DigIndonews.com, Jakarta – Partai Golkar dihantam “gelombang”. Mulai perpecahan di akar rumput, isu munaslub untuk mencari ketua umum baru sampai elit-elit mereka di pemerintahan yang mulai diperiksa terkait kasus-kasus korupsi.
Pengamat politik, Yusfitriadi mengatakan, posisi Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, tampak sudah final hampir pasti tidak jadi capres. Tidak cuma lantaran elektabilitas sebagai capres yang sangat rendah.
Elektabilitas Airlangga, bahkan dalam bursa cawapres, hampir tidak pernah tinggi. Semua itu ditambah elit-elit Partai Golkar, termasuk Airlangga Hartarto sendiri, mulai terkena terpaan kasus-kasus hukum.
Ia mengingatkan, Golkar merupakan partai yang tidak biasa tidak ikut kekuasaan dan tidak pernah jadi oposisi.
Karenanya, Yus maknai pertemuan Puan-Airlangga dalam rangka mengajaknya masuk kabinet Ganjar Pranowo.
“Sangat mungkin gangguan-gangguan hukum ini sama dengan gangguan hukum kepada Johnny G Plate (mantan Menkominfo dari Partai Nasdem),” ujar Yus.
Walaupun, lanjut Yus, gangguan-gangguan ke Partai Nasdem tentu lebih besar muatan politis dibanding Partai Golkar.
Sebab, targetnya tidak lain agar Partai Nasdem tidak jadi mengusung Anies Baswedan di 2024.
Ini berlawanan dengan keinginan tokoh-tokoh seperti Jusuf Kalla yang ingin 2024 setidaknya diikuti tiga pasangan capres-cawapres.
Sedangkan, PDIP maupun Jokowi tampak tidak yakin menang jika ada tiga pasangan.
“Masalahnya, apakah tawaran Golkar harga mati atau tidak untuk Airlangga cawapres, kalau harga mati kemungkinan PDIP tidak mau. Walau nanti ada deal-deal lain, yang penting Golkar masuk koalisi yang dibangun PDIP,” ujar Yus.
Sebab, ia melihat, dalam bursa cawapres saja elektabilitas Airlangga cuma berada di posisi empat atau posisi lima.
Masih kalah jauh dari nama-nama seperti Erick Thohir, Sandi Uno, bahkan kader baru Golkar, Ridwan Kamil.
Ketua Visi Nusantara Maju itu menambahkan, atas semua catatan itu tentu masuk akal jika PDIP memiliki harapan agar Golkar bisa merapat. Walau, agar sulit jika tawarannya terlalu tinggi yaitu untuk posisi cawapres.
“Di sisi lain, kalau Golkar lewat, tidak diambil PDIP, kemungkinan lari ke Prabowo atau KKIR, itupun kalau Airlangga diambil sebagai cawapres,” kata Yus.