khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Ada kisah menarik untuk kita ikuti, yaitu kisah seorang pemuda yang mengerjai seorang guru ngaji yang sangat sabar. Mari kita ikuti saja kisahnya.
Di suatu desa ada seorang guru ngaji yang dikenal sangat sabar, tekun, tawadhu terhadap siapapun. Wajahnya begitu lembut dan syahdu memancar kedamaian dari raut muka yang bersih. sorotan matanya tajam tanda begitu dalam akan keilmuannya. Dia disamping sabar juga sangat khusyu‟ dalam beribadah. Tak segansegan dia membantu orang yang sedang membutuhkannya. Kebaikan dan kesabarannya dikenal oleh semua penduduk kampung. Hingga ahirnya ada seorang pemuda yang telah menyelesaikan Strata-1 (sarjana) yang ingin menguji kesabarannya. Pemuda ini tidak yakin akan kesabaran guru ngaji itu. Sebab, selama pemuda itu belajar di kampus yang dia jumpai malah banyak orang berilmu tetapi sangat egois dan sangat perhitungan baik dengan waktu, tenaga dan materi.
Akhirnya rasa penasaran yang kuat mendorongnya untuk berkunjung ke rumah guru ngaji itu. Sesampainya di sana pemuda itu menyampaikan maksudnya untuk mengundangnya ke rumahnya. Dan guru ngaji itu menyanggupi pemuda itu untuk memenuhi undangannya.
Setelah tiba waktu yang dijanjikan Sang Ustadz itu pun datang ke rumah pemuda tersebut untuk memenuhi undangannya. Namun, sesampainya di rumah si pemuda, sang ustadz melihat rumah pemuda itu tertutup tidak ada acara hajatan apa-apa. Lalu ia pun mengetuk seraya mengucap salam. Dan, terdengarlah jawaban dari dalam rumah.
Pintu pun dibuka. Namun, si pemuda tidak mempersilakan sang ustadz masuk. Ia malah bertanya,
“Maaf, Pak Ustadz, kalau boleh tahu ada keperluan apa sampai ustadz sudi datang ke rumahku?”
Ustadz pun menjawab, “Saya datang ke rumahmu atas undanganmu kemarin.”
“Siapa bilang saya mengundang Pak ustadz” Bantah si pemuda.
Dengan tenang sang ustadz pun berkata, “Kalau begitu saya pulang dulu ya. Assalamu‟alaikum.”
Berlalulah sang ustadz dari hadapan pemuda itu dengan senyum. Dipandanginya pak ustadz itu oleh pemuda itu hingga beberapa puluh meter. Tetapi tiba-tiba pemuda itu memanggil pak ustadz dengan suara yang keras, “Pak ustadz…pak ustadz …pak ustadz …. tolong kemari sebentar!” sambil melambaikan tangannya. Pak ustadz pun kembali menemui pemuda itu.
“Ada apa, Dik, kok memanggil saya, apa acaranya jadi?” tanya pak ustadz.
“Oh sebenarnya jadi sih ustadz tapi saya belum mengundang orang-orang, jadi ditunda saja pak ustadz ya.” kata pemuda itu menguji pak ustadz.
“Kalau begitu saya pamit dulu dik ya? pinta pak ustadz dengan senyum.
“Ya silakan ustadz, maaf ya ustadz tidak marah „kan” kata pemuda itu.
Berlalulah pak ustadz dari hadapan pemuda itu. Setelah jauh dipanggil lagi pak ustadz oleh pemuda tadi, “Pak ustadz … pak ustadz… pak ustadz ….kemari! Acaranya jadi hari ini,” seru pemuda.
Pak ustadz pun menoleh dan bertolak ke rumah pemuda tadi ketiga kalinya. Sesampainya di hadapan pemuda itu langsung pemuda itu bertanya,
“Pak ustadz mengapa ustadz tidak marah saat saya kerjai
hingga tiga kali?”
Sang ustadz menjawab, “Mengapa saya harus marah? Anjing saja jika dipanggil majikannya dengan memukulkan sesuatu tanda akan diberi makan, lalu menghampiri majikannya dan tidak ditemukan makanan, anjing itu diam saja, tidak marah dan tidak menggerutu dan berlalu begitu saja? Masak saya yang lebih mulia dari anjing kalah sabar dengan anjing?”
Mendengar jawaban pak ustadz tadi, pemuda itu langsung bersimpuh dilutut pak ustadz seraya meminta maaf dan menyatakan diri untuk menjadi santrinya.
Kemuliaan seseorang itu tidak diukur dari seberapa banyak ilmu yang dikuasainya, bukan pula dari berapa tinggi kedudukan dan gelar yang disandangnya, tetapi kemuliaan seseorang itu terletak pada budi pekertinya yang terpancar dari hati yang bersih dan suci.
Marilah kita belajar untuk berhias diri dengan akhlakul karimah dan belajar meraba perasaan orang lain, agar kita mampu menjadi orang yang sabar dan menjaga kesabaran.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Pemuda_Yang_Mengajari_Guru_Ngaji