Digindonews.com, Limapuluh Kota – Drama panjang seputar kinerja Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Limapuluh Kota, Yulia Masna, memasuki babak baru. Setelah kerap dikritik media atas berbagai kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat, kali ini ia justru balik menebar tuduhan kepada wartawan.
Adalah Agus Suprianto, jurnalis yang selama ini getol menyoroti langkah-langkah kontroversial Dinas Kesehatan, yang menjadi sasaran fitnah. Yulia menuding Agus meminta uang sebesar Rp18 juta lewat proposal, sebuah tuduhan yang segera dibantah keras oleh Agus.
“Saya tidak pernah meminta uang seperti yang dituduhkan. Ini jelas fitnah dan mencemarkan nama baik saya. Saya akan menempuh jalur hukum,” tegas Agus.
Fitnah yang Beredar Lewat Grup WhatsApp
Informasi fitnah tersebut beredar luas, mulai dari chat WhatsApp kadis ke Ketua Umum LSM Generasi Indonesia Bersih (GIB), hingga beberapa orang lainnya pada Minggu, 24 Agustus 2025. Bahkan, wartawan lain berinisial D disebut-sebut ikut menyebarkan cerita itu, yang kemudian bergulir dari mulut ke mulut.
Namun, bantahan datang dari dalam tubuh Dinas Kesehatan sendiri. Sekretaris Dinas, Deni, mengakui proposal yang dimaksud memang ada, tetapi disposisi dari Kadis justru mengarah kepadanya. “Tidak benar kalau proposal itu untuk meminta uang seperti yang dituduhkan,” ungkap Deni.
Kehabisan Jurus Hadapi Kritik
Kabar fitnah ini memunculkan pertanyaan besar: apakah Yulia Masna sedang kehabisan jurus menghadapi kritik? Selama ini, Yulia dikenal gemar menggembar-gemborkan “prestasi pribadi” yang ternyata hanyalah pencitraan belaka. Ketika sorotan media kian tajam dan publik mendesak Bupati Safni untuk mencopotnya, justru ia menempuh langkah defensif dengan menuding balik pengkritiknya.
Bagi Agus, tindakan Yulia hanyalah bentuk kepanikan seorang pejabat publik yang gagal menjaga integritas. “Pejabat itu digaji dari uang rakyat. Tidak pantas kalau setiap dikritik, malah menebar fitnah untuk membungkam suara pers,” ucapnya kecewa.
Desakan Publik
Gelombang kritik terhadap Yulia bukan hal baru. Dari isu klaim prestasi “abal-abal” hingga carut-marut layanan kesehatan, publik mulai menilai bahwa jabatan Kadis Kesehatan terlalu vital untuk dipimpin oleh figur yang sibuk mengurus citra pribadi. Kini, dengan munculnya kasus fitnah terhadap wartawan, tekanan agar Bupati Safni mengambil sikap tegas semakin kuat.
Sejumlah aktivis menyebut, persoalan ini bukan sekadar soal nama baik seorang jurnalis, tetapi juga cerminan rendahnya kualitas kepemimpinan di tubuh Dinas Kesehatan. Fitnah hanyalah tanda kepanikan: ketika argumen habis, yang tersisa hanyalah serangan pribadi.***