Digindonews.com-KOMDIGI RI Berkolaborasi dengan DPR RI giat diskusi Publik dengan tema “Mengenal dan Mengantisipasi Bahaya Judi Online dan Investigasi Ilegal”. Kegiatan ini dilakukan secara online via platform zoom meeting pada Jum’at (09/05/25).
Usman Kansong menyampaikan bahwa ada data terbaru dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan pada periode Januari sampai Maret 2025, besar transaksi judi online sebesar 90 Triliun dengan jumlah pemain 1 juta 66 ribu orang dan pendapatan pemain 71% berpendapatan dibawah 5jt rupiah, usia mereka yang terlibat atau pemain 20 – 30 Tahun 396rb orang, 31-40 Tahun 395rb Orang dan dibawah 17 tahun 400rb Orang. Klasemen sementara judi online Jawa barat nilai transaksi 3,8 Triliun, DKI Jakarta 2,3 Triliun, Jawa Tengah 1,3 Triliun, Jawa Timur 1,05 Triliun dan Banten 1,02 Triliun, Jawa barat masih menjadi juara bertahan sejak 2024.
Berikut tugas Komdigi dalam penindakan adalah memblokir situs sudah jutaan situs judi online kemudian Blokir OJK, OJK memerintah PJK untuk memblokir rekening penampungan judi online lalu PPATK Menghentikan transaksi selama 5 + 15 hari kerja dan menyampaikan hasil analisis kepada penyidik lalu penyidik melakukan pemblokiran dengan jangka waktu 30 hari kerja dan penyidikan kasus judi online tahap selanjutnya permohonan penanganan harta kekayaan sesuai pasal 67 UU TPPU dan PERIVA no.1 tahun 2013 tahap selanjutnya perampasan asset sesuai putusan hakim.
Menurut H. Oleh Soleh, SH, berbicara tentang judi online dan investasi bodong saya rasa sudah tidak asing lagi karena memang mobilasi dari judi online dan investasi bodong sudah sangat masif dan sangat terstruktur dan yang menjadi sebuah kesedihan bersama dan tentunya ini menjadi sebuah PR bagi bangsa dan negara kita bahwa pelaku ataupun korban daripada judi online dan investasi bodong ini bukan hanya mereka yang kelas miskin atau tidak berkecukupan tetapi ini sudah masuk ke semua lini elemen bangsa. Hasil telusuran PPATK para penyelenggara pemerintahan pun ikut serta dalam judi online dan yang lebih mengerikan adalah para penegak hukum itu sendiri ikut dalam judi online dan bukan hanya terjadi di penegak hukum saja tapi ini juga menyasar kepada siswa-siswa dan bahkan menyasar kepada santri-santri dan bahkan saya punya keyakinan walaupun jumlahnya hanya segelintir orang ada juga yang statusnya ajingan-ajingan juga ikut main judi online.
akibat dari ketidaktahuan masyarakat selain daripada faktor ekonomi, faktor kebutuhan dan selain faktor ingin instan dll. Tetapi yang paling pokok disini adalah begitu pesatnya teknologi dalam rangka mempermudah untuk melakukan kegiatan-kegiatan ilegal tidak terkecuali judi online dan investasi bodong oleh sebab itu Komisi 1 memandang dan mengajak kepada seluruh elemen bangsa bahwa penyadaran kepada seluruh masyarakat Indonesia tanpa batas dari Sabang sampai Merauke dan bahkan warga Indonesia yang ada di luar negeri bahwasanya judi online ini selain daripada dilarang oleh agama sama dilarang juga oleh pemerintah, judi online ini menjadi sebuah perilaku yang sangat-sangat berbahaya. Perilaku judi online ini akan merusak kepada tabiat dan kebiasaan daripada para pelaku itu sendiri yang sehingga pada akhirnya ketika kebiasaan ini menjadi candu.
Hendra Guntara menyampaikan bahwa dunia makin terkoneksi : Kerja, belajar, belanja, bahkan ibadah dilakukan secara online. Dampak perkembangan teknologi kalau tidak ada development, pemanfaatan teknologi digital yang tidak diimbangi dengan Pembangunan seperti literasi digital dapat menyebabkan masyarakt terjerumus pada praktik digital yang melanggar hukum baik secara sengaja maupun tidak.
Dampak perkembangan teknologi kalau tidak ada development antara lain penyebaran hoax dan disinformasi Masyarakat akan mudah percaya dan menyebarkan informasi palsu tanpa cek fakta, kecanduan digital penggunaan berlebihan tanpa control terutama media social dan game lalu ada pelecehan dan kejahatan siber rentan dalam cyber bullying, penipuan online hingga pencurian data pribadi, menurunnya kemampuan berpikir kritis terlalu mengandalkan teknologi tanpa memahami proses dibaliknya, ketimpangan digital atau digital divide orang yang tidak paham teknologi makin tertinggal dalam akses informasi dan peluang ekonomi, penyalahgunaan teknologi untuk hal negative seperti plagiarisme, deepfake, dan manipulasi opini public yang terakhir ada privasi dan keamanan terabaikan banyak orang tidak sadar pentingnya mengelola data pribadi secara aman.***