilakukan karena terpaksa demi menyambung hidupnya. Sedangkan ia mati karena akhlaqul karimah. Dia rela melepaskan nyawanya demi anjing yang kehausan. Karena itu pantaslah jika ia masuk ke dalam surga.”
Allah berfirman kepada malaikat Ridwan, “Kau benar. Wanita itu telah menebus dosa-dosanya dengan berkorban demi makhlukKu yang lain. Masukkanlah ia ke dalam surga.”
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Ia_Seorang_Pelacur_Tapi_Mati_Dengan_Akhlaqul_Karimah