Digindonews.com, Jakarta — 8 Desember 2025. Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Komunikasi dan Digital bersama Anggota Komisi I DPR RI, H. Oleh Soleh, S.H, menyelenggarakan webinar literasi digital bertema “Berbagi Tanpa Bahaya: Etika dan Keamanan Data di Media Sosial” di Intel Studio Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kegiatan ini menjadi ruang edukasi publik mengenai meningkatnya risiko keamanan data pribadi serta pentingnya etika dalam bermedia sosial di tengah penetrasi digital yang terus berkembang.
Dalam paparannya, H. Oleh Soleh menegaskan bahwa dunia digital merupakan bagian dari amanat pembangunan nasional yang harus diarahkan untuk menciptakan ruang aman, edukatif, dan produktif bagi masyarakat. Ia menyoroti bahwa pengguna internet di Indonesia telah mencapai hampir 90 persen populasi, dengan dominasi pengguna berusia di bawah umur. Kondisi ini menuntut perhatian serius terhadap etika, tata krama digital, serta perlindungan dari konten yang berpotensi memecah belah bangsa.
“Bahaya digital ini bisa lebih berbahaya dari nuklir. Semua sendi kehidupan, baik di sekolah, dunia usaha, maupun ruang maya harus diarahkan untuk menjaga etika. Media sosial jangan menjadi alat propaganda atau perpecahan,” ujarnya. DPR RI, kata Oleh, terus mendorong inovasi anggaran dan kebijakan agar ruang digital menjadi tempat yang aman sekaligus mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif.
Pemateri berikutnya, Didi, SE., Ak., M.Ak, menyoroti perkembangan pesat media sosial yang kini digunakan lintas generasi, dari generasi Alpha hingga milenial. Dengan penetrasi internet tahun 2025 mencapai 80,66 persen dari total 229 juta penduduk Indonesia, ruang media sosial menjadi tempat aktivitas tanpa batas. Namun tingginya aktivitas tersebut turut meningkatkan risiko bagi anak dan remaja, termasuk potensi bullying, penyakit mental, hingga paparan konten berbahaya.
Didi menekankan pentingnya pembatasan penggunaan media sosial untuk anak di bawah umur, merujuk pada praktik beberapa negara maju yang membatasi jam akses bahkan membatasi aktivitas digital hingga dua jam di negara tertentu. Ia mengingatkan pentingnya etika digital, menjaga privasi, serta kehati-hatian terhadap jejak digital karena dapat mempengaruhi masa depan seseorang, baik karier maupun pendidikan.
Sementara itu, Khafidlul Ulum, tokoh pemuda, menambahkan bahwa Indonesia memiliki 160 juta pengguna media sosial, menjadikannya salah satu pasar digital terbesar. Platform seperti TikTok, YouTube, Instagram, dan Facebook menjadi ruang interaksi utama. Namun media sosial yang sangat terbuka ini rentan terhadap manipulasi, profilling, kebocoran data, hingga pertaruhan reputasi pribadi.
“Media sosial selalu memantau perilaku penggunanya melalui algoritma. Maka jangan menganggap ruang digital sebagai tempat yang benar-benar privat,” jelasnya.
Webinar ini menyimpulkan bahwa perlindungan data digital membutuhkan pendekatan terpadu: pengguna harus bijak, pengembang harus merancang sistem yang melindungi, dan pembuat kebijakan wajib menghadirkan regulasi yang adil. Melalui sinergi ini, masyarakat dapat menikmati manfaat konektivitas tanpa mengorbankan privasi dan keamanan.***


