Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Sudah hampir dua minggu televisi di rumah Mama dan Papaku (mertua) tidak mau menampakkan siaran. Kata jasa service televisi, LNB-nya rusak, dan harus diganti. Maka, kami memutuskan untuk membeli LNB ke pasar Batusangkar.
Saya dan Megi, adik iparku, dengan cepat meluncur dari Bukit Gombak menuju pasar Batusangkar. Tidak ada halangan di jalan, alias lancar. Memang sesekali terjadi sedikit kemacetan karena masih suasana lebaran. Namun, karena kami mengendarai sepeda motor, sedikit kemacetan itu bisa diatasi.
Kami pun menuju toko elektronik. LNB pun dibeli dengan harga Rp. 140.000 (seratus empat puluh ribu rupiah). Harga awal yang ditawarkan sang pemilik toko adalah Rp. 150.000 (seratus lima puluh ribu rupiah), namun kami pun melakukan tawar menawar, dan hanya dapat potongan sepuluh ribu rupiah. Lumayan. Kami pun tidak tahu, apakah kami membeli LNB terlalu mahal atau sedang. Kami tak peduli. Kami sudah terlalu percaya kepada pemilik toko yang mengatakan bahwa ia tidak mau mengambil untung banyakbanyak, takut tidak berkah. Jujur atau berdustakah sang pemilik toko….? Hanya Tuhan yang tahu.
Kami pun sepakat dengan harga tersebut. Megi, yang memegang keuangan langsung membayarnya. Kami pun kembali dengan membawa LNB merk Goldsat.
Sepeda motor yang saya bawa meluncur dengan cepat. Pas di perempatan jalan Bukit Gombak, kami terkejut dan hampir menghentikan sepeda motor. Apa alasannya? Saya dan Megi melihat di sebelah kanan jalan ada keramaian dan di antara kerumunan orang tersebut ada seorang lelaki dengan posisi badan miring, di sampingnya sepeda motor, sementara badannya tertelungkup dan tangan kanannya tepat di selokan. “Ada kecelakaaan, Aa?” Tanya Megi padaku. “Kayaknya.” Jawabku. Namun, tiba-tiba kami pun melihat keanehan. Lelaki yang kami anggap jatuh karena kecelakaan tersebut tiba-tiba berdiri. Dan kami melihat tangan kanannya dipenuhi lumpur. Tidak ada luka di wajah dan tangannya. Tidak ada tanda-tanda jatuh dari sepeda motor atau pun kecelakaan yang parah. “Wow…kita tertipu!” kataku sambil tertawa. Megi pun tertawa. Ternyata orang yang kami sangka kecelakaan sedang mengambil atau mencari sesuatu di selokan.
Sahabat, ternyata ada hal-hal kecil yang bisa membuat kita tersenyum dan tertawa. Dan tertawa dan tersenyum itu tidak mesti menerima sesuatu yang bersifat materi, bahkan melihat sesuatu yang tampak sebuah musibah–padahal bukan–akan membuat kita tersenyum simpul. Dan, satu hal yang mesti kita camkan, bahwa tidak sedikit kita melihat bahwa bencana itu sebagai bencana, padahal dibalik bencana yang kita lihat dan kita rasakan tersimpan hikmah, yang jika dirasakan dengan dzauq iman akan terasa nikmat.
Maka, lihatlah sesuatu dengan kacamata yang bening, niscaya hidup akan terasa indah dan nikmat.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Tertawa_Karena_Tertipu