DIGINDONEWS – Akademisi yang juga Ketua Umum DPP Perkumpulan Pengacara Syariah dan Hukum Indonesia, Dr. Ilyas Indra, S.HI, M.H., M.M, mengatakan bahwa Universitas Indonesia (UI) telah mengambil keputusan terkait disertasi mahasiswa program Doktor Bidang Kajian Stratejik dan Global, Bahlil Lahadalia, setelah melalui proses akademik yang panjang.
Dr. Ilyas menilai keputusan Rektor UI merupakan hal yang wajar dan sesuai dengan kaidah akademik. Dalam tradisi akademik, revisi disertasi merupakan proses yang lazim bagi mahasiswa doktoral setelah sidang promosi.
“Revisi ini mencakup perbaikan aspek penulisan, pemenuhan jurnal ilmiah, atau penyempurnaan substansi akademik. Hampir semua perguruan tinggi, termasuk UI, mensyaratkan agar disertasi yang telah disidangkan dipublikasikan dalam jurnal nasional atau internasional terakreditasi sebagai bagian dari persyaratan kelulusan,” jelas Dr. Ilyas, dalam keterangannya, Sabtu (15/3).
Dr. Ilyas menyebut jika dalam diskursus yang berkembang, terdapat berbagai opini yang menilai keputusan UI dari perspektif politik sangatlah tidak tepat.
Ia menegaskan pendekatan akademik harus diutamakan dalam menyikapi keputusan ini.
Menurutnya, disertasi adalah produk akademik yang dapat direvisi secara normatif sesuai standar pendidikan tinggi.
“Setiap mahasiswa, termasuk Bapak Bahlil Lahadalia, dalam konteks akademik adalah objek yang mengikuti arahan dari pembimbing, penguji, serta kebijakan kampus. Oleh karena itu, seluruh keputusan akademik berada dalam kewenangan institusi pendidikan, bukan mahasiswa,” tegas Dr. Ilyas.
Lebih lanjut, Dr. Ilyas Indra menekankan bahwa sebagai institusi akademik ternama, UI telah menjalankan proses evaluasi secara objektif dan normatif. Oleh sebab itu, publik seharusnya menghormati keputusan kampus dan tidak mencampurkannya dengan pertimbangan politik.
“Posisi Bapak Bahlil Lahadalia dalam konteks ini adalah sebagai mahasiswa program Doktor UI, bukan sebagai figur politik. Dengan demikian, intervensi politik dalam ranah akademik seharusnya dihindari, demi menjaga independensi dan kredibilitas institusi pendidikan,” ungkapnya.
Dalam konteks akademik yang lebih luas, lanjut Dr. Ilyas, banyak tokoh nasional yang memperoleh gelar doktor kehormatan (honoris causa) atau profesor kehormatan atas kontribusi dan keahlian mereka di bidang tertentu.
Selain itu, jelasnya, di beberapa negara, seperti Malaysia, terdapat jalur pendidikan doktor berbasis riset yang memungkinkan mahasiswa menyelesaikan program doktoralnya tanpa kuliah reguler, melainkan melalui bimbingan riset intensif.
“Model pendidikan ini menunjukkan bahwa standar akademik dapat bervariasi di berbagai institusi, tetapi tetap memiliki prinsip dasar yang harus dihormati,” katanya.
Sejalan dengan itu, Dr. Ilyas Indra mengingatkan bahwa publik tidak seharusnya memberikan tekanan politik terhadap proses akademik di UI, baik terhadap Bapak Bahlil Lahadalia maupun mahasiswa lainnya yang tengah menjalani tahapan akademik untuk menyelesaikan studinya, baik di tingkat sarjana, magister, maupun doktor.
Ia menegaskan pentingnya menjaga independensi UI sebagai institusi pendidikan terkemuka di Indonesia agar tetap berpegang pada standar akademik yang tinggi.
“Biarkan Universitas Indonesia menjalankan tugas akademiknya secara mandiri dan profesional tanpa tekanan politik. Kita harus menghargai perjuangan setiap individu dalam mencapai pendidikan tinggi serta menjaga integritas akademik UI sebagai kampus terbaik di Indonesia,” pungkas Dr. Ilyas Indra, S.HI., M.H., M.M.