Ekonomi
Oleh : Syaiful Anwar
2.13.1. Indikator Susenas Inti
Pada tahun 1992, Biro Pusat Statistik (BPS) mengembangkan suatu indikator kesejahteraan rakyat yang disebut Indikator Susenas Inti (Core Susenas). Indikator Susenas Inti ini merupakan indikator “campuran” karena terdiri indikator sosial dan ekonomi. Indikator Susenas Inti ini meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
- Pendidikan, dengan indikator: tingkat pendidikan, tingkat melek huruf, dan tingkat partisipasi pendidikan.
- Kesehatan, dengan indikator: rata-rata hari sakit dan fasilitas kesehatan yang tersedia.
- Perumahan, dengan indikator: sumber air bersih dan listrik, sanitasi, dan kualitas tempat tinggal.
- Angkatan Kerja, dengan indikator: partisipasi tenaga kerja, jumlah jam kerja, sumber penghasilan utama, dan status pekerjaan.
- Keluarga Berencana dan Fertilitas, dengan indikator: penggunaan ASI, tingkat imunisasi, kehadiran tenaga kesehatan pada kelahiran, dan penggunaan alat kontrasepsi.
- Ekonomi, dengan indikator: tingkat konsumsi per kapita.
- Kriminalitas, dengan indikator: angka kriminalitas per tahun.
- Perjalanan wisata, dengan indikator: frekuensi perjalanan wisata per tahun.
- Akses ke media massa, dengan indikator: jumlah surat kabar, jumlah radio, dan jumlah televisi.
2.1.3.2 Indeks Pembangunan Manusia
Sejak tahun 1990, United Nations for Development Program (UNDP) mengembangkan sebuah indeks kinerja pembangunan yang kini dikenal sebagai Indeks Pembangunan Manusia atau IPM (Human Development Index). Nilai IPM ini diukur berdasarkan tiga indikator sebagai acuannya yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan pendapatan riil per kapita berdasarkan paritas daya beli.
Sama seperti IKH, IPM ini juga digunakan untuk melakukan pemeringkatan terhadap kinerja pembangunan berbagai negara di dunia. Berdasarkan indeks IPM-nya, negara-negara di dunia ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
- Kelompok negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah (low human development), bila memiliki nilai IPM antara 0 sampai 0,50.
- Kelompok negara dengan tingkat pembangunan manusia menengah (medium human development), bila memiliki nilai IPM antara 0,50 sampai 0,79.
- Kelompok negara dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi (high human development), bila memiliki nilai IPM antara 0,79 sampai 1
Tabel 3.5
Indeks Pembangunan Manusia Beberapa Negara Terpilih, 2006
Negara | Tingkat
Harapan Hidup (Tahun |
Tingkat
Melek Huruf (% Dewasa) |
GDP
Per Kapita (PPP, US $) |
Nilai IPM | |
High Human Development | |||||
Norwegia | 79,9 | 99,9 | 51.862 | 0,968 (1) | |
Jepang | 82,4 | 99,9 | 31.951 | 0,956 (8) | |
Amerika Serikat | 78,0 | 99,9 | 43.968 | 0,950 (15) | |
Inggris | 79,2 | 99,9 | 30.821 | 0,942 (21) | |
Israel | 80,5 | 97,1 | 24.405 | 0,930 (24) | |
Singapura | 78,9 | 92,5 | 47.426 | 0,918 (28) | |
Medium Human Development | |||||
Turki | 71,6
70,0 70,5 70,1 64,1 58,1 |
88,1
93,9 84,0 91,0 65,2 75,6 |
11.535
7.613 10.031 3.455 2.489 1.619 |
0,798 (76)
0,786 (81) 0,7777 (84) 0,726 (109) 0,609 (132) 0,575 (136) |
|
Thailand | |||||
Iran | |||||
Indonesia | |||||
India | |||||
Kamboja | |||||
Low Human Development | |||||
Nigeria | 46,6 | 71,0 | 1.852 | 0,499 (154) | |
Timor Leste | 60,2 | 50,1 | 668 | 0,483 (158) | |
Ethiopia | 52,2 | 35,9 | 700 | 0,389 (169) | |
Negara Berpenghasilan | 793 | 99,9 | 35.062 | 0,942 | |
Tinggi | |||||
Negara Berpenghasilan | 71,1 | 91,4 | 6.649 | 0,774 | |
Menengah Negara | 60,3 | 63,8 | 1.949 | 0,564 | |
Berpenghasilan | |||||
Rendah |
Sumber: UNDP, Human Development Report, 2009 Keterangan: Angka (…) menunjukkan peringkat di dunia
Tabel 3.5 di atas menunjukkan tingkat harapan hidup, persentase melek huruf, pendapatan per kapita, dan nilai IPM beberapa negara terpilih. Negara yang memiliki nilai IPM tertinggi pada tahun 2006 adalah Norwegia (0,968). Sedangkan Indonesia berada pada peringkat 109 dengan nilai IPM sebesar 0,726. Sementara itu, kelompok negara yang memiliki indeks pembangunan manusia yang rendah (low human development) hampir semuanya berasal dari kawasan Afrika. Satu hal yang cukup menarik di sini adalah bahwa negara-negara dengan pendapatan per kapita yang tinggi cenderung memiliki nilai IPM yang tinggi pula. Namun, fenomena tersebut tidak terjadi pada semua negara. Misalnya, Iran, suatu negara yang memiliki pendapatan per kapita 1,5 kali lebih besar daripada Thailand, namun nilai IPM Thailand (0,786) relatif lebih tinggi daripada Iran (0,777).
Tabel 3.6
Peringkat IPM Propinsi-propinsi di Indonesia, 2005
Propinsi |
Usia | Tingkat Melek | Rata-rata lama | Pengeluaran | Nilai |
Harapan Hidup | Huruf, dewasa | pendidikan | per kapita | IPM | |
(tahun) | (%) | (tahun) | (Rp.000) | ||
DKI Jakarta | 72,5 | 98,3 | 10,6 | 619,5 | 76,1 |
Sulawesi Utara | 71,7 | 99,3 | 8,8 | 616,1 | 74,2 |
Riau | 70,7 | 97,8 | 8,4 | 623,2 | 73,6 |
D. I. Yogyakarta | 72,9 | 86,7 | 8,4 | 638,0 | 73,5 |
Kalimantan Tengah | 70,7 | 97,5 | 7,8 | 623,6 | 73,2 |
Kalimantan Timur | 70,3 | 95,3 | 8,7 | 621,4 | 72,9 |
Sumatra Utara | 68,7 | 97,0 | 8,5 | 618,0 | 72,0 |
Sumatra | 68,2 | 96,0 | 8,0 | 618,2 | 71,2 |
Barat | |||||
Bengkulu | 68,8 | 94,7 | 8,0 | 617,1 | 71,1 |
Jambi | 68,1 | 96,0 | 7,5 | 620,8 | 71,0 |
Bangka Belitung | 68,1 | 95,4 | 6,6 | 628,0 | 70,7 |
Sumatra
Selatan |
68,3 | 95,9 | 7,5 | 610,3 | 70,2 |
Jawa Barat | 67,2 | 94,6 | 7,4 | 619,7 | 69,9 |
Jawa Tengah | 70,6 | 87,4 | 6,6 | 621,4 | 69,8 |
Bali | 70,4 | 86,2 | 7,5 | 618,2 | 69,8 |
Maluku | 66,2 | 98,0 | 8,5 | 597,3 | 69,2 |
Nanggroe Aceh D. | 68,0 | 96,0 | 8,4 | 588,9 | 69,0 |
Lampung | 68,0 | 93,5 | 7,2 | 605,1 | 68,8 |
Banten | 64,0 | 95,6 | 8,0 | 619,2 | 68,8 |
Sulawesi Tengah | 65,4 | 94,9 | 7,6 | 610,3 | 68,5 |
Jawa Timur | 68,5 | 85,8 | 6,8 | 622,2 | 68,4 |
Sulawesi Selatan | 68,7 | 84,6 | 7,0 | 616,8 | 68,1 |
Maluku
Utara |
64,2 | 95,2 | 8,5 | 590,3 | 67,0 |
Sulawesi Tenggara | 66,8 | 91,3 | 7,6 | 598,9 | 67,5 |
Gorontalo | 65,0 | 95,0 | 6,8 | 607,8 | 67,5 |
Kalimantan
Selatan |
62,1 | 95,3 | 7,3 | 622,7 | 67,4 |
Kalimantan Barat | 65,2 | 89,0 | 6,6 | 609,6 | 66,2 |
Papua Barat | 66,9 | 85,4 | 7,2 | 584,0 | 64,8 |
Nusa Tenggara Timur | 64,9 | 85,6 | 6,3 | 589,8 | 63,6 |
Nusa
Tenggara Barat |
60,5 | 78,8 | 6,4 | 623,2 | 62,4 |
Papua | 67,3 | 74,9 | 6,2 | 585,2 | 62,1 |
Indonesia | 68,1 | 90,9 | 7,3 | 619,9 | 69,6 |
Sumber : BPS 2009
Dari Tabel 3.6 di atas, dapat diketahui indeks pembangunan manusia di 31 propinsi di Indonesia. Berdasarkan IPM-nya, propinsi DKI Jakarta berada pada urutan pertama dengan nilai IPM sebesar 76,1. Sementara propinsi Papua berada urutan terakhir dengan nilai IPM sebesar 62,1. Namun demikian, tidak ada jaminan bahwa propinsi dengan tingkat pengeluaran per kapita yang relatif tinggi akan memiliki angka IPM yang tinggi juga. Misalnya, propinsi Nusa Tenggara Barat yang memiliki pengeluaran per kapita yang relatif tinggi yaitu Rp623,2 ribu rupiah, tetapi IPM-nya hanya 62,4. Berdasarkan kriteria dari UNDP, secara keseluruhan propinsi di Indonesia termasuk dalam propinsi-propinsi dengan tingkat pembangunan manusia menengah (medium human development), dengan kisaran antara 62,1 (0,621) sampai 76,1 (0,761).
Oleh karena itu, pelajaran yang dapat ditarik dari kedua tabel di atas adalah bahwa nilai IPM suatu negara atau daerah sangat dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan internal pemerintah negara atau daerah tersebut terkait mengenai aspek pembangunan manusianya, bukan hanya pada tinggi rendahnya pendapatan per kapita. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang mendukung aspek pembangunan manusia dapat dilihat dari proporsi anggaran pemerintah untuk pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Besarnya proporsi anggaran pemerintah yang dialokasikan untuk kedua sektor tersebut mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap aspek pembangunan manusia.
Konsep IPM ini memberikan pelajaran bagi kita tentang apa yang seharusnya dipandang sebagai ukuran keberhasilan
pembangunan. Pembangunan berawal dan bertitik tolak dari manusia, dilakukan oleh manusia, maka sudah semestinya ditujukan pula untuk manusia. Di dalam konsep IPM ini terdapat perpaduan antara aspek-aspek sosial dan ekonomi. Hal tersebut memungkinkan konsep ini untuk dapat memberikan gambaran yang lebih luas bagi kinerja pembangunan suatu negara.
Namun, sama halnya dengan konsep pendapatan per kapita, konsep IPM-pun tidak lepas dari kelemahan dan kritik. Beberapa ekonom menganggap asumsi-asumsi dan taksiran-taksiran dari IPM seringkali tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka juga berpendapat bahwa metodologi perhitungan yang digunakan dalam perhitungan IPM terlalu longgar. Selain itu, seringkali data yang kurang layak dan tidak akurat dimasukkan dalam perhitungan sehingga pembandingan IPM antar negara menjadi kurang relevan.
Meskipun ada beberapa kelemahan dan kritik atas konsep IPM, namun konsep ini masih layak digunakan. Selain itu, ketiga indikator utama IPM, yaitu tingkat harapan hidup, tingkat melek huruf, dan GNP per kapita rasanya terlalu penting untuk diabaikan. Semua indikator tersebut bisa dijadikan acuan untuk memperdalam pemahaman kita mengenai proses pembangunan yang sedang berjalan.