Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Kota Makkah masih tetap panas. Bahkan semakin panas. Tidak saja pasir dan batu-batu cadasnya. Tapi perilaku kaum kafirnya. Orangorang Quraisy yang menolak ajakan Rasulullah untuk menyembah Allah, justru semakin banyak berulah. Memperolok apa saja yang dibawa, seperti laba-laba yang membuat sarang. Dan, bahwa rumah yang paling rapuh adalah laba-laba. Di kali lain, pada ayat yang lain, Allah juga menjelaskan, bahwa tuhan sembahan mereka yang palsu tidak bisa menciptakan seekor lalat pun.
Mendengar itu, orang-orang kafir semakin angkuh. Mereka terus mengejek Rasulullah. “Apa pula ini. Mengapa disebutkan lalat, laba-laba, apa yang diturunkan kepada Muhammad. Apa yang bisa diperbuat dengan binatang-binatang itu,” ucap mereka ketus.
Arogansi orang-orang kafir itu lantas ditanggapi Allah SWT, “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. Tetapi mereka yang kafir mengatakan, „Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?‟ Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.” (QS. AlBaqarah: 26)
Kisah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas tersebut, merupakan pilar penting bagi banyak prinsip hidup. Bahwa tidak ada yang boleh dianggap remeh di dunia ini. Apapun bentuknya, seberapapun kecilnya. Karena kecil tidak bisa diremehkan. Karena kecil, tidak berarti tidak berguna.
Apapun yang ada di alam kehidupan ini, diciptakan Allah dengan kuasa dan takdir-Nya. Nyamuk, lalat, laba-laba, boleh jadi mewakili makhluk dan benda-benda kecil. Sementara, di sisi lain, dalam hidup ini juga ada perkara-perkara kecil, pekerjaan kecil, tetapi semuanya tidak boleh dianggap remeh.
Ini soal serius, tidak saja dalam kacamata etika, tetapi ia bahkan juga bagian dari tauhid atau akidah Islam. Sebab, mengganggap remeh hal-hal kecil yang diadakan Allah, sama artiya menganggap Allah melakukan sesuatu yang tidak berguna. Maha Suci Allah dari semua itu.
Lebih dari itu, ayat di atas, justru menjadi landasan penting, bahwa hal-hal kecil yagn diciptakan Allah, justru berfungsi sebagai alat bantu menambah iman dan mencari hidayah. Dalam artian, kepedulian, perhatian, dan juga cara pandang terhadap hal-hal kecil secara benar, merupakan kriteria orang-orang beriman. Karenanya, dengan sangat nyata, Allah menggambarkan dua kepribadian yang sangat bertolak belakang, antara orang-orang mukmin dengan orang-orang kafir. Orang-orang Mukmin, yakin bahwa segala sesuatu, meski kecil, benar adanya dari Allah. Keyakinan itu semakin menambah iman mereka. Atau mereka mencari hidayah Allah dengan belajar kepada hal-hal yang kecil tersebut. Sementara orang-orang yang kafir, justru tidak peduli, angkuh, dan, yagn pasti, mereka justru semakin jauh dari Allah ketika berurusan dengan halhal kecil.
Dari ayat di atas pun, kita bisa mengamalkan prinsip tersebut untuk kehidupan sehari-hari. Bila dalam urusan akidah dan tauhid, kita tidak boleh menganggap remeh, begitupun dalam urusan hidup sehari-hari. Tidak boleh ada yang dianggap remeh, dikecilkan, apalagi diabaikan. Bahkan, dari sanalah segala tema besar tentang profesionalisme bermula. Begitupun soal strategi, rencana jangka pendek atau panjang, sampai prinsip small and continues improvement, misalnya, yang lazim dikenal dalam tradisi usaha, pengelolaan organisasi maupun proses menjalani hidup itu sendiri, tidak bisa lepas dari apresiasi yang benar terhadap hal-hal yang kecil.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#Goresan_Hikmah
#Jangan_Meremehkan_Hal_Hal_Kecil