Digindonews.com– H. Slamet Ariyadi (Anggota Komisi DPR RI) hadiri webinar literasi digital dengan tema “Ranah Digital Anak.” Via zoom pada Rabu, 26 Maret 2026.
Slamet menyampaikan bahwa Anak-anak bahkan sejak usia dini, sudah akrab dengan gadget, internet, dan media sosial. Mereka tumbuh di era yang sangat berbeda dengan zaman kita dulu. Dulu kita mainnya di lapangan, sekarang anak-anak lebih sering main di layar.
Di satu sisi, dunia digital membawa banyak manfaat. Anak-anak bisa belajar lebih cepat, mengakses informasi tanpa batas, dan mengembangkan kreativitas mereka. Banyak anak-anak yang sekarang pintar coding, desain, atau bahkan menjadi kreator konten di usia belia. Ini tentu hal yang positif kalau diarahkan dengan baik. Tapi di sisi lain, ada juga banyak ancaman yang mengintai, seperti kecanduan gadget, cyberbullying, konten negatif, dan bahkan eksploitasi anak di dunia maya.
Kita juga harus menanamkan nilai-nilai budaya dan agama dalam penggunaan internet. Anak-anak harus diajarkan bahwa dalam dunia digital pun mereka harus tetap menjaga etika, sopan santun, dan bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan. Jangan sampai karena merasa aman di balik layar, mereka jadi mudah membully orang lain atau menyebarkan hoaks.
Narasumber selanjutnya, Abdul Munir Sar, M.Ap. (Pengamat Kebijakan Publik). Memaparkan bahwa di era digital yang semakin berkembang pesat, anak-anak menjadi bagian dari ekosistem digital sejak usia dini. Teknologi yang semakin mudah diakses membawa berbagai dampak bagi mereka, baik positif maupun negatif. Literasi digital anak bukan hanya tentang kemampuan mereka dalam mengoperasikan perangkat digital, tetapi juga mencakup pemahaman yang lebih dalam mengenai bagaimana mereka berinteraksi dengan dunia digital secara aman, bertanggung jawab, dan bijaksana.
Penggunaan internet yang berlebihan tanpa kontrol yang jelas dapat mengurangi interaksi sosial di dunia nyata, menyebabkan gangguan fokus, serta berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka.
Sejumlah negara telah menerapkan kebijakan yang dapat dijadikan referensi bagi Indonesia dalam meningkatkan literasi digital anak. Uni Eropa, misalnya, telah menerapkan Digital Services Act yang mengharuskan platform digital bertanggung jawab atas konten yang mereka tayangkan. Di Amerika Serikat, terdapat Children’s Online Privacy Protection Act (COPPA) yang bertujuan untuk melindungi data pribadi anak-anak saat menggunakan internet.
Sementara itu, Korea Selatan telah menjadikan literasi digital sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional, memastikan anak-anak mendapatkan pemahaman yang cukup sejak dini mengenai bagaimana mereka seharusnya bersikap dan berinteraksi di ruang digital. Indonesia dapat mengadopsi beberapa aspek dari regulasi ini untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan mendukung perkembangan anak secara optimal.
Untuk memperkuat literasi digital anak di Indonesia, beberapa langkah strategis perlu diterapkan. Pertama, perlu adanya integrasi literasi digital dalam sistem pendidikan, tidak hanya sebagai mata pelajaran tambahan, tetapi sebagai bagian dari kurikulum yang wajib diberikan sejak pendidikan dasar. Kedua, orang tua dan guru juga harus mendapatkan edukasi literasi digital agar mereka dapat menjadi pendamping yang efektif dalam membimbing anak-anak. Ketiga, regulasi terkait perlindungan anak di dunia digital harus terus diperbarui agar tetap relevan dengan perkembangan teknologi yang semakin cepat.
Platform digital dan perusahaan teknologi juga tidak boleh lepas tangan dalam menghadapi permasalahan ini. Sebagai penyedia layanan digital, mereka memiliki tanggung jawab moral dan sosial untuk memastikan bahwa anak-anak dapat mengakses informasi yang aman dan edukatif. Fitur keamanan tambahan, pengawasan terhadap konten yang ditayangkan, serta kerja sama dengan pemerintah dalam meningkatkan kebijakan perlindungan anak harus terus ditingkatkan agar ekosistem digital yang lebih sehat dapat tercipta.
Langkah-langkah implementasi literasi digital di Indonesia dapat dimulai dari infrastruktur yang lebih merata agar setiap anak memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan pendidikan digital. Selain itu, pendekatan berbasis komunitas juga dapat menjadi cara yang efektif dalam menyebarkan kesadaran akan pentingnya literasi digital. Kerja sama lintas sektor dengan lembaga swadaya masyarakat, organisasi pendidikan, serta perusahaan teknologi dapat semakin memperkuat upaya untuk menciptakan ruang digital yang lebih aman dan mendukung perkembangan anak-anak.
Narasumber lainya, Usman Kansong (Praktisi Komunikasi) mengemukakan bahwa di era digital yang semakin maju, anak-anak menghadapi berbagai peluang sekaligus tantangan dalam mengakses dunia maya. Teknologi yang berkembang pesat memberikan manfaat besar, seperti kemudahan dalam memperoleh informasi, hiburan yang mendidik, dan sarana untuk mengembangkan kreativitas. Namun, di balik semua itu, terdapat risiko yang harus diwaspadai, seperti paparan terhadap konten yang tidak sesuai, ancaman cyberbullying, eksploitasi daring, serta kecanduan internet dan media sosial. Jika tidak diawasi dengan baik, anak-anak dapat dengan mudah terjebak dalam situasi yang merugikan, baik secara emosional maupun psikologis.
Dari sisi regulasi dan perlindungan hukum, pemerintah telah berupaya menerapkan berbagai kebijakan untuk melindungi anak-anak di dunia digital. Di Indonesia, terdapat Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang bertujuan untuk mengatur dan mencegah eksploitasi anak dalam dunia daring. Selain itu, banyak platform digital yang telah menerapkan kebijakan perlindungan anak, seperti pembatasan usia dalam penggunaan layanan dan sistem moderasi konten yang lebih ketat. Meskipun demikian, tantangan tetap ada karena perkembangan teknologi yang terus berubah, sehingga regulasi perlu terus diperbarui agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
Membangun kesadaran akan pentingnya perlindungan anak di dunia digital tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak. Dibutuhkan kerja sama dari berbagai elemen masyarakat, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, perusahaan teknologi, dan komunitas sosial untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan sehat bagi anak-anak. Kampanye literasi digital, program edukasi, serta advokasi terhadap kebijakan yang lebih ketat harus terus digalakkan agar kesadaran akan pentingnya perlindungan anak semakin meningkat. Dengan kolaborasi yang kuat, setiap pihak dapat berperan aktif dalam menciptakan ekosistem digital yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.***