Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Begitulah cerita hidupnya telah digariskan. Ia hidup membujang, dipenjara selama bertahun-tahun dan berakhir dengan hukuman di tiang gantungan.
Peri kehidupan Sayyid Quthb adalah rangkaian perjuangan dan keberanian, gambaran kejujuran dan keyakinan, kisah patriotisme dan kepahlawanan.
Penjara telah menempa keimanannya, meningkatkan pengetahuannya, menggelorakan semangatnya dan menebalkan prinsip keyakinannya. Penjara menjadi sebuah lokasi perenungan yang-seperti kata Ibnu Taimiyyah- bathinuhu fihirrahmah wazahiruhu min qibalihil azab, didalamya terdapat rahmat sementara dari luar seperti tempat penuh siksa.
Lihatlah, betapa dari balik jeruji besi itu telah keluar karya-karya monumental yang bermanfaat bagi umat manusia. Dan kini, terali besi pemerintah Mesir telah menelorkan salah satu karya besar sepanjang sejarah: Tafsir Fi Zhilalil Quran, yang menunjukan pengetahuan, perenungan, semangat dan keyakinan yang tak kunjung padam dari penulisnya. Betapa hal itu tergambar jelas dalam karya ini!!
Sayid Quthb lahir di Mausyah, salah satu provinsi Asyuth, di dataran tinggi Mesir. Ia lahir pada 9 Oktober 1906. Nama lengkapnya adalah Sayyid Quthb Ibrahim Husain.
Menurut Dr. Shalah Abdul Fattah al-Khalidi, ada dua puluh lima buku (kitab) Quthb yang telah diterbitkan. Di antara karyanya yang ditulis dalam penjara adalah Tafsir Fi Zhilalil Quran.
Tafsir Fi Zhilalil Quran ini telah secara luas diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa: bahasa Inggris, Melayu, Indonesia, dan lain-lain. Pada mulanya penulisan tafsir oleh Quthb dituangkan di majalah Al-Muslimun edisi ke-3, yang terbit pada Februari 1952. Quthb mulai menulis tafsir secara serial di majalah itu, dimulai dari surah al- Fatihah dan diteruskan dalam surat al-Baqarah dalam episode-episode berikutnya. Setelah tulisannya sampai edisi ke-7, Quthb menyatakan, ―Dengan kajian (episode ke-7 ini), maka berakhirlah serial dalam Majalah Al-Muslimun. Sebab Fi Zhilalil Quran akan dipublikasikan tersendiri dalam tiga puluh juz bersambung, dan masing-masing episodenya akan diluncurkan pada awal setiap dua bulan, dimulai dari bulan September mendatang dengan izin Allah, yang akan diterbitkan oleh Dar Ihya‘ al-Kutub al-Arabiyah milik Isa Halabi & Co. Sedangkan majalah Al- Muslimun mengambil tema lain dengan judul Nahwa Mujtama‟ Islami (Menuju Masyarakat Islami).‖
Juz Pertama Zhilal itu terbit Oktober 1952. Quthb memenuhi janjinya kepada pembacanya, sehingga ia meluncur-kan satu juz dari Zhilal setiap dua bulan. Bahkan kadang lebih cepat dari waktu yang ditargetkan. Pada periode antara Oktober 1952 dan Januari 1954, ia meluncurkan 16 juz dari Zhilal.
Ketika dimasukkan penjara untuk pertama kalinya, Januari hingga Maret 1954, Quthb berhasil menerbitkan dua juz Zhilal, juz ke-17 dan juz ke-18. Ia kemudian dibebaskan, tapi November 1954 ia bersama ribuan jamaah Ihwanul Muslimin ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman 15 tahun. Pada awalnya di penjara itu, Quthb tidak bisa melanjutkan untuk menulis Fi Zhilal, karena berbagai siksaan yang dialaminya. Tapi lambat laun, atas jasa penerbitnya, Quthb bisa melanjutkan tulisannya itu dan juga merevisi juz-juz Fi Zhilal sebelumnya.
Dalam pengantar tafsirnya, Quthb mengatakan bahwa hidup dalam naungan Al-Quran itu suatu kenikmatan. Sebuah kenikmatan yang tidak diketahui kecuali oleh orang yang telah merasakannya. Suatu kenikmatan yang mengangkat umur (hidup), memberkatinya dan menyucikannya. Quthb merasa telah mengalami kenikmatan hidup di bawah naungan Al-Quran itu, sesuatu yang belum dirasakannya sebelumnya.
Ketika mau menulis tafsirnya, Quthb sebenarnya khawatir, karena ia melihat mustahil menafsirkan Al-Quran secara komprehensif. Lafal-lafal dan ungkapan-ungkapan yang ia tulis, ia rasakan tidak mampu sepenuhnya untuk menjelaskan apa yang dirasakannya terhadap Al-Quran. Quthb berkata, ―Meskipun demikian, saya merasa takut dan gemetar manakala saya mulai menerjemahkan (menafsirkan) Al-Quran ini. Sesungguhnya irama Al-Quran yang masuk dalam perasaan mustahil bisa saya terjemahkan dalam lafal- lafal dan ungkapan-ungkapanku. Oleh karena itu, saya selalu merasakan adanya jurang yang menghalangi antara apa yang saya rasakan dan apa yang akan saya terjemahkan untuk orang lain dalam Zhilal ini.
Tujuan-tujuan yang dituliskan Tafsir Fi Zhilal, menurut al-Khalidi adalah sebagai berikut.
Pertama, menghilangkan jurang yang dalam antara kaum Muslimin sekarang ini dengan Al-Quran. Quthb menyatakan,
―Sesungguhnya saya serukan kepada para pembaca Zhilal, jangan sampai Zhilal ini yang menjadi tujuan mereka. Tetapi hendaklah mereka membaca Zhilal agar bisa dekat kepada Al-Quran. Selanjutnya agar mereka mengambil Al-Quran secara hakiki dan membuang Zhilal ini.‖
Kedua, mengenalkan kepada kaum Muslimin sekarang ini pada fungsi amaliyah harakiyah Al-Quran, menjelaskan karakternya yang hidup dan bernuansa jihad, memperlihatkan kepada mereka mengenai metode Al-Quran dalam pergerakan dan jihad melawan kejahiliahan, menggariskan jalan yang mereka lalui dengan mengikuti petunjuknya, menjelaskan jalan yang lurus serta meletakkan tangan mereka di atas kunci yang dapat mereka gunakan untuk mengeluarkan perbendaharaan-perbendaharaan yang terpendam.
Ketiga, membekali orang Muslim sekarang ini dengan petunjuk amaliah tertulis menuju ciri-ciri kepribadian Islami yang dituntut, serta menuju ciri-ciri islami yang Qurani.
Keempat, mendidik orang Muslim dengan pendidikan Qurani yang integral; membangun kepribadian Islam yang efektif, menjelaskan karakteristik dan ciri-cirinya, faktor- faktor pembentukan dan kehidupannya.
Kelima, menjelaskan ciri-ciri masyarakat islami yang dibentuk oleh Al-Quran, mengenalkan asas-asas yang menjadi pijakan masyarakat islami, menggariskan jalan yang bersifat gerakan dan jihad untuk membangunnya. Dakwah secara murni untuk menegakkannya, membangkitkan hasrat para aktivis untuk meraih tujuan ini, menjelaskan secara terperinci mengenai masyarakat islami pertama yang didirikan oleh Rasulullah shallallâhu „alaihi wa sallam di atas nash-nash Al-Quran, arahan-arahan, dan manhaj- manhajnya sebagai bentuk nyata yang bisa dijadikan teladan, misal, dan contoh bagi para aktivis.
Demikianlah, jeruji besi dan penderitaan yang dialami oleh Sayyid Quthb telah memuliakan dan membesarkan namanya dengan lahirnya karya Tafsir fi Zhilalil Quran.