DigIndonews.comDigIndonews.com
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Khazanah
  • Opini
  • Ekonomi
  • Opini
  • Uncategorized
  • Redaksi
Reading: Skenario Demokrasi Indonesia
Share
Font ResizerAa
DigIndonews.comDigIndonews.com
Font ResizerAa
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Khazanah
  • Opini
  • Ekonomi
  • Opini
  • Uncategorized
  • Redaksi
Search
  • Nasional
  • Daerah
  • Politik
  • Khazanah
  • Opini
  • Ekonomi
  • Opini
  • Uncategorized
  • Redaksi
Have an existing account? Sign In
Follow US
  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
© Sayangi.com 2022 | All Rights Reserved
DigIndonews.com > Opini > Skenario Demokrasi Indonesia
Opini

Skenario Demokrasi Indonesia

Redaksi 2 Published November 24, 2025
Share
SHARE

Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru oleh DPR beberapa waktu lalu menjadi salah satu titik penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. Hukum acara pidana adalah tulang punggung sistem penegakan hukum, sekaligus instrumen yang menentukan bagaimana negara memperlakukan warganya, terutama ketika berada dalam posisi paling rentan yaitu diselidiki, disidik, ditangkap, atau diadili.

Karena itu, perubahan KUHAP tidak dapat dipandang sekadar sebagai pembaruan teknis hukum, tetapi sebagai indikator arah sistem politik dan kualitas demokrasi kita.

Di atas kertas, KUHAP baru diklaim membawa sejumlah kemajuan. Beberapa ketentuan disebut memberikan perlindungan lebih konsisten bagi tersangka, terdakwa, korban, saksi, dan kelompok rentan. Reformasi ini juga dinilai perlu untuk menyesuaikan struktur hukum nasional dengan perkembangan teknologi, pembaruan KUHP, serta prinsip keadilan prosedural yang lebih modern. Argumentasi tersebut menempatkan pembaruan KUHAP sebagai bagian dari konsolidasi demokrasi, negara berupaya memperbaiki sistem peradilan agar lebih responsif, efisien, dan berkelanjutan.

Namun, respons publik tidak seragam. Sebagian kalangan akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan praktisi hukum menilai proses penyusunan dan pengesahan berlangsung terburu-buru dan minim deliberasi. Kritik paling besar tertuju pada ketentuan perluasan kewenangan penyelidikan, penyadapan, penggeledahan, hingga pembelian terselubung oleh aparat penegak hukum. Kekhawatiran muncul bahwa aturan tersebut, apabila tanpa kontrol yang memadai, dapat mempersempit ruang kebebasan sipil dan memperkuat kultur penegakan hukum yang represif. Di sinilah letak simpul persoalan bahwa reformasi hukum baru ini membuka dua skenario besar bagi masa depan demokrasi Indonesia.

Baca Juga  Kecam Krisis Demokrasi, Partisipasi Tokoh Umat dan Bangsa Diapresiasi Teddy Alfonso

Pertama, skenario demokrasi matang.
Jika implementasi KUHAP disertai mekanisme pengawasan yang kuat dan transparan, ruang kontrol publik tetap terbuka, dan aparat penegak hukum menjalankan kewenangan secara proporsional, maka KUHAP dapat menjadi fondasi penting bagi demokrasi yang lebih beradab. Dalam skenario ini, modernisasi penegakan hukum beriringan dengan penguatan hak-hak warga negara. Demokrasi menjadi lebih substansial karena negara dapat menjamin bukan hanya kebebasan politik, tetapi juga keadilan prosedural.

Kedua, skenario demokrasi formal namun rapuh.
Pada jalur ini, pembaruan hukum tetap berlaku, tetapi tidak diiringi mekanisme pengawasan independen dan budaya akuntabilitas. Negara tampak demokratis secara institusional danpemilu berjalan, rotasi kekuasaan terjadi, namun kualitas demokrasi melemah. Kebebasan sipil dapat menyempit, kritik publik berisiko dikategorikan sebagai pelanggaran hukum, dan budaya takut menggantikan budaya dialog.

Baca Juga  Boby Anggota DPR RI Sebut Demokrasi Digital dan Netizen Buat Politik Menjadi Bebas dan Liar

Ketiga, skenario kemunduran demokrasi.
Ini adalah kemungkinan paling ekstrem bahwa hukum menjadi instrumen legitimasi pengekangan, bukan perlindungan. Penguatan kewenangan penegakan hukum tanpa kontrol dapat mengarah pada model demokrasi prosedural tanpa kebebasan. Proses pemilu tetap ada, tetapi hak asasi dan ruang publik menyusut. Dalam skenario ini, demokrasi bertahan sebagai nama saja bahkan bukan kedalam implementatif.

Posisi Indonesia saat ini berada di persimpangan antara ketiga skenario tersebut. Karena itu, langkah-langkah korektif dan kolaboratif menjadi penting. Sejumlah agenda mendesak dapat dirumuskan.

Pertama, aturan pelaksana KUHAP harus disusun secara transparan dan melibatkan publik, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan komunitas hukum. Substansi hukum yang demokratis tidak akan efektif tanpa prosedur demokratis dalam perumusannya.

Kedua, lembaga pengawasan penegak hukum perlu diperkuat, baik melalui mekanisme internal (etik, supervisi) maupun eksternal (ombudsman, praperadilan, dan mekanisme aduan publik). Kewenangan luas negara harus selalu beriring dengan pengawasan yang setara.

Baca Juga  Desy Ratnasari Anggota DPR RI Minta Masyarakat dan Pemerintah Kawal Transformasi Digital

Ketiga, peningkatan literasi hukum publik harus dilakukan secara serius. Warga negara tidak boleh hanya menjadi objek kebijakan hukum, tetapi subjek aktif yang memahami hak dan mekanisme perlindungan dirinya.

Keempat, independensi media perlu dijaga agar fungsi pengawasan sosial tetap berjalan. Kebebasan pers merupakan pilar utama sistem demokrasi yang sehat dan tanpa itu, seluruh mekanisme hukum berisiko bekerja dalam ruang gelap.

Pengesahan KUHAP baru adalah momentum. Dari momentum ini, kita dihadapkan pada pertanyaan dasar apakah kita ingin membangun negara hukum yang demokratis, atau sekadar negara dengan hukum?

Demokrasi tidak cukup diukur dari keberadaan pemilu atau lembaga negara, tetapi dari cara negara memperlakukan warganya, terutama mereka yang berada di posisi paling lemah. Indonesia masih memiliki peluang besar untuk memilih skenario terbaik. Namun peluang itu hanya akan terwujud bila kekuasaan bersedia diawasi, dan warga negara memilih untuk terlibat.

Penulis: Abdul Halim Wijaya Siregar

TAGGED:Demokrasiskenario demokrasi indonesia.
Share This Article
Facebook Twitter Whatsapp Whatsapp Copy Link
What do you think?
Love1
Sad0
Happy0
Sleepy0
Angry0
Dead0
Wink0
Previous Article KAI Logistik Distribusi 1.350 Ton Rel untuk Prasarana Perkeretaapian Nasional
Next Article Dorong Kapasitas Pelaku UMKM, BRI Region 6/Jakarta 1 Salurkan KUR Rp.1.159 Miliar Hingga Oktober 2025
Leave a comment

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Kategori

  • Daerah873
    • Agam14
    • Bukit Tinggi14
    • Limapuluh Kota392
    • Padang32
    • Payakumbuh25
    • Solok66
  • Ekonomi622
  • Headline402
  • Internasional81
  • Khazanah186
  • Lifestyle112
  • Nasional834
  • Olahraga76
  • Opini172
  • Pariwara Lipsus30
  • Politik253
  • Uncategorized250
  • Video15

Berita Lainnya

Ketum GPMPB: DBH Panas Bumi Harus untuk Daerah Penghasil
Perubahan Tutupan Lahan 1990–2024 Dinilai Jadi Pemicu Bencana di Sumatera Utara
BRI Otista Jakarta Gandeng Iron Fist Hadirkan Promo Kuliner 20%
“Semangat BerJuara: Atlet PORDASI Kota Solok untuk KEJURNAS HBA 2025 Resmi di Lepas”

Berita Terkait

Opini

“Pendidikan Islam dalam Menghadapi Era Society 5.0”

November 21, 2025
Opini

“Pengesahan KUHAP: Kemenangan Kekuasaan, Kekalahan Demokrasi”

November 18, 2025
“Ilustrasi Bumi yang menolak kerusakan lingkungan. Dalam gambar, Bumi digambarkan untuk menolak, menghentikan kerusakan, merefleksikan perlawanan ekologis terhadap deforestasi dan pembangunan yang tidak berkelanjutan di Indonesia.”
Opini

“Pembangunan Kolaboratif: Paradoks Kerusakan Hutan dan Kegagalan Regulasi Ekologis di Indonesia”

November 18, 2025
HeadlineNasionalOpini

Pak Harto: Pahlawan Pembangunan dan Pendidikan Anak Bangsa

November 10, 2025
Show More
DigIndonews.comDigIndonews.com
Follow US
© DigIndonews.com 2024 | All Rights Reserved
  • Redaksi
  • Hubungi Kami
  • Pedoman Media Siber
  • Standar Perlindungan Profesi Wartawan
Sign in to your account

Lost your password?