Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Alkisah, seorang sahabat Nabi Saw kedatangan tamu jauh. Waktu yang tidak tepat. Bukan karena sang sahabat ini sedang sibuk atau akan pergi ke tempat lain yang karenanya dapat menerima tamu. Bukan, bukan karena itu. Tapi karena di dapur rumah sahabat ini tidak ada satu pun yang tersisa. Sejak tiga hari ini keluarga itu kelaparan. Dapurnya tak mengepulkan asap, apatah lagi menyediakan suatu hidangan untuk tamunya. Satu-satunya yang tersisa hanyalah bubur encer untuk bayinya.
Maka perdebatan kecil terjadilah di dapur. Sang ibu berpendapat bahwa mereka harus memperhatikan kesehatan bayi mereka. Apalagi yang tersisa hanyalah bubur encer. Kalau diberikan kepada sang tamu pun, bubur itu tidak dapat mengenyangkan. Sedangkan kalau diberikan kepada si bayi, akan sangat bermanfaat. Sementara si bapak-di sisi lain-berpendapat lebih ingin mendahulukan sang tamu. Cukup lama mereka saling melempar argumentasi. Namun akhirnya disepakati, bahwa memuliakan tamu. Mereka teringat akan hadits Nabi Saw., “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, muliakanlah tamu.”
Meski sudah sepakat, mereka masih bingung. Bagaimana cara menghidangkan bubur itu kepada sang tamu? Kenapa? Sebab buburnya sangat encer. Tidak pantas kalau terliha. Sementara, itu adalah makanan satu-satunya yang tersisa yang dapat dihidangkan. Kemudian, kalau bubur itu dihidangkan dan hanya satu piring, maka akan terkesan janggal. Hanya tamu yang makan sementara tuan rumah tidak menemani makan. Padahal tak mungkin, dari bubur sejumlah itu dipecah menjadi dua piring.
Tapi akhirnya sang bapak mendapat ide, yakni mematikan lampu saat bubur itu dihidangkan. Maka setelah berbincangbincang, sang bapak mengeluarkan hidangan dan langsung mematikan lampu. Sambil mempersilahkan sang tamu makan, ia pun berpura-pura sedang makan.
Dalam keadaan gelap tidak diketahui jenis makanan dan jumlahnya. Sang tamu yang lapar, makan dengan lahap, yang sepertinya ditemani sang tuan rumah. Akhirnya ia pulang dengan perasaan senang. Sang tamu dihormati dan dijamu dengan baik oleh sang kepala keluarga, meski ia tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi.
Betapa sang bapak telah mengorbankan satu-satunya bubur encer untuk bayinya, demi sang tamu. Suatu pengorbanan yang tiada tara demi penghormatan kepada sang tamu. Inilah kualitas iman.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Energi_Cinta
#Kualitas_Iman_dan_Cinta