Khazanah
Oleh : Syaiful Anwar
Dosen FE Unand Kampus II Payakumbuh
Padang pasir membentang. Matahari bersinar menyala seolah hendak membakar ubun-ubun kepala. Di sebuah jalan yang membelah padang pasir, tampak seseorang berjubah putih sedang berjalan kelelahan. Orang itu tak lain adalah Abdullah bin Umar ra, salah seorang sahabat Nabi Saw yang terkenal kealiman dan kezuhudannya. Ia sedang berjalan keluar dari Madinah menuju Mekkah untuk beribadah di Baitullah.
Berkali-kali Abdullah bin Umar menghentikan langkahnya sesaat, untuk meminum seteguk air perbekalannya. Namun sayang, kantong airnya telah kering kerontang. Ia benar-benar kehausan. Ia melihat ke sekelilingnya, siapa tahu ada orang Badui atau pengembala yang bisa memberinya seteguk air penawar dahaga. Namun, sejauh mata memandang, yang dia temukan hanyalah warna kecoklatan samudera pasir.
Ia tetap bersabar dan terus berjalan, sampai akhirnya matanya menangkap beberapa titik-titik hitam dan putih di kejauhan sana; di balik bukit pasir. Hatinya merasa lega, berkali-kali ia mengucapkan syukur alhamdulillah. Ia yakin, titik hitam dan putih itu adalah manusia. Abdullah terus melangkahkan kaki untuk mendekati titik hitam dan putih itu. Ketika sudah dekat, perkiraannya tidak meleset. Titik-titik hitam dan putih itu adalah seorang pengembala dan kambing-kambingnya.
Ketika Abdullah bin Umar ra sudah berada tak jauh dari pengembala itu, tiba-tiba terlintas dalam benaknya untuk menguji pengembala itu. Ia ingin tahu, apakah ajaran Islam telah sampai ke tengah padang pasir yang terpencil jauh itu? Ia juga ingin tahu, apakah pengembala itu telah menerima ajaran suci yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw?
Setelah mengucapkan salam, Abdullah bin Umar berkata kepada pengembala yang masih bocah itu, ”Hai bocah, aku ingin membeli seekor kambing yang kau gembalakan ini. Bekalku sudah habis.”
“Maaf Tuan, aku hanyalah seorang budak yang bertugas mengembalakan kambing-kambing ini. Aku tidak bisa menjualnya. Ia bukan milikku tapi milik majikanku. Aku tidak diberi wewenang untuk menjualnya,” jawab pengembala kambing itu.
“Ah, itu masalah yang mudah. Begini, kau jual seekor saja kambing gembalaanmu padaku. Kambing yang kau jaga ini sangat banyak, tentu sangat sulit bagi pemiliknya untuk menghitung jumlahnya. Atau, kalaupun dia tahu ada seekor kambingnya tidak ada, bilang saja telah dimangsa serigala padang pasir. Gampang bukan? Kau pun bisa membawa uangnya,” bujuk Abdullah bin Umar dengan wajah yang tampak serius.
“Lalu, di mana Allah? Pemilik kambing ini memang tidak akan tahu dan bisa dibohongi, tetapi ada Dzat yang Mahatahu, yang pasti melihat dan mengetahui apa yang kita lakukan. Apa Tuan kira Allah tidak ada?” jawab pengembala itu mantap. Sungguh, jawaban itu membuat Abdullah bin Umar tersentak kaget.
“Aku tidak diberi kuasa oleh pemilik kambing ini untuk menjualnya. Aku hanya diperbolehkan me-ngembalakannya dan meminum air susunya ketika aku membutuhkannya dan memberi minum para musafir yang kehausan,” Sambung pengembala itu.
Ia berkata begitu sambil berjongkok, memerah susu seekor kambing ke dalam sebuah mangkuk. Begitu penuh berisi susu, ia memberikannya pada Abdullah bin Umar.
“Minumlah Tuan, kulihat Anda kehausan. Jika masih kurang, bisa tambah. Jangan kuatir, susu ini halal. Allah tahu itu halal sebab pemiliknya menyuruh aku untuk memberi minum musafir yang membutuhkan,” kata pengembala itu dengan tutur kata yang halus dan ramah.
Abdullah bin Umar menerima mangkuk berisi susu itu dengan hati terharu. Ia minum sampai rasa hausnya hilang. Setelah itu, ia mohon diri. Di jalan, ia tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat katakata pengembala itu, “Di mana Allah? Apakah Tuan kira Allah tidak ada?”
Abdullah bin Umar menangis mengingat bahwa seorang pengembala kambing di tengah padang pasir yang pakainnya kumal, ternyata memiliki rasa takwa yang tinggi. Hatinya menyinarkan keimanan. Akhlak sungguh mulia. Ajaran Rasulullah Saw telah terpatri dalam jiwanya. Abdullah bin Umar terus melangkah-kan kaki sambil bercucuran air mata.
Lalu, Abdullah bin Umar mencari kampung terdekat dan menanyakan, siapakah tuan dari sang pengembala itu? Begitu berjumpa, Abdullah bin Umar langsung membeli budak itu dan langsung memerdekakannya.
#Syaiful_Anwar
#Fakultas_Ekonomi
#Universitas_Andalas
#Kampus2_Payakumbuh
#One_Hour_Awardness
#Dimana_Allah