Digindonews.com, Bengkulu — Kepala Subdirektorat Pelestarian Sejarah, Agus Hermanto, M.Hum, menegaskan bahwa literasi sejarah Indonesia menghadapi tantangan serius akibat rendahnya minat baca dan masifnya disinformasi yang beredar di ruang digital. Hal ini ia sampaikan dalam Seminar Literasi Sejarah Indonesia, Jumat (14/11/2025).
Menurut Agus, salah satu paradoks yang terjadi saat ini adalah akses informasi yang semakin mudah, namun pemahaman sejarah justru semakin dangkal. Survei Kemendikbud 2023 menunjukkan minat membaca sejarah pelajar Indonesia masih berada di bawah 40%.
Bengkulu menjadi contoh daerah dengan kekayaan sejarah yang besar, tetapi belum seluruhnya dikenal luas oleh masyarakatnya sendiri. Data pendataan cagar budaya 2024 menunjukkan Bengkulu memiliki lebih dari 130 situs bersejarah, namun hanya 40% yang sering dikunjungi atau diakses informasinya.
“Daerah ini adalah tempat lahirnya pemikiran-pemikiran kebangsaan. Tetapi ironisnya, masih banyak anak muda yang bahkan belum pernah mengunjungi situs sejarah lokal,” ujarnya.
Agus menegaskan bahwa digitalisasi menjadi kunci untuk menghidupkan kembali literasi sejarah. Saat ini pemerintah sudah mendigitalisasi lebih dari 5.000 arsip foto dan dokumen sejarah Bengkulu. Namun ia mengakui bahwa proses itu belum sempurna dan memerlukan kolaborasi dengan berbagai pihak.
Ia juga menyoroti peningkatan 23% hoaks sejarah berdasarkan survei MAFINDO 2024. Distorsi fakta, glorifikasi tokoh tertentu, hingga manipulasi peristiwa berpotensi memengaruhi persepsi publik.
“Literasi sejarah bukan hanya tentang tahu peristiwa, tetapi mampu memeriksa sumber dan memahami konteks,” kata Agus.
Ia menggagas agar sekolah-sekolah di Bengkulu mulai menerapkan metode pembelajaran berbasis digital, seperti vlog sejarah, arsip digital, podcast sejarah, atau peta interaktif.
Agus menyebut potensi ekonomi kreatif sejarah juga sangat besar. Wisata sejarah berbasis digital terbukti meningkatkan kunjungan wisata hingga 18% di beberapa daerah. Bengkulu memiliki peluang kuat untuk ikut dalam gelombang ini.
“Dengan sinergi antara pemerintah, akademisi, dan komunitas, literasi sejarah Bengkulu dapat menjadi unggulan nasional,” tutupnya.***


