Digindonews.com — Komisi Pemilihan Umum gelar Sosialisas dengan tema “Sosialisasi Pendidikan Pemilih Pasca Pemungutan Suara untuk Pemilih Strategis dan Rentan di Daerah 3T, Pemilu Serentak 2024”, di Hotel Aston Sorong, Papua Barat, bersama Fatmawati (Anggota KPU Provinsi Papua Barat Daya Divisi Sosialisasi), selasa, 14 Mei 2024.
Dalam pemaparannya, Fatmawati sampaikan bahwa pemilih perempuan itu setengah dari DPT kita, yang tadi 204 juta, di Provinsi Papua Barat Daya, kita punya data pemilih 440.826 pemilih. Nah, setengahnya adalah perempuan.
Jumlah DPT yang 200 sekian juta itu lebih banyak perempuannya daripada laki-laki. Itu berarti bahwa kalau ini terorganisir secara baik maka kemudian tentu hasil yang didapatkan atau hasil PEMILU akan banyak perempuan-perempuan hebat yang bisa duduk di Dewan baik di tingkat Kabupaten Kota, Provinsi maupun DPR RI. Nah itu yang kita harapkan, ini ada beberapa alasan mengapa perempuan perlu terlibat dalam PEMILU.
“Ada banyak hal salah satunya misal keadilan dan kesetaraan kepentingan perempuan, siapa yang bisa bicara soal kepentingan perempuan di dewan, kalau bukan perempuan. Bapak-bapak mana ada membahas soal itu, ada tapi sekian persen. Yang membahasnya siapa Perempuan, Kalau tidak ada keterwakilan kita, maka kecil kemungkinan itu akan dibahas,” Ujarnya.
Fatmawati menambahkan bahwa Perempuan dengan hati nuraninya akan membawa sesuatu yang berbeda. Kalau orang selalu bilang politik itu kasar, politik itu keras, politik itu kejam, perempuan harus membawa nilai- nilai kelembutan, nilai-nilai kebaikan. Kemudian simbolik, perempuan menjadi inspirasi dan memberi semangat bagi perempuan lainnya.
Ini menjadi PR kita, bahwa kemudian kadang perempuan satu dan perempuan lainnya itu bersaing, tapi bersaingnya tidak sehat, itu yang membuat mengapa kita tidak pernah naik, kita sudah naik di tangga kedua ditarik turun lagi, ada lagi yang naik ditarik lagi, sepertinya perempuan ini naik turun, sepertinya kita ini selalu tidak suka kalau ada perempuan lain lebih di atas kita. Padahal sesungguhnya harusnya kita menjadi bagian yang akan memberikan support sistem kepada perempuan-perempuan yang mampu.
Akhirnya tidak ada, contohnya adalah karena KPU Kota Sorong sudah selesai menetapkan calon DPD yang terpilih, dari 30 kursi hanya 4 perempuan yang lolos duduk di Dewan, 26 lainnya laki-laki, padahal DPT perempuan yang ada di Kota Sorong yang berjumlah 205 ribu itu setengahnya perempuan. Ini tentu di evaluasi kita bersama sehingga ke depan kita dapat kemudian merubah pola dan cara pandang kita tentang PEMILU dan juga PILKADA.***