DigIndonews.com, Jakarta – Lembaga pendidikan bisa menjadi lokus yang tepat sebagai alat keterpaduan untuk mencegah radikalisme dan terorisme pada generasi muda.
Hasil survei dari SARA pda tahun 2015 siswa-siswi SMA yang tersebar di Jakarta Bandung menunjukkan bahwa ada persoalan di tingkat guru dalam memberikan pemahaman tentang intoleransi.
Dengan kata lain bahwa guru tidak maksimal dalam mentransfer pengetahuan dan tidak mampu menjadikan pendidikan kewarganegaraan yang efektif untuk memperkuat toleransi.
Begitu pun di tingkat kampus Pada tahun 201 menemukan terdapat persoalan serius yang menimpa suatu kampus di tanah air.
“Oleh karena penting untuk memberikan pemahaman anti radikaisme pada kalangan pelajar dan mahasiswa mengingat Indonesia mempunyai goals “Menuju Generasi Emas pada Tahun 2045” ujar Farah (Anggota Komisi I DPR RI) dalam webinar ngobrol bareng legislator dengan tajuk “Radikalisme Remaja dan Internet” pada Rabu (31/05/2023).
Yanto. Ph.D (Akademisi Unika Atmajaya) memaparkan Radikalisme merupakan paham atau aliran radikal dalam politik, paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial politik dengan cara kekerasan sikap ekstrem dalam aliran politik.
Internet di dunia digital dapat dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun dua arah atau interaksi.
Jumlah pengguna internet di Indonesia menyentuh 212 juta Pada 2023 titik berdasarkan laporan we are social mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 212 juta pada Januari 2023. Ini berarti sekitar 77% dari populasi Indonesia telah menggunakan internet.
Senada dengannya, Bimo Nugroho (Deputi Asian African Youth Government) menyampaikan bahwasanya Sepanjang 2021 badan Nasional penanggulangan terorisme telah men takedown sebanyak 650 konten propaganda yang terindikasi radikal dari ratusan situs internet dan sosial media titik proses itu bekerja sama dengan dirjen Afrika kementerian komunikasi dan informasi.
Masyarakat Indonesia menggunakan internet sebagai arus utama pencarian informasi sehingga lahirnya trend fenomena banjir informasi dan berkontribusi pada penyebaran hoax sehingga memicu radikalisme.
Banjir informasi merupakan suatu keadaan saat pengolahan informasi manusia telah berada di luar kapasitas kemampuan sedangkan hoax merupakan informasi yang salah, menyesatkan atau keliru yang disebarkan dengan sengaja untuk menipu atau mempengaruhi orang lain. Hoax seringkali dibuat samar agar korban tidak bisa membedakan kebenarannya.
Cara mengantisipasi radikalisme di internet diantaranya pemahaman tentang konten radikal evaluasi kritis konten pemahaman tentang manipulasi informasi, kemampuan verifikasi informasi, kritis terhadap konten ekstremis dan pemahaman tentang nilai-nilai toleransi dan keragaman.